Foto Wisuda Pasca Sarjana

Minggu, 23 Mei 2010

DIVINE PROTECTION & DIVINE RIJECTION

DIVINE PROTECTION & DIVINE REJECTION
( PERLINDUNGAN ILAHI & PENOLAKAN ILAHI )
TAFSIRAN KITAB WAHYU11:1-2



I. PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini akan menjelaskan latar belakang masalah dan menjawab secara singkat polemik yang muncul ketika menafsir kitab Wahyu, Terutama yang sampai sekarang menjadi perdebatan. Namun penulis hanya membatasi pada bagian yang dianggap penting dan mempengaruhi ketika menafsir Kitab Wahyu secara umum dan khususnya Wahyu 11:1-2. Pembahasan ini akan berorisetasi kepada pokok yang berkaitan dengan Penulis, penanggalan, catatan tambahan dan metode penafsiran. Walaupun demikian bagian yang lain juga penting, dan selalu dimunculkan oleh setiap teolog yang membahas kitab Wahyu.

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penulisan artikel Wahyu 11: 1-2 ini dilatarbelakangi pergumulan penulis ketika membaca dan mendengar penjelasan Kitab Wahyu dan khususnya bagian Wahyu 11:1-2. Dimana terjadi banyak perbedaan dalam penjelasan, yaitu sebagai berikut: Pertama, berkaitan dengan siapa penulis dan tahun penulisan. Kedua, sikap orang percaya terhadap kitab Wahyu, yang menjadikan bagian tertentu sebagai sebagai pokok khotbah tetapi ada yang dilompati karena dianggap sebagai bagian yang sulit, diantaranya Wahyu11:1-2 (Lilje:”One of the most difficult to interpret” and Alford:”crux interpretum”). Sehingga kitab Wahyu adalah kitab suci tetapi orang percaya gagal memakainya.
Ketiga, berkaitan perbedaan metode pedekatan yang penulis ketahui. Misalnya : Preteris, Historis, Futuris, Idealis, susunan Tabernakel (pengajaran atau Teologi Tabernakel) , dan Vision. Keempat, tentunya berdasarkan perbedaan hal-hal menghasilkan penafsiran yang berbeda-beda pula. Contohnya : ada yang menafsirkan Bait Suci sebagai Bait suci secara fisik , Bait suci diitafsirkan secara simbolis yaitu gereja (jemaat yang menyembah) , Bait Suci ditafsirkan sebagai orang percaya dalam terang Tabernakel, sehingga ada tingkatan kerohanian orang percaya . Maka tentunya membawa dampak-dampak yang logis bagi orang percaya. Misalnya: orang percaya harus mencapai tinggkatan tertentu jika ingin beroleh keselamatan, kalau tidak akibatnya kepercayaan mereka adalah sia-sia, menjadi murtad dan akhirnya menjadi anti-Kristus. Berkaitan dengan tingkatan tersebut di atas Pdt. Petrus Agung menyatakan “ itu adalah kenyataan yang kita hadapi”, pernyataan ini muncul ketika beliu membahas Bait Suci melalui rekontrusi kisah-kisah yang ditulis Alkitab dan kisah imajiner sebagai cara beliu menjelaskan. Dengan demikian sangatlah perlu bagi penulis yang melayani sebagai Penginjil dan dan Pengajar untuk memberi jawaban atas pergumulan di atas.

B. PENULIS
Bukan merupakan perihal baru jika siapa sebenarnya penulis kitab selalu mengakibatkan sebuah diskusi yang aktuil. Perihal itu terjadi demi mendapatkan hasil yang logis bagi setiap teolog, baik itu muncul atas dasar motivasi untuk mempertahankan keabsahan kitab tersebut atau bahkan sebaliknya. Demikian pula dengan kitab Wahyu, dimana terdapat latar belakang kesaksian Kristen yang berbeda yang dikarenakan adanya problem internal. Diantaranya adalah perbedaan pandangan tentang penulis kitab Wahyu. Dionysius dari Alexandria dan Papias yang mengatakan bahwa penulis kitab Wahyu berbeda dengan penulis Injil Yohanes dan Surat 1,2 dan 3 Yohanes. Namun untuk mencari solusi terbaik hendaknya tetap memegang prinsip rendah hati dan menghormati setiap bukti sejarah, terlebih bukti dari Kitab itu sendiri. Kemudian baru menyimpulkan sipakah penulis kitab tersebut dan khususnya kitab Wahyu. Sebab itu marilah memperhatikan dua bukti yang ada yaitu bukti eksternal dan internal:
1. Bukti Eksteral
Ada beberapa tokoh atau bapak-bapak Gereja yang menerima pandangan bahwa rasul Yohanes adalah penulis kitab ini, walaupun memang terdapat genre yang berbeda dari karyanya yaitu injil, surat-surat dan wahyu. Diantaranya adalah Justin Martyr, Irenaeus, Tertullianus, Clement dari Alexandria, Origenes, dan Hippolytus. Memang banyak bapak-bapak Gereja yang menerima pandangan ini, namun perlu diperhatikan bahwa kitab Wahyu, meski dengan segala dukungannya, mengalami pergumulan pengkanonan lebih lama dari kitab PB manapun. Akan tetapi, kitab Wahyu tidak ditolak terutama mengenai kepenulisannya, melainkan mengenai persoalan perspektif teologis yakni, berkaitan dengan chiliasme.
2. Bukti Internal
Ada dua argumentasi internal yang mendukung pandangan bahwa rasul Yohanes adalah penulis kitab Wahyu:
2.1 Dari kitab Wahyu.
Ada tiga bukti yang jelas dari kitab Wahyu yaitu: Pertama, Penulis dikenal dengan namanya saja oleh ketujuh jemaat yang menerima suratnya. Ini akan lebih dapat dipercaya jika tulisan tersebut memang ditulis oleh rasul Yohanes. Kedua, ia mengharapkan jemaat-jemaat tersebut memberi respon yang baik dan mentaati tulisannya, karena ia menyampaikannya dengan otoritas (lih. 1:3; 22:9, 18). Ketiga, meski ia menulis dalam bentuk gendre nubuatan gaya Yahudi kuno, ada satu keunikan dalam tulisannya: kalau tulisan nubuatan gaya Yahudi diasalkan pada orang-orang mulia jauh di masa lampau (misalnya, kepada Enoch, Ezra, Baruch), penulisnya disini dengan jelas menyatakan dirinya sebagai “Yohanes saudara dan sekutumu.”
Selain itu tersebut, dalam kitab ini Yohanes memperkenalkan diri sebagai penulis (1:1; 4; 9 dan 22:8). Ia juga berbicara sebagai seeorang dengan otoritas yang tak dapat diragukan, yang dikenal baik oleh semua jemaat di Provinsi Asia (Wilayah barat Turki).
2.1 Dari satu perbandingan dengan tulisan Yohanes lainnya.
Ini merupakan argumen yang terkuat yang mendukung kepenulisannya. Secara khusus ada kesamaan kuat antara tulisan ini dengan Injil yang keempat. Keduanya memiliki ide-ide yang sama, motif-motif teologi sama, istilah-istilah yang sama. Misalnya, hanya dalam Injil keempat dan dalam kitab Wahyu istilah logoj digunakan untuk Kristus. Selanjutnya, penggunaan simbol tujuh yang diulang-ulang dalam kitab ini terdapat dalam injil Yohanes sebagai bagian dari argumennya (tujuh tanda, tujuh pernyataan “AKULAH”, dsb.).
Sebagai kesimpulan, meski terdapat kesulitan, namun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan tradisional telah menunjukkan adanya bukti eksternal yang kuat dan bukti internal yang turut menundukung, sehingga merupakan alternatif yang labih baik dari pada alternatif yang lain. maka penulis setuju dan mendukung bahwa rasul Yohanes adalah penulis kitab Wahyu. Adolph Schlatter, “yang mendukung kepenulisan apostolik dalam tulisan-tulisan Yohanes, menunjukkan bahwa tidak ada rasul lain yang memberi ajaran yang sebegitu lengkap tentang iman dalam Injil, kasih dalam surat-sura-surat, dan harapan dalam Wahyu.”

C. Penanggalan
Ada dua alternatif mengenai waktu penulisan yaitu yang medukung penanggalan sekitar tahun 60-an ( pemerintahan Nero 64-68) dan penanggalan sekitar tahun 90-an, bahwa kitab Wahyu ditulis pada masa pemerintahan kaisar Domitianus di Roma (thn.81-96). Adapun alasan-alasan itu adalah sebagai berikut:
1. Alasan bagi yang mendukung penanggalan sekitar 60-an.
- Kota besar dalam Wahyu 11:8 ditafsir bahwa kota besar itu adalah Yerusalem (literal) bukan kota si antikristus (lambang). Berarti Yerusalem masih ada pada waktu itu.
- Kota Smirna dalam Wahyu 2:8-11 adalah pada tahun 70-an sudah ada.
- Anggapan bahwa Yohanes di buang di pulau Patmos (Why.1:9) pada masa pemerintahan Domitianus oleh karena penganiyaan terhadap orang Kristen diragukan. Tetapi pada masa pemerintahan Nero itulah terjadi penganiayaan yang sangat kejam kepada orang Kristen. Sehingga adalah sangat mungkin kitab wahyu ditulis antara 64-65
- Pengukuran bait suci pada wahyu 11 mengimplikasikan bahwa bait Allah masih berdiri.
- Pada masa Paulus, sudah ada bukti bahwa jemaat di Asia kecil akan menghadapi rasul palsu, yang dinyatakan pidato perpisahannya (Kis. 20). Paulus tidak meninggal sebelum tahun 64, maka pujian kepada jemaat di Efesus yang telah menolak rasul-rasul palsu dalam Why.2:2.band. Ef. 5:6-7;2Tim. 1:5. Sehingga adalah mungkin kitab Wahyu ditulis sebelum tahun 70-an.
- Ucapan mengenai Yohanes oleh teolog Irenaeus kurang cukup untuk menjadi dasar penanggalan kitab wahyu pada tahun 90-an
- Ucapan teolog Eusibius diragukan karena mengutif ucapan Irenaeus.
- Ada saksi-saksi lain seperti Epifanius, Kanon muratori abad ke- 8, pendahuluan yang terdapat pada terjemahan-terjemahan Siria pada abad ke 6 dan 7 mengatakan Yohanes dibung ke pulau Patmos pada masa pemerintahan Kaisar Nero
- Pada abad ke-10 uskup Theofikalus mengatakan kitab Wahyu ditulis pada masa Kaisar Nero.
2. Alasan bagi yang mendukung penanggalan sekitar 90-95 M
- Penulis tampaknya diasingkan di pulau Patmos oleh karena iman Kristenya (Why. 1: 9).
- Irenius mengatakan bahwa Wahyu ditulis pada masa kerajaan Domitianus
- Sudah ada pengalaman yang matang dari ketujuh jemaat itu. Jika hal itu terjadi pada masa kerajaan Nero, belum ada waktu untuk memungkinkan terjadinya kemerosotan jemaat Efesus, Smirna, Pergamus,Tiatira, Sardis, Filadelfia dan Laodikia yang diceritakan dalam pasal 2-3.
- Kota atau jemaat yang di Laodikia menganggap dirinya kaya (Why.3:17), tetapi pada masa kerajaan Nero kota itu terkena gempa bumi (thn.60/61), sehingga pada saat itu mereka tidak lagi menganggap dirinya kaya.
- Tafsiran mengenai pengukuran Bait Allah dan angka pada Wahyu 11 secara harafiah dan dijadikan alasan untuk menentukan penanggalan kitab Wahyu sekitar tahun 70-an akan menimbulkan sejumlah masalah. (1) Angka juga muncul pada konteks yang tidak mungkin ditafsirkan secara harafiah (Why.12:6;13;5). (2) Kaisar Nero menyebabkan kota Roma terbakar pada bulan juli pada tahun 64 dan tidak menunggu sampai akahir musim gugur tahun itu untuk mengkambinghitamkan orang Kristen.(3) pemberontakan orang Yahudi melawan Roma pecah pada musim semi 66 dan berlanjut sampai hancurnya Yerusalem pada tahun 70.(4) Kota suci diinjak-injak oleh orang asing hanya bisa dimulai saat Roma mengusai Yerusalem dan meletakkan 42 bulan setelah September 70 adalah sia-sia, karena tidak ada bukti historis yang menandai kesudahannya.
- Angka 666 yang diterapkan pada Nero oleh para teolog pada abad ke-18 adalah tidak tidak valid kerena harus menambahkan hurup N dan ada lebih dari satu nama yang berjumlah 666 (Evanthas, Lateinos, dan Teitan). Pasal 13 adalah lebih baik ditafsirkan dengan simbolik. Demikian pula ketika menafsir pasal 17 berkaitan dengan ketujuh raja
- Adanya penganiayaan (Why.1:9;2:10, 13;3:10) cocok dengan zaman Dominitianus. Setelah musibah kebakaran kota Roma, Nero mengkambinghitamkan orang Kristen di kota Roma, dan mereka dianiaya secara kejam. Penganiayaan tersebut bukanlah yang diceritakan dalam kitab wahyu karena penganiayaan tersebut hanya terjadi di kota Roma, sedangkan yang disebutkan dalam kitab wahyu juga terjadi di Asia kecil. Pada zaman kerajaan kaisar Domitianus penyembahan kepada kaisar sudah menjadi kewajiban yang membawa hukuman maut. Orang Kristen yang tidak siap menyembah kepada kaisar Domitianus dianiaya di setiap tempat.
Berdasarkan penilaian yang adil bagi data di atas, maka tidaklah mudah untuk memastikan kapan kitab Wahyu ditulis. Walaupn demikian mayoritas pakar cenderung lebih suka memilih penangggalan Domitianus. Akan tetapi juga adalah mungkin untuk meletakkannya setelah Nero bunuh diri. Akan tetapi jika penulis harus memilih maka penulis memilih untuk mendukung penanggalan ke-2 bahwa Kitab Wahyu sekitar 90-95 M. dengan demikian berdasarkan penanggalan sekitar 90-95 M inilah penulis menafsir Wahyu 11:1-2.



D. CATATAN TAMBAHAN
a. Latar Belakang Jemaat
Yohanes menulis tujuh surat kepada jemaat di Provinsi Asia. Setiap surat menyatakan latar dan merefleksikan waktu penyusunan, dimana Kitab Wahyu menujukkan adanya berbagai macam musuh yaitu: pengikut Nikolaus, Pengikut Bileam dan Pengikut izebel. Dari empat surat terakhir menujukakn adanya atmosfir bahwa orang Kristus harus menghadapi imoralitas liar dan keduniawian kafir yang berusaha untuk berkuasa, bukan Yudaisme belaka.
b. Penganiayaan Dibawah Domitianus
Di sepanjang kitab Wahyu, Yohanes menyatakan akan kondisi umat Allah yang sedang mengalami penganiaan termasuk Yohanes sendiri.(1:9; 2:10,13;6:9-10;16:6;17:6;18:24;19:2;20:4 dan 3:10). Nero memang melapiaskan amarahnya terhadap orang Kristen dengan membunuhnya. Akan tetapi Domitianus juga dikenal sebagai penaniaya umat Allah dan Eusebius menyatakan bahwa domitianus adalah penerus usaha Nero dalam memusuhi Allah dan umat-Nya. Pada saat resim Romawi, setiap kota besar dan kecil diwajibkan menjalankan agama Negara yang dipinpin oleh para pejabat. Mereka juga berhak untuk membunuh atau membuang setiap orang yang melawan. Kondisi ini dibuktikan dengan didirikannya kuil Sebastoi (Keluarga Vespasianus, Titus, dan Domitianus) masa pemerintahan Domitianus pada tahun 89-90 di Efesus . Pada saat itulah penyembahan kepada kaisar adalah hal yang wajib maka Domitianus digelari dengan Dominus et dues (tuhan dan allah) atau Dominus Et Deus noster (Our Lord and God) berkaitan dengan penyembahan kepada kaisar Domitianus.

c. Perlawanan Orang Yahudi
Orang Yahudi adalah satu golongan terawal yang mendakwa Kekristenan dihadapan pemerintah Romawi, sehingga orang Yahudi menjadi ancaman nayata bagi jemaat. Pada konsili Jamnia tahun 90 orang Yahudi bersidang untuk mengakui jangkauan kanon PL, pada waktu bersamaan mereka mengutuk orang Kristen dalam doa :Delapan Belas Ucapan Syukur” sehingga mereka bertindak secara kejam kepada orang Kristen.

E. METODE PENAFSIRAN
Ada empat aliran interpretasi yang berkembang dan digunakan dalam menafsirkan kitab Wahyu yaitu aliran Preteris, Historis, Futuris, dan Idealis.
1. Pendekatan Preteris percaya bahwa “Wahyu hanyalah satu gambaran keadaan kekaisaran abad pertama.” Meski, seperti yang telah dijelaskan, kita tidak bisa memisahkan interpretasi kitab ini dari latar belakangnya (dengan demikian ada kebenaran dalam pendekataan ini), namun pandangan seperti ini tidak bisa dengan memadai menjelaskan semua data dalam kitab Wahyu, karena penulisnya menyatakan dengan gamblang bahwa kitab ini adalah tulisan yang menjelaskan masa depan (bdk. 4:1).
2. Pendekatan Historis “melihat kitab Wahyu sebagai satu presentasi simbolis keseluruhan sejarah gereja sejak awal abad pertama hingga akhir zaman.” Namun ada beberapa persoalan dengan pandangan ini. “Pertama, identifikasi yang pasti atas kejadian-kejadian sejarah dengan simbol-simbolnya tidak pernah bisa lengkap dibuat, bahkan setelah kejadian-kejadian tersebut terjadi. Kedua, para penafsir aliran historikal tidak pernah bisa dengan memuaskan menjelaskan mengapa satu nubuatan umum harus dibuat menguntungkan kekaisaran Romawi bagian barat. Ketiga, kalau memang pendekatan historis ini benar, maka prediskinya akan cukup mudah agar para pembacanya yang mula-mula bisa memahami apa maksudnya (bdk. 22:10).”
3. Pendekatan Futuris. Pendekatan ini adalah yang paling memuaskan karena: Pertama, kemungkinan bahwa 1:19 dimaksudkan untuk menjadi garis besar kitab ini; Kedua, istilah kedatangan Kristus yang kedua sebenarnya mendukung hal ini, karena “saat kejadian-kejadian ini mengarah pada suksesi yang dekat, orang akan mengingat apa yang terjadi sebelumnya dan berkata bahwa banyak dari kejadian ini masih harus terjadi di masa depan karena penggenapannya belum terjadi dan karena simbol-simbolnya merupakan pergantian kejadian-kejadian yang terjadi dengan cepat dan bukan merupakan satu proses yang lama”; dan Ketiga, “semakin seseorang menggunakan interpretasi literal, maka semakin ia akan menjadi seorang futuris.”
4. Pendekatan Idealis beranggapan bahwa, “Wahyu mewakili konflik abadi antara kebaikan dan kejahatan yang berlangsung di sepanjang masa, meski hal itu memiliki aplikasi tertentu bagi zaman gereja.” Namun sama seperti pandangan aliran preteris, pendekatan ini mengabaikan elemen prediktif dan historis dalam kitab ini. Singkatnya, “pandangan idealis memang memiliki banyak kebenaran. Kesalahannya tidak terdapat dalam apa yang ditegaskannya melainkan kebanyakan dalam apa yang dibantahnya.”
Pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan Wahyu 11:1-2 pada dasarnya adalah pendekatan futuris komparasi. Pendekatan ini juga dapat digunakan untuk menafsirkan kitab Wahyu secara menyeluruh, meski pendekatan preteris dan idealis tidak bisa sepenuhnya dikesampingkan karena nampaknya ini juga merupakan bagian dari tujuan penulisnya.






















II. ANALISIS TEKS, TERJEMAHAN DAN CATATAN TAMBAHAN

A. Perbandingan Terjemahan WAHYU 11:1-2

Teks dalam Bahasa Yunani Terjemahan LAI TB Terjemahan Harfiah (Penulis)
Wahyu 11:1 Kai. evdo,qh moi ka,lamoj o[moioj r`a,bdw| ( le,gwn\ e;geire kai. me,trhson to.n nao.n tou/ qeou/ kai. to. qusiasth,rion kai. tou.j proskunou/ntaj evn auvtw/|Å

Wahyu 11:2 kai. th.n auvlh.n th.n e;xwqen tou/ naou/ e;kbale e;xwqen kai. mh. auvth.n metrh,sh|j( o[ti evdo,qh toi/j e;qnesin( kai. th.n po,lin th.n a`gi,an path,sousin mh/naj tessera,konta Îkai.Ð du,Oå



11:1 Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.

11:2 Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar, janganlah engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya."

11:1 Dan diberikanlah kepadaku sebatang buluh seperti tongkat, berkata: bangunlah engkau dan ukurlah bait suci Allah itu dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.

11:2 Tetapi halaman sebelah luar dari Bait suci itu lemparkalah keluar dan jangan engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya.







B. TERJEMAHAN HARFIAH (Analisis Gramatika Kata Kerja Wahyu 11:1-2)
Ayat 1
Dan diberikanlah kepadaku sebatang buluh seperti tongkat, berkata : bangunlah engkau dan ukurlah bait suci Allah itu dan altar/mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.
Ayat 2
Tetapi halaman sebelah luar dari Bait suci itu lemparkalah keluar dan jangan engkau mengukurnya , karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya.

C. CATATAN TAMBAHAN
Metzger dalam A Textual Commentary On the Greek New Testament, Ed. Ke -2. hlm 671: memang ada kontruksi yang tidak biasa dengan mengatakan “The unusual construction of evdo,qh moi … le,gwn, calling for adjustment, was relieved in some witnesses ( 2 046 1854 2329 2351 al), followed by the Textus Receptus, by the insertion of kai. ei`sth,kei o` a;ggeloj before le,gwn.” Selanjutnya menurut David. E. Aune menyatakan terdapat problem Sintaksis sehingga sisipan “dan malaikat berdiri” adalah mempermudah dan memperjelas . Maka kontruksi kalimat menjadi “ dan malaikat berdiri berkata”. Sehingga dari kontruksi yang ditambahkan menjadikan lebih jelas bahwa yang berkata kepada Yohanes untuk mengukur itu adalah malaikat di dalam Wahyu 10. Kemudian kata kai di ayat dua digunakan sebagai adversative particle sehingga diterjemahkan yet, but : namun, tetapi.
III. KONTEKS, ULASAN BAIT SUCI DAN STRUKTUR WAHYU 11:1-2

A. KONTEKS
Para penafsir menempatkan bagian Wahyu 11:1-14 sebagai bagian yang paling sulit ditafsirkan. Akan tetapi hampir semua buku tafsiran (Osborne, Ben Witherington III, Mounce, Aune, De Heer dll), yang penulis baca setuju untuk menempatkan bagian ini sebagai interlud (selingan) kedua yang masih berhubungan dengan pasal sebelumnya yaitu pasal 10 yang berhubungan dengan tujuh sangkala (Why. 8:5-11:19). Bagian interlud yang pertama adalah pada pasal 7:1-17 (orang-orang kudus) yang berhungan dengan meterai. Hanya R.H. Charles yang menempatkan teks ini sebagai dua Fragmen yang berbeda dan tidak berhubungan dengan konteks sebelum dan susudahnya, sehingga menunjukkan bagian ini ditulis oleh penulis yang berbeda. Akan tetapi Kistemaker yang mengutip pandangan Wellhausen mengungkapkan bahwa perihal di atas hanyalah dugaan belaka. Faktanya, bagian yang satu bergantung bagian yang lainnya, sehingga mendukung bagian teks tersebut. Bagian Wahyu 11 merupakan bagian kedua yang melanjutkan bagian pertama tentang gulungan kitab yang terasa manis di mulut, tetapi terasa pahit dipercernaan (Why. 10:1-11) . Kemudian pada pasal 11 ada dua saksi yang bertugas menyampaikan berita tetapi mengalami perlawanan, perang dan kematian. Namun kematian mereka bukan berarti kekalahan, sebab mereka dibangkitkan kembali dan naik ke Surga. Yohanes sebelum mengkisahkan tentang kedua saksi tesebut ia lebih dulu mengkisahkan akan dua tugasnya untuk mengukur Bait suci Allah dan tidak mengukur bagian luar dengan alasan tertentu (Why. 11;1-2).
Dari berbagai informasi diatas jelas tidaklah mudah untuk memastikan dengan tepat mengenai konteks dan tafsiran. Namun juga sangatlah naif jika berpatokan pada klaim-klaim tertentu, yang tentunya masih perlu dianalasisa lebih dulu. Perihal yang paling penting berkaitan dengan konteks adalah tidaklah mungkin teks tersebut dipisahkan dari konteks teks sebelum dan sesudahnya. Kemudian tentunya Tuhan melalui Yohanes juga memperhatikan keadaan pada masa itu dan penerima tentu juga dapat mengerti atau mendapatkan manfaat dari apa yang dimaksudkan Yohanes.

B. ULASAN MENGENAI BAIT SUCI DALAM PERKEMBANGANNYA
1. Latar belakang Sejarah Bait Suci
Bait atau kuil yang paling tua yang dibangun oleh manusia adalah tempat dimana manusia menyembah atau beribadah kepada ilahnya. Menara Babel adalah bangunan pertama disebut Alkitab, yang mencakup adanya bait (Kej.11:4). Negeri Mesopotamia yang ditinggalkan Abraham terdapat banyak kuil/bait di tiap tempat yang dikeramatkan bagi dewa pelindungnya. Namun bapa-bapa leluhur Israel yang masih setengah mengembara tidak membangun bait/kuil khusus bagi Allah mereka. Allahlah yang menentukan segala sesuatu yang Ia berkenan, baik berkaitan dangan cara menyatakan diri-Nya dan tempat yang Allah berkenan. Allah kadang memberi tanda melalui penyembah-Nya baik itu berupa tugu atau mezbah (Kej. 22:9; 28:22).
Setelah Israel berkembang menjadi suatu bangsa baru dirasa penting bagi Allah untuk adanya tempat sebagai pusat ibadah, dan merupakan keharusan sebagai tempat untuk berkumpul umat-Nya yang menjadi lambang kesatuan mereka dalam beribadah kepada Allah. Pada mulanya dimulai dengan Kemah Suci ketika mereka di padang Gurun ( Kel. 25-28) dan juga tempat-tempat ibadah yang diakui selama zaman hakim-hakim (Yos.8:30; 24:1; 1 sam.1:3). Alphanya tempat ibadah sangat menggelisahkan hati yang di wakili oleh raja Daud (2 sam. 7:2). Namun dia tidak diperkenan untuk membangunnya dengan alasan tangannya ternoda oleh darah musuh-musuhnya. Barulah pada pemerintahan Raja Salomo pembangunan itu terwujud.

2. Bait Suci Bangunan Salomo (Skema Bait Suci Salamo terlampir).
Bait Suci yang dulu ada di tempat Bait yang sekarang yang disebut dengan “Haram esy-Syerif” di selah timur “kota tua Yerusalem” tidak diragukan. Tetapi berkaitan kepastian ( setepat-tepatnya) letak Bait Suci Salomo secara historis masih kurang pasti. Bagian yang paling tinggi sekarang ini dibagun Mazjid el-haram. Melalui usaha arkeologi yang dibiayai Palestine Exploration Fund bangunan Bait Suci Salamo tidak ada yang tinggal di atas tanah dan tidak didapati bekasnya. Ini kumungkinan terjadi karena perataan tanah di bukit itu pada saat pembangunan Bait Suci Herodes. Dasar atau kerangka gambar dasar Bait Suci salamo mengacu pad 1Raj. 6-7 dan 2Taw 3-4.
Kumunginan bahwa Bait Suci tersebut dekat dengan isatana raja ( 2 Raj. 16:18). Raja-raja Israel tidak dibatasi untuk masuk ke Bait Suci dan karena raja merupakan wakil YHWH sehingga seyogianya tinggal dekat rumah Allah. Pada saat itu Bait Suci difungsikan sebagai rumah ibadah (2 Raj 22:4) dan pembendaharaan dari harta jarahan sehingga dapat juga melambangkan keperkasaan dari kerajaan tersebut (2Raj. 12:4-15; 1Raj 14:26; 2Raj. 18:15; 1Raj 15:18; 2Raj 16:8). Pada akhirnya Bait Suci Salomo dirampas oleh Nebukadnezar (2 Raj. 25:9, 13-17). Akan tetapi pada saat itu orang Israel tetap datang ke tersebut untuk mempersembahkan korban (Yer. 41:5).

3. Bait Suci Yehezkiel
Di pembungan orang Israel dihibur dalam dukacita mereka (Mzm. 137) oleh penglihatan Bait Suci baru, yang dinyatakan melalui nabi Yehezkiel (Yeh. 40-41, Kr 571 sM). Rincian Bait Suci ini lebih banyak diberikan dari pada Bait Suci Salomo, walaupun bait Suci ini belum didirikan. Dalam hal Bait Suci ini yang sangat berbeda bukanlah gedungnya tetapi ukuran-ukurannya. Bangunan ini sangat kokoh dan dilengkapi gerbang yang kuat untuk mencegah masuknya non-Israel.

4. Bait Suci kedua
Usia Bait Suci kedua ini hampir 500 tahun, lebih lama dari Bait Suci pertama dan Bait Suci zaman Herodes. Kira-kira orang Israel kembali dari pembuangan ke tanah Israel tahun 537 sM dan membangun Bait Suci (Ezr.1;3:2-3,8-10). Pada masa Bait Suci ini tabut perjanjian sudah tidak ada karena hilang sehingga diganti ( 10 kandil zaman Salomo, pegangan lilin yang bercabang tujuh, meja roti sajian dan mezbah ukupan). Pada akhirnya apa yang ada diatas dijarah oleh Anthiokhus IV Efipanes, raja siria (175-163 sM). Yang mengakibat pembinasaan keji dan penempatan patung kafir pada 15 Desember 167 sM (1 Makabe 1:53). Golongan Makabe yang akhirnya menang menyucikan Bait Suci dan mengganti peralatan itu apada akhir thn 164 sM. Mereka mengubah daerah yang tertutup itu menjadi benteng yang begitu kuat, sehingga dapat bertahan terhadap pengepungan Pompius selama 3 bulan (thn 63 sM).

5. Bait Suci Bangunan Horedes
Pembangunan Bait Suci zaman Herodes yang dimulai pada wawl thn 19sM, lebih merupakan suatu upaya untuk memperdamaikan orang Yahudi dengan raja Idumea, dari pada untuk memuliakan Allah. Pembagunan Bait Suci tersebut terus berjalan sampai pada thn 64 M. Bangunan itu sangat kuat dan megah dan bangunan itu dari batu putih dan emas (Mrk. 13:1, Mat. 4:5), dan bagian-bagian tembok tersebut masih ada samapai sekarang.
Di halaman luar Bait Suci dikelilingi oleh tiang-tiang, yang berdiri dipelataran bangunan dalam. Serambi Salomo melintang di sebelah timur (Yoh. 10:23;Kis. 3:11;5:12). Di antara tiang-tiang inilah dilaksanakan sekolah ahli Taurat dan perdebatan-perdebatan (Mrk.11:27; Luk. 2:46;19:47). Dan disitu juga berjejer meja-meja penukar uang dan tempat-tempat pedagang (Luk. 19:45-46;Yoh. 2:14-16).
Kemudian terdapat bagian tempat bagi pengunjung non-Yahudi dan juga terdapat peringatan-peringtan keras bagi mereka yang melanggar masuk ke dalam, dimana tidak ada pertanggujawaban mengenai kematian non-Yahudi. Selanjutnya ada bagian tempat bagi para perempuan dan sehelai tirai penyekat antara tempat kudus dan tempat maha kudus (Mat. 27:51; Mrk. 15:38,bdg. 2Taw 3:14). Pada akhirnya Bait Suci ini dihancurkan oleh tentara Roma pada tahun 70 M. peralatan-peralatan dibawa ke Roma sebagai tanda kemenangan.



6. Bait Suci dalam Perjanjian Baru
Dua kata bahasa Yunani yang dipakai untuk Bait Suci yaitu Hieron dan Naos. Hieron menunjuk kepada kumpulan gedung-gedung yang seluruhnya membentuk Bait suci yang di Yerusalem. Naos khusus menunjuk ke tempat kudus yang ada di dalamnya. Kemudian dalam perkembangannya Naos dalam PB oleh para penulis merujuk pada penggambaran Gereja sebagai Bait Suci. Namun dalam Injil kata Naos juga dipakai dalam pengertian Hieron (Mat. 27:5;Yoh.2:20. Pemakain seperti ini juga ada daam Herodotus (2:170) dan Yosepus (BJ 5:207-211). Berkaitan dengan Bait Suci yang dipakai secara kiasan harus dibandingkan dengan pemakain “rumah, bangunan (oikodome), kemah (skene), tempat tinggal (katoiketerion). Dan secara harfiah Bait Suci dalam PB bdg. “rumah”(oikos) dan “tempat” (topos). Uraian singkat tentang Bait Suci dalam PB yaitu sebagai berikut:
a. Bait Suci dalam Kitab-kitab Injil
Sikap Tuhan Yesus terhadap Bait suci yang di Yerusalem mengandung dua sisi yang bertentangan. Sisi yang pertama sangat menghormati dan sisi kedua Ia menganggapnya tidak begitu penting (Mat. 12:4;Yoh.2:16; Mat. 23:17,21; Yoh.2: 17; Luk. 19:41) bdg. (Mat.12:6; Mrk. 11:12-26;13:1;14:57;15:29). Sikap Tuhan Yesus tentunya ada alasannya namun perihal ini membawa dampak permusuhan dengan pepimpin agama, dan Yudaisme yang tidak mau bertobat maka harus dihukum (Mrk.12:1-12). Bait Suci Yerusalem akan runtuh dan Tuhan Yesus akan membangun kembali Bait Suci (Mrk. 14:58;15:29). Kematian Tuhan Yesus mengakibatkan Bait Suci Yerusalem telah diganti, dan kebangkitan-Nya menempatkan yang lain sebagai gantinya. Yaitu gereja akhir zaman, milik Tuhan Yesus, mesias itu (Mat.18:20; Yoh.14:23).
b. Bait Suci dalam Kisah Para Rasuli
Di dalam Kisah Para rasul, para rasul masih beribadah ke Bait Suci di Yerusalem (Kis. 2:46;3:1;5;12,20.bdg. Luk.24:53). Namun melalui sikap Stefanus, kesadaran akan sikap terhadap bait Suci di Yerusalam mulai berubah (Kis 6:11);Kis.7). dasar sikap ini adalah Kis. 15:13-18. Dalam bagian ini sudah nampak bayangan dari ajaran tentang gereja sebagai Bait Suci Allah yang baru yang begitu jelas dalam surat-surat kiriman.
c. Bait Suci dalam surat-surat kiriman
Ajaran tentang gereja sebagai realisasi Bait Suci Mesianik yang terkandung dalam eskatologi PL dan eskatologi antar perjanjian sangat menonjol dalam tulisan-tulisan Paulus (1Kor.3:16-17;6:19;2Kor. 6:16-7:1;Ef.2:19-22.bdg.Im 26:12;Yeh.37:27) yang sudah bisa diterapkan dalam eskatologi Yahudi kepada Bait Suci zaman Mesias (Yobel 1:17). Dampaknya orang percaya (Yahudi dan non Yahudi) dituntut hidup kudus (2Kor.7:1;1Kor.6:18) yang dinyatakan dalam kesatuan komunitas (1Kor. 3:5-17 bdg. Yes.57:19; dan 9:7).
Israel dan bangsa-bangsa di persatukan untuk beribadah (Yes 2:2; Mi. 4:1;Henokh 90:29). Kalimat yang berkata bagunan itu “tubuh’ (auksein) menjadi Bait Allah merupakan penggabaran yang baru namun “adalah dua bait” dan “tubuh” adalah dua istilah ide gereja yang hampir searti (Ef. 2:19-22). Jadi dapat dikesimpulankan bahwa Gereja adalah tempat kudus Allah sehingga orang percaya harus hidup kudus sebagai korban dan beriman.
d. Bait Suci dalam Ibrani dan Wahyu
Tempat kudus yang di Surga adalah contoh (typos), artinya yang asli (Kel. 25:8), dan dipakai oleh orang Yahudi adalah suatu gambaran dan bayangan (ibr. 8:5; 9:24; 6:9-20). Tuhan Yesus adalah iman besarnya, berarti walaupun orang percaya masih di bumi ini, sudah turut dalam dalam ibadah itu (Ibr. 10:19;12:23). Bait Suci Sorgawi adalah gereja yang sudah menang (Ibr.9:23; 12:23 bdg.Bil.7:1). Dalam Kitab Wahyu, Bait Suci Sorgawi adalah bagian dari pengrohanian yang dilakukan Yohanes. Bait Suci ada dua yaitu yang ada di Sorga dan yang ada di bumi (Why. 14:1;21:10; 3:12;21;2 “Yerusalem baru’). Bait Suci yang di bumi adalah Gereja yang diukur dan dilindungi Allah. (Why. 11:1).
Pengrohanian Bait Suci menunjuk bahwa Bait Suci bukanlah bangunan yang indah (fisik), tetapi merupakan kumpulan orang-orang yang telah ditebus (Why. 14:1;13:16;3;12;12;6;11:19; 14:15;15;5-16:1 bdg. Ef. 2:21 bdg. Yes.66:6;Mi.1:2;Hab.2:20).
Kemudian di Yerusalem baru tidak ada Bait Suci lagi karena seluruh Yerusalem baru adalah Bait Suci dan itu adalah Allah dan Anak domba yaitu Anak-Nya. Jadi penyataan secara progresif tentang Bait Suci menunjuk kepada tempat berdiam Allah yang tak lain adalah Allah sendiri. Sehingga segala pemisah antara menusia dan Allah disingkirkan, sampai tidak ada satupun yang dapat menyembunyikan Allah dari umat-Nya, dan umat-Nya akan melihat wajah-Nya (Why. 21:22, 16;11:19;21:3;22:3 bdg. I Raj. 6:20; Yes 25:6).

C. STRUKTUR
Perintah untuk mengukur Bait suci Allah (1-2)
1. Yohanes diberi alat untuk mengukur (1a)
2. Perintah Ganda: Apa yang harus diukur dan yang tidak harus diukur (1b-2)
2.1 . Apa yang harus diukur (1b)
2.1.1 Bait Allah
2.1.2 Mezbah
2.1.3 Mereka yang beribadah didalamnya
2.2. Apa yang tidak harus diukur (2)
2.2.1. Area : Halaman sebelah luar (2a)
2.2.2. Lokasi : Sebelah luar bait Allah(2a)
2.2.3. Alasan (2b) :
2.2.3.1. Diberikan kepada bangsa-bangsa lain
2.2.3.2. Mereka akan menginjak-injak kota suci selama 42 bulan.

























IV. TAFSIRAN WAHYU 11:1-2

Perintah ganda kepada Yonahes (1-2)

Ayat 1
Dan diberikanlah kepadaku sebatang buluh seperti tongkat, berkata: bangunlah engkau dan ukurlah bait suci Allah itu dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.
Perintah Untuk Mengukur Bait Suci
Dan diberikanalah kepadaku merupakan terjemahan dari kata Yunani:Kai. moi ( kai edothe moi). Kata evdo,qh merupakan kata kerja aoris indikatif pasif orang ke-3 tunggal dari kata dasar didwmi yang diterjemahkan: “was given”: diberikanlah. Selanjutnya modus indikatif diatas secara gramatikal mengekspresikan sebuah kondisi realita yang actual , perihal tersebut dikarenakan kata kerja indikatatif tersebut tidak diikuti dengan  (an) . Kemudian kata moi merupakan pronoun personal dative singular dari evgw, yang diterjemankan “kepadaku” maka menunujuk kepada Yohanes yang menerima sebatang buluh (kalamos) seperti tongkat.
Berkaitan fungsi alat yang diberikan kepada Yohanes tersebut menjadi jelas ketika muncul perkataan (le,gwn : Kata kerja kini partisif aktif nominatif maskulin tunggal dari kata dasar legw : Say : berkata/mengatakan “penentu predikatif: tidak didahului kata sandang). Isi perkataan itulah yang memperjelas maksud dari pemberian tersebut yaitu berupa perintah kepada Yohanes yaitu “bangunlah dan mengukurlah Bait suci Allah, mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya. (e;geire kai. me,trhson to.n nao.n tou/ qeou/ kai. to. qusiasth,rion kai. tou.j proskunou/ntaj evn auvtw/|Å). Akan tetapi dalam bagian di atas belum diketahui siapakah subjek yang memberi Yohanes buluh seperti tongkat dan dilanjutkan dengan memberi perintah untuk “ bangun dan mengukur”. Namun melalui kesatuan teks dan analisis teks yang berkaitan dengan varian teks dibagian pendahuluan menolong kepada pembaca, adalah sangat mungkin subjek yang memberi buluh dan perintah kepada Yohanes tersebut adalah malaikat sorgawi di dalam Why. 10 :1-11.
Dalam PL ada juga peristiwa yang sejajar dengan peristiwa di dalam Why. 11:1. Dimana Yahweh berbicara kepada nabi-nabi-Nya berkaitan dengan pemulihan yang akan terjadi terhadap Yerusalem. Area baru Bait suci yang akan lebih luas dari yang sebelumnya melalui penglihatan seorang laki-laki dengan tongkat pengukur . Tali pengukur tersebut akan digunakan mengukur Bait suci dan pelataran (Yeh. 40-43; Za. 2:1). Kemudian dalam PB peristiwa yang sejajar terdapat pada peristiwa pengukuran Yerusalem baru. Alat yang dipakai mengukur adalah tongkat emas dan yang mengerjakan adalah malaikat (Why.21:15). Tongkat dalam PL dan PB sangat sering digunakan secara metapora menunjuk kepada suatu otoritas atau kuasa (Kej 49:ak.5:14;Bil.17,Maz 45:6;Ibr 1:8 dan Mat.27:29). Terutama dalam nubutan-nubutan dalam PL digunakan sebagai tanda akan adanya hukuman tetapi juga sebagai tanda keselamatan yang akan datang setelah hukuman. Demikian pula dalam Why.12:5 merunjuk kepada Tuhan Yesus yang memiliki otoritas dalam memerintah. Jadi dapat disimpulkan berkaitan dengan alat ( buluh seperti tongkat) yang diberikan kepada Yohanes merupakan simbol otoritas atau kuasa Allah untuk menentukan batas yang Allah kehendaki.
Kemudian perintah pertama adalah tongkat tersebut digunakan untuk mengukur Bait suci, mezbah dan mereka yang beribadah didalamnya. Kemungkinan besar latar belakang peristiwa ini adalah peristiwa yang terjadi dalam PL (Yeh. 40-42 dan Za. 2:1). Walupun memang ada yang memberikan alternatif lain yaitu Im. 16 seperti yang dijelaskan oleh Kistemaker. Berkaitan dengan peristiwa pengukuran yang terjadi dalam PL tersebut merujuk kepada tindakan Allah yang berkenan melindungi. Baldwin memberikan judul ketika mengomentari dan menjelaskan Za. 2:1-13 sebagai “Jerusalem has a divine protector”. Perihal yang sama diberlakukan oleh Osbrone terhadap Why.11:1-2 dengan menyebutnya sebagai “the divine protection of God’s people”. Jadi pengukuran melalui sebatang buluh seperti tongkat memiliki arti “perlidungan Ilahi yang Allah lakukan terhadap Bait Suci, mezbah dan orang yang beribadah di dalamnya dan membatasi bagian yang kudus dari yang najis. Yohanes bertugas untuk menjalankan amanat agung itu sehingga memberikan rasa aman dari orang-orang yang akan menginjak-injak kota suci.
Selanjutnya mengenai Bait Suci terdapat beberapa tafsiran yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
a. Tafsiran secara harfiah menafsirkan bait suci Allah sebagai bait suci Allah Yerusalem sebelum kehancuran tahun 70 M. Kota Suci adalah Yerusalem di timur tengah dimana bangsa Israel berada sekarang. Namun kata Yerusalem tidak muncul dalam pasal ini, tetapi “Kota suci” dan dalam kitab wahyu istilah ini lebih bermana simbolis dari pada hurufiah. Dimana “kota suci” menujuk kepada Yerusalem baru dan tempat tinggal kekal orang percaya.(21:2,10;22:19). Perlu diperhatikan disepanjang kitab Wahyu selalu mengkiaskan istilah ini, sehingga perlu banyak mempertimbangkan jika mengharfiahkan.
b. Masih merupakan tafsiran harfiah yang berpendapat bahwa Bait suci Allah akan benar-berdiri sebelum atau menjelang Kristus kembali. Namun tidak ada data dalam Perjanjian baru yang bisa mendukung pemulihan Bait suci Allah di Yerusalem.
c. Tafsiran profetis dengan berita pengharapan dan keselamatan bagi komunitas Kristen Yahudi di zaman Yohanes. Namun perlu dipertibangkan karena kitab Wahyu ditulis bagi jemaat universal.
d. Menafsir berdasarkan Teologi/pengajaran Tabernakel. Dimana seluruh Alkitab PL dan PB dilihat dalam susunanTabernakel. Jadi bagian pasal 11 diletakkan dalam susunan tabernakel yaitu di ruangan maha kudus dalam bagaian peti perjanjian. Berkaitan dengan bait suci Allah, cara menafsir ini menerapkanya kepada orang percaya. Orang percaya tersebut dilihat dalam terang tabernakel Musa maka dibagi dalam tiga kategori atau tingkatan yaitu halaman (bertobat, lahir baru dan dibabtis air), ruang kudus (kehidupan rohani:bertumbuh dalm Firman Allah, menjadi terang dan hidup dalam doa), dan ruang maha kudus ( hidup dalam penyaliban sepenuh dan hidup dalam kemuliaan). Kehidupan rohani orang percaya dilihat dari dasar pemikiran trikotomi (tubuh, jiwa dan roh). Sehingga setiap orang percaya harus menjalani tiga tingkatan untuk mencapai kesempurnaan. Jelas perihal ini bertentangan dengan ajaran Alkitab karena orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus tidak dipandang dalam tingkatan (dibagi-bagi). Akan tetapi mereka semua adalah ciptaan baru yang memang harus bertumbuh.
e. Salah satu tafsiran yang berkembang di Indonesia dan khususnya pada kalangan pentakosta dan kharismatik hampir semua bertolak dari pengajaran tabernakel diatas. Namun dalam perkembangannya ada kelompok yang menafsirkan kitab wahyu secara “vision” yang diperoleh oleh satu atau lebih hamba Tuhan tertentu dalam kelompok yang sedang bersekutu. Kemudian pada akhirnya dijadikan doktrin sekolah Alkitab yang tentunya mempenagaruhi gareja yang dilayaninya. Misal :Sekolah Alkitab Tiranus Filadelfia Manado. Bait Allah yang dimaksud dalam bagian ini adalah Tabernakel yang terdiri dari:
1. Tabernakel bangunan fisik yang terdiri dari ruang suci dan maha suci (Kel. 25:8-9).
2. Tabernakel (pribadi),(1Kor. 3:16).
3. Tabernakel (jemaat), ( Ef. 2:20-22;I Kor 3:16). Bait Allah ini disoroti dari sudut pandang Gereja Awal dan Gereja Akhir yang bertolak dari (Kis 2:37:38). Sehingga membagi dalam tiga kategori yang merupakan progresifitas menuju kesempurnaan yang harus dilewati oleh orang percaya yaitu bertobat, dibaptis dan beroleh anugerah Roh kudus (bahasa Roh, nubuat, penglihatan dan mazmur). Kota suci diartikan sebagai Yerusalem di timur tengah dan gereja Tuhan yang telah dukuduskan. Pandangan ini sejalan dengan pandangan sebelumya, maka juga tidak tepat.
f. Tafsiran kiasan melihat bait Allah sebagai Gereja (jemaat yang menyembah), padangan ini dianggap lebih baik oleh Johnson dengan ungkapan “it is better to understand John as referring in chapter 11 to the whole Christian community”. Tafsiran ini adalah yang paling memungkinkan karena sesuai konteks pasal 11:1-13 yang bersifat simbolis. Perlu dimengerti bahwa simbolisme bukan merupakan penyangkalan terhadap sejarah, tetapi metode pengiasan untuk mengkomunikasikan realitas. Kata to.n nao.n tou/ qeou/:Bait Suci Allah, Kata nao.n sendiri berasal dari kata dasar nao. yang diterjemahkan dengan temple : Bait/kuil dan digunakan kurang lebih 25 kali. Dalam PB kadang digunakan dengan maksud yang sama dengan kata hieron (Hieron) yang menunjuk kepada komplek Bait Suci, namun Naos lebih sering digunakan untuk tempat kudus yang ada di dalamnya. Dan dalam nas ini menunjuk kepada ruang kudus dan maha kudus, yang sudah tidah dibatasi lagi dengan tirai, sehingga semua ruangan menjadi ruang maha kudus. Peristiwa itu terjadi saat kematian Tuhan Yesus (Mat.27:51).
Area diatas menunjuk kepada hadirat Allah, dimana Dia tinggal bersama- bersama dengan orang-orang kudus, baik itu yang sudah meninggal dan yang masih hidup yaitu yang ada di Surga dan yang ada di bumi sebagai umat tebusan-Nya (Ibr. 9:12;Why. 14:1;13:16;3;12;12;6;11:19; 14:15;15;5-16:1 bdg. Ef. 2:21;1Kor.3:9 bdg. Yes.66:6;Mi.1:2;Hab.2:20). Di dalam jemaat yang beribadah Allah bertemu umat-Nya menerima pujian dan penyembahan mereka, demikian pula umat-Nya menikmati janji-janji Allah. Yohanes dalam mengukur bagian tersebut langsung dihubungkan dengan orang yang beribadah di dalamnya. Berapa jumlah orang tersbut tidak deberikan oleh karena sangat banyak dan tak ada yang mampu menghitungnya.
Arti penting dan signifikansi pengukuran mezbah (qusiasth,rion) mezbah tersebut tentunnya adalah pebakaran ukuban yang berada di ruang kudus, bukan mezbah korban bakaran yang ada di luar bangunan. Karena Yohanes tidak diperintahkan mengukur pelataran luar (ay 2; Why.6:9;8:3,5:9:13;14:18;16:7). Mezbah korban bakaran tidak dibicarakan karena fungsinya sudah berakhir, yang disebabkan oleh kematian Tuhan Yesus. Jadi yang maksud mezbah adalah doa-doa orang telah percaya kepada Tuhan Yesus (Why.8:3,5), dan ketika diukur oleh Yohanes menandakan bahwa setiap orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus memiliki dan menikmati akses langsung kepada Allah, sehingga mereka ( orang yang beribadah) berada dalam perlindungan ilahi dan pemeliharaan Allah secara kekal dari serangan para perusak (Penginjak-injak kota suci).

Ayat 2
Tetapi halaman sebelah luar dari Bait suci itu lemparkalah keluar dan jangan engkau mengukurnya , karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya.

Perintah kedua Yohanes adalah tidak mengukur area halaman sebelah luar (kai th.n auvlh.n th.n e;xwqen) dan lokasi itu adalah sebelah luar bait Allah (tou/ naou/ e;kbale e;xwqen). Terjemahan harfiahnya adalah “Tetapi halaman sebelah luar dari Bait suci itu lemparkalah keluar”. Menurut penulis terjemahan harfiah lebih tepat dan tegas, bukan berlebihan. Bahwa Yohanes harus mejalankan perintah ganda : Mengukur Bait Suci, Mezbah dan orang yang beribadah di dalamnya dan Yohanes diperintahkan untuk melemparkan keluar (e;kbale e;xwqen), kata e;kbale adalah kata kerja aoris imperaktif aktif orang ke-2 tunggal dari kata dasar ekballw :throw/cast out:lemparkalah. Perintah kedua adalah berlawan dengan perintah pertama, perihal ini nyata dari kata kai di ayat dua digunakan sebagai adversative particle sehingga diterjemahkan yet, but : namun, tetapi. Ini adalah cara Allah untuk membuat pembatasan antara umat Allah yang telah dikuduskan oleh karya Kristus dengan orang-orang yang najis ( Yes.29:13; Mat.13:8-9 “ tidak kudus”).
Perintah ini jelas bahwa Yohanes harus melemparkan keluar orang-orang yang tidak berada di wilayah Bait Suci yaitu yang berada di halaman dan masih terus-menerus memfungsikan mezbah korban bakaran tetapi menolak pengorbanan Tuhan Yesus Kristus dan pasti tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat (Mesias). Perihal ini berlaku kepada orang Yahudi dan non-Yahudi yang tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka harus dilemparkan keluar dan tidak diukur yang berarti mereka tidak mendapatkan perlidungan ilahi dan pemeliharaan Allah. Kondisi ini menunjukan bahwa mereka akan menerima hukuman kekal karena ditolak oleh Allah. Kistemaker menjelaskan bahwa pengulangan kata e;xwqen dalam (ay 2) menyiratkan penegasan akan finalitas penolakan Allah kepada orang najis. Segala usaha yang mereka lakukan dalam kedok ibadah adalah sia-sia karena penuh dengan kemunafikan. Hanya mereka yang dikuduskan memiliki meterai Allah sehingga mereka diukur yang berarti dilindungi dan orang-orang najis yang menolak untuk bertobat, mereka tidak diukur berarti ditolak lalu dihukum (Why.9:4;22:14 bdg. Why. 9:20-21;22:15). Mereka yang disebut di atas inilah yang selanjutnya dilarang untuk diukur “kai. mh. auvth.n metrh,sh|j” kata metrh,sh|j adalah Kata kerja aoris subjungktif aktif orang ke-2 tunggal dari kata metrew : to measure : mengukur. Kata kerja subjungtif yang didahului dengan mh. memiliki tujuan yang berupa perintah negatif yaitu larangan. Jadi yang harus dilakukan Yohanes adalah jangan mengukur bagian halaman karena telah dilemparkan yang berarti telah ditetapkan oleh Allah untuk ditolak.
Selanjutnya yang menjadi alasan terhadap peristiwa di atas adalah : mereka “telah diberikan” (Kata kerja aoris indikatif pasif orang ke-3 tunggal dari kata dasar didwmi: to give: telah diberikan) kepada bangsa-bangsa lain dan akan mereka akan menginjak-injak (Kata kerja future indikatif aktif orang ke-3 jamak dari kata dasar patew : tread or tread under foot: akan menginjak-injak atau menginjak-injak dengan kaki) Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya.
Mereka “tidak diukur” yang berarti “tidak dilindungi oleh Allah”. Mereka akan menjadi milik bangsa-bangsa lain yaitu mereka yang akan meninjak-injak kota suci yang adalah umat Allah yaitu orang-orang kudus yang berasal dari segala bangsa, kaum dan suku yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Jadi mereka yang tidak diukur akan bersatu dengan bangsa-bangsa lain dan akan menginjak-injak selama 42 bulan. Menginjak-injak menunjuk kepada tindakan yang menyakiti sehingga mengakibatkan adanya suatu pengniayaan kepada umat Allah yang adalah jemaat-Nya. Masa penganiayaan berlansung selama 42 bulan adalah bukan menunjuk kepada waktu yang harfiah tetapi menunjuk bahwa masa penganiayaan kepada orang percaya yang tidak kekal atau terbatas. Osborne menekankan berkaitan dengan periode itu sebagai pemeliharaan secara rohani bagi orang percaya atas datangnya aniaya besar, dengan kalimat: “the stress is on the preservation of the saints spiritually in the coming great perse¬cution”. Aune juga mempunyai pendapat yang sama dengan ungkapan “ it assures support in trough sueffring and death and protection from spiritual danger”. Penekanan yang sama juga diungpakan oleh Witherington III yaitu “This comports with the view that spiritual protection, not necessarily protection of their physical temples, is what is being promised here”. Perihal ini menujukkan bahwa sebagai umat yang mendapatkan perlindungan ilahi dari Allah yang semetara ini tinggal di bumi, masih dapat mengalami aniaya secara fisik, tetapi ronahinya tidaklah demikian karena dijamin oleh Allah . Orang percaya di bumi ini senatiasa mendapatkan tantangan dari si anti-Kristus, dan dalam koteks kitab Wahyu ditunjukan di dalam surat kepada ketuju jemaat di Asia kecil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bait Suci Allah adalah umat Israel yang percaya kepada Yesus Kristus dan Gereja Perjanjian Baru (Jemaat Allah). Halaman yang dilemparkan keluar dan tidak diukur adalah menunjuk bangsa Israel yang menolak Tuhan Yesus Kristus dan bersatu dengan seluruh dunia yang melawan Allah (bukan orang percaya). Namun melalui perlidungan Ilahi itu pula umat Allah yaitu orang percaya mendapat penghiburan bahwa mereka dapat menang dari penganiayaan besar tersebut. Sehingga tidak akan sanggup memisahkan orang percaya yaitu gereja Tuhan dari kasih Allah, karena Allah adalah pembela dan dipihak orang percaya (Rm.8:31-39). Solideo Gloria.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penyelidikan penulis maka dapat disimpulkan bahwa, bagian Wahyu 11:1-2, adalah merupakan perintah ganda yang diberikan kepada Yohanes. Perintah ganda tersebut terdiri dari perintah positif sehingga membawa dapak positif dan perintah negatif yang membawa dampak negatif pula. Untuk mendiskripsikan bagian ini, penulis menggunakan dua istilah yaitu; Divine protection (Perlidungan ilahi) dan Divine rejection (Penolakan ilahi).

A. DIVINE PROTECTION ( Perlindungan Ilahi )
Perintah positif yang diberikan yaitu Yohanes diperintahkan untuk mengukur: Bait Suci, mezbah dan orang-orang yang beribadah didalamnya. Mengapa dikatakan sebagai perintah positif ? Karena Bait suci, mezbah dan orang-orang yang beribadah mengambarkan orang percaya yang beribadah yaitu Gereja Tuhan. Lalu Pengukuran mengambarkan perlindungan Ilahi yang Allah lakukan untuk memelihara gereja-Nya dari tantangan yang muncul, dari para penganiaya yaitu anti-Kristus yang berasal dari bagian yang dilemparkan Yohanes. Sehingga sebagai konsekwensinya tidak diukur dan diberikan kepada bangsa-bangsa lain. Inilah “ divine protection” yang Allah telah tetapkan bagi orang percaya secara pribadi atau kelompok yaitu Gereja Tuhan. Dengan demikian pandangan yang bertolak dari teologi Tabernakel dan Vision. Dimana membagi 3 tingkatan bagi orang percaya adalah tidak tepat diberlakukan untuk menafsirkan bagian ini. Pandangan ini menyatakan bahwa orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus tingkat pertama (pertobat dan dibaptis) mereka masih di bagian halaman karena itu tidak diukur. Sehingga masih dapat menjadi murtad bahkan menjadi anti-Kristus adalah tidak tepat. Mengapa demikian? Karena dengan jelas Alkitab menyatakan bahwa ketika kematian Tuhan Yesus Kristus tirai pembatas antara ruang kudus dan maha kudus terbeleh dua. Sehingga tidak ada lagi pembagian ruang, yang ada hanya ruang maha kudus (Mat. 27:51). Selanjutnya memang Rasul Paulus memakai 3 istilah dalam bahasa Yunani tetang keberadaan orang percaya yaitu: anthropos sarkikos (manusia daging) tetapi diterjemahkan dengan “manusia duniawi”(1Kor.3:1,3). anthropos psikhikos (manusia fisik/alami) yang terjemahkan sama dengan anthropos sarkikos yaitu “manusia duniawi” (1Kor. 2:14). Dan yang terakhir anthropos pneumatikos (manusia roh) yang terjemahkan dengan “manusia rohani” (1Kor.2:15). Perihal ini menunjuk kepada “manusia duniawi” yang diparadoksakan dengan anthropos pneumatikos yaitu “manusia rohani”. Akan tetapi Paulus memakai kata anthropos sarkikos dan anthropos psikhikos dengan maksud yang berbeda bukan sinonim. Anthropos psikhikos adalah bukan orang percaya di Konrintus. Namun Paulus melihat orang percaya di Korintus dalam terminologi kanak-kanak dan dewasa dalam terminilogi itu ialah anthropos sarkikos dan anthropos pneumatikos. Tentunya jika akan diterapkan seperti pola tabernakel terhadap tafsiran Wahyu 11: 1-2 padangan tersebut menjadi gugur dengan sendirinya (karena orang percaya tidak di bagi 3 tipe pembedaan tetapi 2).

B. DIVINE REJECTION (Penolakan Ilahi)
Perintah negatif yang diberikan kepada Yohanes adalah melemparkan bagian halaman luar dan tidak boleh mengukurnya. Peristiwa ini merupakan penggambaran akan penetapan Allah yang menolak orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, baik itu orang Yahudi dan non- Yahudi (bangsa-bangsa lain). Penolakan itu dibuktikan dengan tidak mengukurnya yang menggambarkan bahwa mereka tidak mendapatkan perlindungan ilahi. Sehingga mereka akan bersatu bersama-sama bangsa-bangsa lain untuk melawan Allah yang dinyatakan dengan menginjak-injak kota suci yaitu Gereja Tuhan yang terdiri dari kumpulan orang percaya. Orang-orang yang ditolak itu memang masih dapat melakukan aniaya kepada Gereja Tuhan. Kondisi ini adalah atas seijin Allah. Akan tetapi mereka tetap dibatasi oleh Allah oleh karena Allah akan melindungi milik kepunnyaan-Nya. Maka menjadi jelas bagian yang ditolak adalah merupakan penetapan Allah sendiri. Ini merupakan bagian dari murka Allah atas orang yang tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus sehingga dipersiapkan untuk mendapatkan penghakiman dan pengukuman kekal. Ada anti-Kristus yang akan mendatangkan aniaya besar bagi orang percaya tetapi itu bukan orang percaya seperti anggapan penafsir kitab Wahyu dalam terang susunan Tabernakel.








VI. IMPILKIKASI BAGI ORANG PERCAYA MASA KINI

Setelah mengetahui hasil menyelidikan dan kesimpulan dalam bentuk pemaparan di atas maka muncul pertanyaan. Apa implikasinya bagi orang percaya yaitu gereja Tuhan di masa kini? Tentunya bagian Wahyu 11:1-2 yang tadinya dihindari oleh karena dianggap bagian yang sulit dari Kitab Wahyu untuk ditafsirkan adalah suatu fakta. Akan tetapi sesungguhnya bagian yang sulit ini setelah diselidiki memberi manfaat yang luar biasa bagi orang percaya, karena memberi penghiburan bagi Gereja Tuhan di dunia ini, terlebih bagi Gereja Tuhan di Indonesia. Kondisi yang minoritas menjadikan Gereja Tuhan di Indonesia sering mendapatkan tekanan bahkan penganiayaan dari si anti-Kristus. Sehingga Gereja Tuhan senantiasa hidup dalam ketegangan yang luar biasa. Terlebih baru-baru ini diterbitkan buku dari kalangan Muslim moderat yaitu “ Ilusi Negara Islam “Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia” yang menyatakan sekarang ini muncul gerakan besar dari Islam garis keras dan sudah menyebar keseluruh pelosok tanah air. Kemudian di sisi lain di kalangan Kristen sendiri dalam mengatasi kompliks masyarakat plurarisme dan umat Kristen berada, memunculkan teologi pluralisme yang bertentangan dengan iman Kristen sejati supaya bisa aman dan nyaman di dunia ini dan khususnya di Indonesia.
Sungguh menjadi nyata betapa beratnya mempertahankan iman yang murni di tengah bangsa dengan kondisi yang demikian. Tetapi Yohanes memberikan orang percaya perhiburan yang sejati melalui kitab Wahyu karena siapa yang membaca, mendengarkan dan melakukan apa yang di samapaikan Kitab Wahyu bukan menjadi takut, tetapi akan berbahagia.
“Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat.”Why.3:3
Dengan demikian, berkaitan dengan implikasi Wahyu 11:1-2 bagi orang percaya masa kini, penulis buat dalam point-point, yaitu sebagai berikut:
1. Orang percaya harus senantiasa bersyukur kepada Allah, karena hanya melalui kasih-Nya di dalam Yesus kristus orang percaya mendapatkan jaminan perlidungan ilahi (Why.1:5-6; 11:1-2).
2. Orang percaya akan semakin sadar dan memuliakan Allah. Oleh karena melalui bagian Wahyu 11;1-2 menunjukan akan eksistensi Allah yang ada Alfa dan Omega. Allah yang ada dan sudah ada dan yang akan datang (Why.1:4,8). Allah adalah pembuat dan penguasa sejarah.
3. Orang percaya yang merupakan Bait Suci, harus hidup di dalam kekudusan dan menjaganya dengan segenap hati, karena orang percaya adalah umat yang dikuduskan dan berada dalam area hadirat Allah yang maha kudus. Seluruh sikap orang percaya harus merupakan ibadah kepada Allah (1Ptr 1:13-16).
4. Orang percaya hendaknya senantiasa sadar dan waspada, karena walaupun orang percaya berada dalam perlidungan Ilahi, tetap atau masih dapat mengalami penganiayaan dari anti-Kristus, yaitu orang-orang yang telah ditolah Allah dan tidak dilindungi. Sehingga menjadi nyata ketika mereka tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus Kristus selama masih tinggal di dunia ini. Jikalau orang percaya harus mengalami kematian karena imannya itu bukan untuk membayar dosa, melainkan kematian dari segala dosa dan untuk masuk kedalam hidup yang kekal sehingga merupakan keuntungan (Flp. 1:21; 1Kor. 5:8). Karena orang percaya dari kematian tersebut akan mengalami kebangkitan (Flp.3:21) oleh sebab itu orang percaya jangan takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi tidak dapat membunuh jiwa (psyche); tetapi takutlah kepada Allah (Mat.10:28). Ajaran mereka adalah disimpan untuk hari penghakiman dan penghukuman kekal.

5. Orang percaya hendak tidak usah takut akan aniaya tersebut, penderitaan karena Kristus adalah bagian dari kasih karunia(1Ptr.2:18-25). Anti-Kristus bukanlah tanpa batas (waktu dan kuatnya penganiayaan), karena tidak ada satu kuasa pun yang sanggup memisahkan orang percaya dari kasih Kristus dan tidak ada pencobaan yang melebihi kekutatan kita ( Rm. 8:31-39;1Kor. 10:13).
6. Orang percaya hendaklah memulikan Allah kerena hidupnya telah terjamin dengan sikap yang teguh dalam iman, tidak goyah dan giat selalu dalam perkerjaan Tuhan. Orang percaya seyogianya semakin giat melaksanakan amana Agung Tuhan Yesus Kristus di dunia ini (Mat. 28:19-20), sebesar apapun kekuatan anti-Kristus tidak akan dapat membatasi kuasa Allah. Oleh sebab itu harus yakin jika jerih payah orang percaya tidak akan sia-sia (1Kor.15:58). Rasa aman adalah kebutuhan semua orang, namun aman bukan berarti tidak ada masalah dalam kehidupan ini. Tempat yang paling aman adalah di dalam pelukan-Nya dan itu jaminan yang diberikan Allah kepada orang percaya.
7. Pengajaran tabernakel/Bait Suci Musa adalah penting. Kerena ini inti pengajaran tabernakel itu adalah korban darah yang melambangkan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus. Namun tidaklah benar jika orang percaya atau lembaga tertentu mengaplikansikannya tanpa memperhatikan Alkitab secara konprehensip (Sejarah Keselamatan dan sejarah Penyataan Allah). bdg. Ibr.9:8.9,24;10:1;1Kor.10:11;Ibr.8:5; Luk.24:27:Yoh.5:39;Im.17:11;Ibr.9:22;1Yoh.1:7. Orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus yaitu orang Kristen hendaklah mengoreksi diri sendiri dan mampu menilai dirinya. Bahwa apakah benar hidupnya sekarang ini sudah menunjukkan konsekwensi logis orang percaya telah diukur yang seyogianya nampak dalam kehidupan sehari-hari atau sebaliknya. Orang percaya harus tidak perlu menjadi takut karena konsep tingkatan-tingkatan dalam pengajaran tabernakel ( perihal ini kurang tepat). Akan tetapi orang percaya harus bertumbuh dari “anthropos sarkikos kepada anthropos pneumatikos, dari kanak-kanak kepada kedewasaan rohani (1Kor.3:14-15). Orang percaya hendaklah semakin manjadi manusia rohani yang bertumbuh karena orang percaya bukanlah manusia duniawi. Jangan tetap menjadi kanak-kanak yang hanya memerlukan susu tetapi hendaklah menjadi dewasa dalam sagala pengetahuan dan pengenalan akan Allah.




















VII. LAMPIRAN - LAMPIRAN
1. Skema Bait suci di padang Gurun
a. Gambar Kemah suci di padang gurun

b. Skema bagian-bagian Kemah suci





2. Skema Bait Suci Salomo


3. Rekontruksi Bait Suci Salamo


















4. Bait Suci Herodes.





























5. Taberbakel dalam pembagian Kitab-Kitab.
a. Kitab-kitab PL




















b. Kitab-kitab PB























6. Tabernakel/Bait Suci tubuh orang percaya
a. Menurut STT Tabernakel



















b. Pengertian rohani Tabernakel Musa dan hubungkan dengan khotbah R. Petrus “Kis.2:37-38”
(STT Tiranus Filadelfia Manado: J.H. Waworuntu & Rolly Rorong)















DARTAR PUSTAKA



Aune, David. E., Word Biblical Commetary Vol.52B. Revelation 6-16, Thomas nelson Publishing, Nashille, 1998
Baldwin, Joyce G., Tyndale Old Testament Commentaries:Haggai, Zechariah and Malachi, USA: IVP, 1996
Brill, J. Wesley, Tafsiran 1Kotintus, Bandung : Yayasan Kalam Kudus, 2003
Borsema, T.j., Alkitab Bukan Teka-Teki, (Surabaya :Momentum, 2000
Charles, R.H., A Critical And Exegetical Commentary, The Revelation Of ST. John Vol.1, Edinburgh, 1975
De Heer, J.J., Tafsiran Alkitab “Wahyu Yohanes” Jakarta :BPK Gunung Mulia,2008
Garland David E., Baker ECNT 1 Corinthians, Grand rapids:minchingan: Baker Academic, 2003
Groen, Jakob P.D., Aku Datang Segera “Tafsiran Kitab Wahyu”, Surabaya :Momentum, 2002
Guthrie, Donald, New Testament Introduction:Hebrews to Revelation ( Chicago: Inter-Varsity, 1962)
Guthrie, Donald, Pengantar Perjanjian Baru, Vol 3., Surabaya :Momentum, 2009
Gaebelein Fank E., Expositoris Bible Comnentary TNIV Vol 12 (Hebrew -Revelation), Grand Rapids: Regency Referece Library, 1994
Hagelberg, Dave, Tafsiran Kitab Wahyu , Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1997
Hoekema Anthony A., Alkitab dan Akhir Zaman, Surabaya :Momentum, 2009
Jones, Glenn M., Sepuluh Pokok Mengenai Kemah Suci, Bandung :Kalam Kudus

Kistemaker, Simon J., Tafsiran Kitab Wahyu, Surabaya :Momentum, 2009
Lipire, Yusuf Agustinus, Ikhtisar Tata Bahasa Yunani PB (Sintaksis), Jakarta :SETIA,2008
Margianto, Yoppi, Belajar sendiri bahasa Yunani “berdasarkan Injil Yohanes” Buku lanjutan khusus kata kerja, Yogyakarta :Yayasan Andi,2009
Metzger, Bruce M., A Textual Commentary On the Greek New Testament, Ed. Ke-2, Stuttgrat, 1994)
Mounce ,Robert H., The New International Commantary on The New Testament “The Book Of Revelation” , Grand Rapids:Eerdmans, 1998
Osborne, Grant R., Revelation, Grand Rapids : Baker Akademic, 2002
Pfeiffer, Charles F. & Horinson Everett F. (Penyunting), Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol.2 Ayub – Maleakhi, Jakarta: Gandum Mas, 2009
Purnomo, Petrus Agung, Tuhan Kembali Ke Bait Suci-NYa, Semarang :Media Injil Kebenaran
R.Beasley-Murray, George, New Bible Commetary-Revelation, England: Inter-Varsity Press, 1994
Rawan, Obaja A., Khotbah Tuhan Yesus Tentang Akhir Zaman, Bandung : Cipta Olah Pustaka, 1999)
Rienecker, Fritz, A Linguistic Key To The Greek NT, Grand Rapids, Michingan: Zondervan Publishing House, 2000
Robinson, Thomas A., Mastering Greek Vocabulary, Massachusetts: Hedricktion Publushing
Ryken, Leland, DKK, Dictionary of Biblical Imagery, USA :IVP,1998
Scheunemann, D., Berita Kitab Wahyu, Jawa Timur : YPPII dan Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1997
Soetopo, Gersom, Tabernakel (Pelajaran kemah Suci dan Penjabaran Tiap-tiap kitab dari PL dan PB dalam susunan Tabernakel), Lawang-Jatim : STT Tabernakel, 1994
Swan, David (Tan Swan Cwew), Melangkah Masuk Ke Ruang Maha Suci “Panggilan Roh di Akhir zaman, Bandung : Revival Publishing House, 1999
Tim Penyusun, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, Jakarta : YKBK/OMF, 1999
Tim Penyusun, Ensiklopedi Alkitab masa kini M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 2002
Wahid (Editor), Addurrahman., Ilusi Negara Islam:eksapansi gerakan Islam transnasional di Indonesia,The wahid Institute,2009
Wallace, Daniel B.;Kitab Wahyu:Pendahuluan, Argumen, dan Garis Besar; © The Biblical Studies Foundation (www.bible.org)
Walvoord, John F., Pedoman lengkap Nubuat Alkitab, Bandung : Kalam Kudus, 2003
Wawonruntu, J.H. & Rorong Rolly, Vision Pengungkapan Kitab Wahyu jilid II, Surabaya :Hasrat Mulia, 2006
Witherington III, Ben, TNCBC Revelation, Cambridge: Published By Press Syndicate of The University of Cambridge, 2003

Rabu, 19 Mei 2010

Alumni Program Pasca Sarjana (M.Div SETIA-GZD)

Alumni Program Pasca Sarjana kerja sama Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA) Jakarta dengan Groningen Zending Deputaten (GZD) Belanda telah menamatkan 27 Mahasiswa dalam acara wisuda yang telah berlangsung pada hari Kamis, 13 Mei 2010 di Hotel Orchad Jakarta.

Dua puluh tujuh alumni yang wisuda tersebut adalah angkatan I dari program tersebut telah menyelesaikan studi yang telah dimulai pada bulan Maret 2008-Mei 2010. Adapun keduapuluh tujuh Alumni tersebut yaitu:
1. Ev. Adrian A. Sun, M.Div (staf SETIA Jakarta)
2. Pdt. Adrianus Bery, M>Div (Korsek GKSI Singkawang, Kalimantan Barat)
3. Pdt. Aprianus Moimau, M.Div (Disen di SETIA Jakarta)
4. Pdt. Alpon Sihite, M.Div (Staf Pengajar SMTK Alor, NTT)
5. Pdt. Carles Oematan, M.Div (Gembala jemaat GKSI Makedonia, Jakarta)
6. Ev. Cari Akal Manao, M.Div (Direktur SETIA Manokwari, Papua Barat)
7. Ev. Ernawati, M.Div (Staf pengajar SMTK Toraja, Sulsel)
8. Ev. Elishabet Simai, M.Div (Dosen STT SETIA Ngabang, Kalbar)
9. Pdt. Exon Boling, M.Div (Gembala Jemaat GKSI Kediri, Jatim)
10. Pdt. Juni Yokiman, M.Div (Dosen SETIA Siau, Sulut)
11. Pdt. Malik D. Bambangan, M.Div (Direktur SMTK Mamuju, Sulbar)
12. Ev. Manase Gulo, M.Div (Dosen SETIA Bengkulu)
13. Pdt. Martinus Manek Nikan, M.Div (Direktur SETIA Merauke, PAPUA)
14. Ev. Masrifiktro Benusu, M.Div (Staf pengajar SMTK Narumonda, Sumut)
15. Ev. Matius Bongngi, M.Div (Staf SETIA Jakarta)
16. Ev. Moses Wibowo, M.Div (Direktur SMTK Karang Anyar, Jateng)
17. Pdt. Narsing Marriba, M.Div (Ketua Sektor GKSI Toraja)
18. Ev. Netsen Juali, M.Div (Staf Pengajar SMTK Putusibau, Kalteng)
19. Ev. Sanotona Gulo, M.Div (Direktur SETIA Moale, Nias, Sumut)
20. Ev. Sensius A. Karlau, M.Div (Direktus SETIA Wamena, PAPUA)
21. Ev. Simeon Yefta Tampani, M.Div (Dosen SETIA Jakarta)
22. Ev. Sumarno, M.Div (Dosen SETIA Jakarta)
23. Pdt. Terah Y. Manu, M.Div (Dosen SETIA Pekan Baru, Riau)
24. Pdt. Tambol Tua Manulang, M.Div (Dosen SETIA Pekan BAru, Riau)
25. Pdt. Tertulianus M. Timu, M.Div (Ketua BPW GKSI Sulsel)
26. Pdt. Yeremia Hia, M.Div (Dosen SETIA Ngabang, Kalbar)
27. Ev. Yosefina Beri, M.Div (Staf Pengajar SMTK Sriti, Sulsel)

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Dosen yang telah berjerihlelah mengajar dan membimbing kami, diantaranya:
1. Pdt. Dr. Matheus Mangentang, M.Th
2. Pdt. Dick Mak, M.Th
3. Ev. Marinus T. Waang, M.Th
4. Ev. Yusuph A. Lifire, M.Th
5. Pdt. Dr. (Cand) Yonas Muanley, M.Th
6. Pdt. Edwrard Sitepu, M.Th
7. Pdt. Dr. Jan Boersema
8. Pdt. Dr. Gerit Rimer
9. Pdt. Dr. Dirk Grifoen

Terimakasih untuk semua pihak yang telah mendukung kami sehingga dapat menyelesaikan studi tepat waktu. Kami mohon dukungan doa agar kami senantiasa dimampukan oleh Tuhan untuk terus menjadi alat-Nya dan terus menjadi saksi bagi kemuliaan Allah Tritunggal yaitu Bapa, Anak (Yesus Kristus) dan Roh Kudus............Amin

Selasa, 18 Mei 2010

Transformasi Pikiran Kristen oleh: Stephen Tong

Transformasi Pikiran Kristen
Penulis_artikel:
Stephen Tong
Isi_artikel:

Artikel ini ditranskrip dan diedit kembali dari khotbah seri Surat Roma oleh Pdt. Dr. Stephen Tong di Mimbar Gereja Reformed Injili Indonesia di Jakarta.

Roma 12:1-2
Transformasi Pikiran Kristen merupakan hal yang besar sekali. Di dalam dunia ini, kita melihat hal yang paling sulit diubah adalah pikiran-pikiran yang sudah membeku. Pikiran yang sudah keras itu sulit untuk mempunyai pandangan yang baru. Tetapi Roma. 12:1-2 menyatakan kepada kita bahwa orang Kristen yang menyerahkan diri untuk menjadi korban yang hidup justru mungkin mengalami suatu perubahan dan pembaharuan budinya. Ada orang yang kelihatannya begitu miskin, begitu kasihan, padahal dia mempunyai emas dalam jumlah yang banyak. Ia tidak pernah mau memakainya karena takut jika dia sudah lebih tua tidak mempunyai uang pensiun. Pikiran itu sudah begitu beku, kaku dan tidak bisa diubah. Orang itu maunya dikasihani, ditolong, tidak mau mengeluarkan apa yang ada padanya. Saya tidak tahu, mengapa begitu banyak orang yang sebenarnya dicipta sebagai wakil Tuhan di dalam dunia, dengan peta dan teladan Allah, mempunyai akal budi, bijaksana, pengertian kebenaran, tetapi mereka mau diikat oleh pengertian-pengertian yang begitu rendah, begitu kaku, sehingga mereka tidak bisa berubah. Paulus berkata jika kita menyerahkan diri sebagai korban yang hidup; kita akan diubah oleh Tuhan sendiri. Suatu perubahan, pembaharuan yang membuat kita terus segar, terus hidup di dalam kesukaan yang luar biasa. Ada orang yang ketika kita bergaul satu dua hari dengannya, kita sudah merasa bosan untuk berbicara dengannya, berbicara dua menit saja kita sudah merasa terlalu panjang. Sebaliknya ada orang lain yang sudah bergaul sampai puluhan tahun dengan kita, tetapi setiap kali bertemu dengannya tetap segar, tetap senang, berbicara berjam-jam pun kita tetap merasa berarti. Ketika mau berpisah, kita merasa sayang sekali, dan berharap bila bertemu lagi. Apa sebabnya? Karena yang terakhir ada perubahan, pembaharuan, penyegaran yang tidak habis- habisnya, yang lain tidak. Ini penting sekali. Kita menjadi orang Kristen, bukan menjadi orang Kristen yang beku, yang kering, yang sudah mati, yang sudah tidak bisa berubah, tetapi kita menjadi orang Kristen yang selalu segar, fleksibel, selalu siap mengikuti pimpinan Roh Kudus. Perubahan dan pembaharuan akal budi kita merupakan hal yang sangat penting dan menjadi satu tanda dalam diri kita sehingga dapat selalu menjadi berkat bagi orang lain. Di manapun kita berada, orang lain merasa segar, apapun yang kita bicarakan orang lain merasa diteguhkan. Ketika kita memberikan penjelasan orang lain merasa ditolong dan pikirannya dicerahkan. Karena pikiran dan mental kita ada proses pembaharuan yang tidak henti-hentinya, bahkan perubahan itu bisa memberi pengaruh dan bisa memperbaharui orang lain. Orang Kristen seharusnya adalah satu-satunya jenis orang yang terus menerus kontak dengan sumber kebenaran, bijaksana, dan cahaya sorgawi, karena Tuhan kita adalah dirinya kebenaran, sumber bijaksana, yang mewahyukan segala rencana yang kekal kepada orang-orang yang dicintai oleh-Nya. Satu kalimat Elisa yang membuat saya sangat kagum: mengapa Tuhan tidak menyatakan kehendak-Nya kepadaku? Ketika perempuan Sunem datang kepadanya. Ia berkata kepada bujangnya, larilah menyongsong perempuan itu dan katakan kepadanya: "Selamatkah engkau, selamatkah suamimu, selamatkah anak itu?" Jawab perempuan Sunem itu "Selamat!". Dan sesudah perempuan itu sampai ke gunung, dipegangnyalah kaki abdi Allah itu, tetapi Gehazi mendekat hendak mengusir dia. Lalu berkatalah Elisa, abdi Allah itu: "Biarkanlah dia, hatinya pedih! Tuhan menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku" (2Raj 4:25-27). Seolah-olah menjadi sesuatu yang mengejutkannya, mengapa kali ini Allah tidak memberitahukan kehendak-Nya kepada saya? Berarti Elisa mempunyai satu keyakinan, satu kepercayaan yang teguh, bahwa Allah selalu memberikan infomasi yang paling penting kepadanya. Di dalam kalimat itu, kita melihat, dia mempunyai satu keyakinan dalam hidup yang begitu rutin, begitu transparan, begitu segar, setiap saat bisa mengetahui, menerima pimpinan dan kehendak Tuhan. Bolehkah kita menjadi kawan Tuhan? Bisakah kita menjadi teman Tuhan yang akrab? Yesus Kristus berkata, "Aku tidak memperlakukan kamu sebagai budak, tetapi Aku menyebut kamu sebagai kawan-Ku." Kawan adalah yang bisa berbicara dari hati ke hati, yang senantiasa tidak takut membongkar rahasianya, dia dapat dipercayai atas hal-hal yang konfidensial. Hubungan kita dengan Tuhan seharusnya mencapai taraf, di mana kita berbicara dengan Dia, seperti kawan yang akrab yang sama-sama mempercayai satu dengan yang lain, kita memperoleh pikiran dan isi hati Tuhan untuk terus memperbaharui kita. Paulus berkata di sini, biarlah kamu diperbaharui, dan kamu juga diubah, janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu. Di dalam bahasa Inggrisnya indah sekali, do not conform any longer to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what Gods will is - his good, pleasing and perfect will. Di sini terdapat conform dan transform. Kata conform dihubungkan dengan menjadi seperti dunia, sedangkan transform menjadi seperti Tuhan Allah. Ini berbeda sekali. Hanya ada dua macam manusia, dan hanya ada dua macam orang Kristen: (1) yang sudah dikonformasikan baik cara, bentuk, maupun kebiasaan hidupnya sama dengan corak hidup duniawi, atau (2) yang terus menerus mengalami transformasi, semakin lama semakin mirip, semakin dekat, semakin memancarkan kemuliaan Sang Penciptanya. Kita bukan hidup dikonformasi di dalam corak duniawi, tetapi ditransformasi di dalam pimpinan Tuhan dan kehendak Allah yang kekal.

Kita akan memikirkan apakah yang merubah kita? Apakah yang membuat pikiran kita terus berubah? Yang pertama adalah melalui kita mengenal kehendak dan keputusan Allah yang kekal. Kita harus mengenal the eternal will and the eternal decree of God. Kekekalan adalah suatu kemutlakan yang tidak berubah, yang hanya dimiliki oleh Tuhan Allah sendiri. Meskipun God is the only immortal, tetapi pada waktu Dia menciptakan manusia, Dia menciptakannya dalam keadaan serupa dengan-Nya, dan mempunyai peta teladan dari-Nya. Itulah sebabnya, kita diberikan konsep dan pikiran yang memungkinkan kita mengerti akan hal-hal yang bersifat immortal. Maka pada waktu manusia mengenal akan kehendak Allah yang kekal, lalu dia membandingkannya dengan semua filsafat, pemikiran, ide, cara hidup dan penilaian dari dunia, dia dapat membedakan mana yang fana dan baka, maka kita yang seharusnya berubah, untuk bisa sesuai dengan apa yang ada pada Tuhan. Kita bukan meminta Tuhan yang berubah, agar sesuai dengan kita yang ada di dunia. Orang Kristen yang baik tidak mengatakan, saya masuk gereja ini, karena gereja ini cocok untuk saya. Sebenarnya manusia tidak boleh mengatakan, agar Tuhan cocok dengan kita, melainkan agar kita cocok dengan Tuhan. Kita tidak seharusnya minta Tuhan cocok dengan saya, melainkan minta Tuhan merubah saya supaya saya cocok dengan Tuhan. Jadi doa bukan mau merubah Tuhan, doa adalah permohonan agar Tuhan merubah kita supaya menjadi seperti Dia. Itu doa yang sesungguhnya. Jika kita berdoa dengan menangis, bahkan sampai memaksa justru akan membahayakan rohani kita sendiri. Barangsiapa berdoa dengan memaksa Tuhan menjalankan apa yang dia inginkan, orang ini tidak mungkin merubah Tuhan, dia hanya memberikan peluang bagi setan mewakili Tuhan, memalsukan Tuhan untuk menipu dirinya sendiri. Jadi transformasi itu terjadi di dalam diri kita, transformasi tidak terjadi di dalam diri Allah, transformasi adalah diri kita semakin lama semakin berubah, semakin sesuai dengan kehendak Allah yang kekal. Karena mengerti akan kehendak Allah yang kekal, mudah bagi kita mengalami transformasi. Karena mengenal kehendak Allah yang kekal, kita rela berubah. Ini adalah karena yang lebih kekal lebih penting daripada yang sementara ini. Yang kedua adalah melalui kekuatan dari pengertian Firman Tuhan, dan perintah-perintah Tuhan. Kalau kita membaca Mzm. 119, di sana terdapat istilah-istilah yang terus menerus diulang, taurat-Mu, titah-Mu, perintah-Mu, hukum-Mu, kehendak-Mu, istilah-istilah sinonimus ini terus menerus muncul, memberi pengertian kepada kita bahwa yang dari Tuhan itu sudah sempurna adanya. Dan dikatakan di Mazmur itu, firman- Mu lebih berharga daripada emas yang murni. Untuk murni bagaikan emas, membutuhkan tempaan dan ujian terus menerus. Demikian juga Tuhan melatih kita. Tuhan melatih kita dengan cara: mengeluarkan semua bahan campuran yang tidak berguna di dalam hidup kita. Melalui satu kali ujian, dua kali ujian, tiga kali ujian, akan terus diubah, diperbaharui sampai sempurna, yakni pada saat Tuhan melihat peta teladan-Nya sendiri secara sempurna direfleksikan dalam hidup kita masing-masing. Pada saat Tuhan dapat melihat diri-Nya melalui refleksi hidup kita, Dia akan mengatakan, orang ini sudah betul-betul dilatih dan sudah betul-betul berubah menjadi serupa dengan-Ku. Pemazmur berkata, firman-Mu lebih indah daripada emas yang murni. Apakah maksudnya? Bagaimanapun murninya diri kita, hanya merupakan refleksi dari Tuhan Allah sendiri, dan Tuhan sendiri lebih murni dari pada kemurnian siapapun. Sebab itu, dengan firman yang kita ketahui dan jalankan, kita mendapatkan kuasa perubahan dan kuasa pembaharuan. Yang ketiga adalah melalui terus menerus memandang kepada Yesus Kristus, sebagai contoh dan teladan hidup kita. Kristus adalah kriteria dan standar dari etika segala zaman. Tidak ada orang yang seperti Yesus Kristus, yang pernah mengatakan kalimat : datang dan ikutlah Aku. Socrates tidak pernah mengucapkan kalimat itu. Kong Hu Cu dan Budha juga tidak mengatakan kalimat tersebut, mereka hanya berani mengatakan, mari kita mencari kebenaran. Tetapi berbeda dengan Yesus Kristus, Dia berkata bahwa "Aku adalah kebenaran", "datang dan ikutlah Aku". Dia menjadi teladan yang terutama, yang tersempurna, yang tertinggi. The supreme example of human life and human good works is in the live of Jesus Christ. Yesus Kristus mengatakan, datang dan ikutlah Aku. Maka pada waktu kita merenungkan Kristus, kita mengikut Yesus Kristus, kita menemukan satu kekuatan untuk merubah diri kita. Setiap kali kita merenungkan, berbicara, berpikir tentang Kristus, kita akan menggali dan mendapatkan suatu kekuatan untuk merubah pikiran kita sendiri. Di dalam Kristus, kita melihat dua hal: (1) contoh yang tidak bercacat cela dan (2) cara penilaian yang berbeda sekali dari dunia. Paulus sendiri berkata, setelah aku mengenal Kristus, maka perkara- perkara yang dulu berfaedah bagiku, sekarang sudah kuanggap sebagai sampah, karena Kristus menjadi harga tertinggi, pusaka yang paling bernilai di dalam pengejaranku. Contoh hidup dan konsep penilaian Yesus Kristus begitu berbeda dengan orang dunia. Yesus Kristus berkata, yang dihargai oleh manusia, yang diutamakan oleh manusia, senantiasa menjadi kebencian bagi Tuhan Allah. Orang-orang di dunia menghargai hal-hal yang fana, yang bisa berubah, tetapi Tuhan memberikan satu patokan dan kriteria yang sama sekali berbeda dengan konsep dunia. Itu sebabnya Paulus berkata, demi Kristus aku telah membuang segala sesuatu yang dulu aku kira sangat berharga, dan sekarang aku memandangnya bagaikan sampah. Jadikanlah Kristus sebagai harga yang tertinggi dalam kehidupan kita. Yang keempat adalah melalui kesaksian-kesaksian dari orang-orang suci di dalam sepanjang sejarah. Di dalam Ibr. 12:1, kita melihat penulis kitab mengajak kita meletakkan semua beban berat, untuk mengikut Tuhan, agar kita mengerti, sudah ada saksi-saksi, seperti awan yang mengelilingi kita. Begitu banyak saksi, apakah maksud dari istilah ini? Ini merupakan kesimpulan dari seluruh pasal 11. Di dalam seluruh pasal 11, penulis kitab Ibrani memperkenalkan satu per satu tokoh, yang meninggalkan segala kebahagiaan dunia untuk mengikut Tuhan. Masing-masing mereka karena iman kepercayaan berani menerima penganiayaan sampai dimasukkan ke dalam gua singa, digergaji, dibunuh oleh pedang, atau mengalami kelaparan, bahkan dimasukkan ke dalam dapur api. Di dalam Ibr. 11 itu terdapat satu kalimat, Dunia ini tidak layak bagi mereka (ay. 38). Dunia tidak layak memiliki orang-orang yang dianiaya seperti itu, tetapi pada waktu penganiayaan datang, apakah mereka menyerah? Apakah mereka berkompromi? Apakah mereka menjadi orang yang lemah, takluk, dan menyerah kepada musuh? Tidak! Sampai mati, mereka tetap menjaga, memelihara iman dan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Setelah seluruh pasal 11 selesai, maka 12:1 mengatakan, karena itu, kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa, yang begitu merintangi kita, dan berlomba-lomba dengan tekun di dalam perlombaan yang menjadi kewajiban kita.

Mengapa para saksi iman ini berani hidup demikian? Karena mereka tahuKristus adalah titik pusat dari seluruh sejarah. Orang dunia tidakmungkin melihat ini, kecuali orang Kristen yang diperbaharuipikirannya bisa mengerti bahwa dalam seluruh sejarah, hanya menuju pada satu titik pusat, yaitu Kristus, Anak Allah yang datang ke dalam dunia. Seluruh sejarah harus bertanggung jawab dan berkaitan dengan hadirnya Kristus di dalam dunia ini. Musa melihat begitu jelas, pikirannya diperbaharui oleh Roh Kudus, sehingga apapun yang dia kerjakan dikaitkan dengan titik pusat dari pada sejarah, yaitu Kristus, Musa rela menderita bagi Kristus, dan hidup bersama-sama dengan kaum Israel, dan dia menganggap bahwa menderita bersama-sama dengan umat Allah itu lebih berharga daripada hidup di dalam istana. Inilah kalimat, konsep, perasaan yang sama dengan Paulus yang mengatakan, karena Kristus, aku melihat segalanya bagaikan sampah, karena Kristus adalah nilai yang tertinggi bagiku. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh hidup mewah, tidak boleh kaya, dan juga tidak berarti kita harus meninggalkan segala sesuatu agar menjadi miskin dan menderita, baru menunjukkan bahwa kita mengasihi Tuhan. Tetapi pada saat Tuhan mau kita meninggalkan segala sesuatu, sudahkah kita bersedia? Pada saat menjalankan kehendak Tuhan, bersediakah kita berkorban, dengan tidak menghiraukan untung rugi dan hidup mati diri sendiri. Inilah konsep perubahan, yaitu perubahan penilaian, aksiologi yang berdasarkan standar sorgawi bukan berdasarkan standar duniawi. Di Inggris ada seorang yang bernama David Martyn Llyod-Jones. Sekarang Llyod-Jones sudah meninggal dunia. Tetapi dia pernah mendirikan satu mimbar yang menggemparkan seluruh dunia di London. Jika pada abad ke-19 ada Charles Haddon Spurgeon yang disebut sebagai the prince of the preachers, maka di abad ke-20 ini, kita harus mengakui David Martyn Llyod-Jones adalah raja di tengah-tengah para pengkhotbah. Di tengah kota London, dia mendirikan satu mimbar. Dia memakai Westminster Chapel yang bisa menampung ribuan orang. Yang datang mendengar khotbah Llyod-Jones bukan orang biasa, bukan anak muda atau mereka yang tidak berpengetahuan, tetapi banyak dari anggota parlemen, para profesor, doktor yang datang dari Universitas Cambridge, Oxford, Edinburgh, London dsb. Dia sebenarnya adalah seorang dokter medis yang dipilih menjadi dokter pribadi dari kerajaan Inggris. Dia seharusnya bekerja di istana Buckingham dan seharusnya mendapat uang yang luar biasa banyaknya. Tetapi pada saat dia mendapatkan panggilan Tuhan, maka dia menyerahkan kedudukan yang tinggi di dalam kerajaan dan penghasilan yang besar, dan menjadi hamba Tuhan. Semua orang mengatakan, dia pasti sudah gila, ribuan dokter bermimpi untuk bisa mendapatkan posisi tersebut, tetapi justru dilepaskan. Llyod-Jones berkata, bahwa dia mendapatkan pandangan yang diberikan oleh Tuhan, bahwa kehendak Tuhan lebih penting daripada keuntungan pribadi. Dia mulai berkhotbah, menegakkan firman Tuhan pada zaman tersebut. Dia adalah seorang yang pintar dan limpah pikirannya. Dia mengkhotbahkan Efesus 1 saja sebanyak 147 kali. Yang dikhotbahkan bukan dongeng, tapi penguraian firman Tuhan yang kaya luar biasa, membuat banyak orang yang diubahkan. Bukunya mengenai Roma dan Efesus dicetak puluhan jilid. Semua buku ini keluar dari pikiran orang yang takut kepada Tuhan. Pada waktu dia sudah menjadi tua sekali, seorang pendeta tua berkata kepada saya, jikalau David Martyn Llyod-Jones tidak sejak muda menyerahkan diri kepada Tuhan, waktu dia tua angka poundsterling yang dimiliki pasti banyak sekali, tetapi karena dia menyerahkan diri, menjadi seorang hamba Tuhan dia meninggalkan semua yang dianggap begitu bernilai oleh dunia. Pendeta itu melanjutkan, karena dia menyerahkan diri, maka kekristenan mempunyai warisan yang begitu banyak, untuk penggalian firman Tuhan. Dia juga mengatakan, jika Llyod-Jones tidak menyerahkan diri, orang Kristen tidak pernah bisa sadar berapa besar kerugian di dalam kerajaan Tuhan. Cara Tuhan bekerja begitu heran, banyak orang yang mau pergi ke tempat yang begitu sulit, ada orang yang rela mengorbankan pekerjaan yang begitu penting, ada yang membuang segala kekayaan untuk pekerjaan Tuhan. Albert Schweitzer, pada saat dia pergi ke Afrika, dia sudah mendapatkan 4 gelar doktor dalam bidang yang besar: filsafat, theologi, medis dan musik. Gelar-gelar ini didapatnya dari sekolah- sekolah penting di Jerman. Kalau dia ingin mendapatkan banyak uang di Jerman, tentu tidak sulit baginya, tetapi dia lebih memilih pergi ke Afrika, ke tempat yang begitu hina, begitu primitif. Pada waktu dia tua, seorang wartawan Perancis, seorang humanis pergi mencari dia. Waktu dia tiba di sana, dia terharu luar biasa karena Albert Schweitzer masih tinggal di satu rumah, yang belum ada listrik, yang menggunakan lampu tempel. Dia datang dari negara yang begitu maju, pergi ke tempat yang begitu sulit, begitu primitif, untuk mengobati orang sakit di tengah desa-desa yang tidak habis-habisnya membutuhkan pelayanan. Pada waktu wartawan itu kembali ke Perancis, dia berkata kepada orang lain, di dalam dunia abad ke-20, yang sudah begitu maju, masih ada orang mau hidup seperti 20 abad yang lampau. Jiwa yang dimiliki orang demikian itu adalah jiwa Yesus, hatinya adalah hati Sang Penebus. Schweitzer pergi untuk menyatakan cinta kasih Tuhan kepada orang lain. Jika kita melihat dari Kitab Suci, begitu banyak orang yang berbuat seperti itu, dan di dalam sejarah, Tuhan tetap bekerja, sampai zaman ini pun Tuhan tetap bekerja. Yang kelima adalah melalui pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus adalah Roh yang memimpin kita. Alkitab belum pernah menggabungkan istilah rasuk dengan Roh Kudus, yang dipakai adalah: pencurahan, urapan, pengudusan, gerakan, pimpinan, kepenuhan, pencerahan Roh Kudus. Penggunaan kata kerasukan dalam Alkitab adalah kerasukan setan. Apakah bedanya dirasuk dan dipimpin? Yang dipimpin tahu dirinya dipimpin, tetapi yang dirasuk tidak sadar kalau dirinya sedang dirasuk. Gejala orang yang menyatakan dirinya menerima pekerjaan Roh Kudus, lalu pingsan, tidak sadarkan diri adalah tipuan setan, yang mengimitasi pekerjaan Roh Kudus. Kitab Suci memberikan prinsip kepada kita bahwa tidak ada orang yang kerasukan Roh Kudus. Roh Kudus adalah Parakletos, comforter atau counselor yang lain; yaitu Penghibur yang mendampingi. Roh Kudus bukan masuk dalam diri kita lalu mengambil alih seluruh pribadi kita, membuat manusia bingung, otak tidak lagi berfungsi, membunuh rasio. Tetapi Roh Kudus memimpin, mencerahkan, membawa kita kembali kepada firman, membuat kita mengerti akan rencana Allah, kehendak Allah. Kita rela taat kepada-Nya dengan sukacita. Kita mau dipimpin oleh-Nya. Itulah pekerjaan Parakletos yang begitu indah dan ajaib. Ketika Roh Kudus memimpin seseorang, maka Ia memimpin pikirannya, emosinya, kehendaknya, dan seluruh hidup pribadinya. Di dalam pimpinan Roh Kudus itulah, Ia memberi pengertian kepada kita, sehingga kita mengetahui apa yang baik, apa yang tidak baik, apa yang benar, apa yang tidak benar. Roh Kudus memimpin manusia untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Orang yang dipimpin Roh Kudus adalah anak-anak Allah. Orang yang disebut anak-anak Allah, seharusnya taat dan menikmati pimpinan Roh Kudus. Roh kudus memimpin kita hanya dengan satu cara, yaitu melalui firman dan melalui kesaksian dan gerakan yang berasal dari firman. Roh Kudus tidak pernah memimpin kita di luar firman, Roh Kudus memimpin kita dengan firman Kebenaran. Ketika kita membaca, merenungkan firman, Roh Kudus memimpin, menggerakkan. Kadang-kadang jika kita ingin mengerjakan sesuatu yang tidak beres, bila kita adalah orang yang sudah diselamatkan, pasti merasakan satu ganjalan di dalam hati nurani kita, yang mengatakan, do not do it!. Jikalau suara Roh Kudus yang bekerja di dalam hati kita, kita harus taat kepada-Nya. Jika pimpinan yang berdasarkan firman dan prinsip firman sudah menggerakan hati kita, maka kita bertindak hati-hati dan tidak sembarangan bergerak. Pimpinan semacam ini juga membuat pikiran, mental, bijaksana dan budi kita terus diubah, diperbaharui, disegarkan, dan kita menjadi anak Tuhan yang terus memancarkan sinar cahaya dari Tuhan. Yang keenam adalah melalui memandang kepada hari depan. Orang yang kaku, adalah orang yang diperbudak oleh sejarah, orang yang lincah, adalah orang yang dibentuk untuk hari depan. Banyak orang yang statis, karena dia dipengaruhi dan dikakukan oleh sejarah.
Manusia bukanlah Allah. Hanya Allah sendiri yang tidak berubah, hanya firman Tuhan yang tidak berubah. Tetapi kita yang harus senantiasa berubah. Semua perubahan harus membawa kita kepada firman yang tidak berubah, itulah perubahan yang benar. Jikalau kita mengatakan kita harus berubah, setan langsung menawarkan perubahan untuk mengikuti arus-arus lain. Bukankah Alkitab mengatakan, kita harus berubah? Bagaimana dengan Reformed. Reformed theology bukan kaku, bukan mati dan hanya menerima sejarah, tetapi merupakan theologi yang terus menerus kembali kepada Alkitab, terus kembali setia kepada Alkitab. Perubahan itu yang terus merubah kita, tetapi tidak membawa kepada perubahan yang tidak lagi setia kepada Kitab Suci. Mengapa kita harus berubah untuk kembali kepada Alkitab? Bukan berubah untuk menuju pada hari depan? Karena Kitab Suci lebih dulu daripada sejarah, dan lebih maju daripada hari depan; Alkitab adalah satu-satunya buku yang memberikan kepada kita hal-hal sebelum dunia diciptakan, arti dari rencana Allah, bagaimana dunia berakhir dan menuju pada pengharapan yang kekal, sebelum titik Alfa dan sebelum titik Omega, apa dan ke mana, seluruhnya sudah berada di dalam Kitab Suci. Itu sebabnya Paulus mengatakan bahwa kita bukan memperhatikan hal-hal yang kelihatan, tetapi kita justru memperhatikan hal-hal yang tidak kelihatan, karena yang kelihatan itu sementara adanya, yang tidak kelihatan itu kekal adanya (2Kor. 4:18). Waktu kita ada di dalam kesementaraan itu, kita begitu berat, sengsara, susah dan penuh penderitaan. Tetapi ketika yang sementara itu dibandingkan dengan yang kekal, maka yang sementara menjadi tidak ada apa-apa, kita menuju kepada kekekalan. Itu sebabnya, kita mengaitkan hal ini dengan ayat selanjutnya dari Ibr. 12, Kristus mengabaikan segala siksaan. Dia mengabaikan segala penderitaan, waktu Dia memandang akan hari depan, yang penuh dengan perjanjian Tuhan Allah kepada-Nya, yang penuh dengan kemuliaan. Orang Kristen perlu mempunyai pikiran yang terlepas dari pada segala ikatan sejarah, tradisi, kebiasaan, lingkungan, karena kita boleh dengan bebas melihat kepada rencana Allah, dan kebahagiaan yang ada di depan. Ada dua orang yang di penjara yang sama-sama divonis untuk melakukan kerja berat yaitu memecahkan batu-batu untuk dijadikan bahan bangunan. Mereka setiap hari harus bekerja selama 16 jam. Makan hanya untuk mendapatkan kekuatan untuk kembali bekerja. Pada suatu hari, keduanya diberitahukan: 10 hari lagi selesailah masa kerja kerasmu. Mereka senang sekali meskipun masih harus bekerja 10 hari lagi. Tetapi kemudian disambung dengan berita: si A dibebaskan dari penjara, sedangkan si B ditembak mati. Meskipun selama sisa 10 hari, si A dan B sama-sama harus tetap bekerja yang beratnya dan cara kerjanya sama. Namun apakah perasaan mereka sama? Tidak sama! Si B, yang dihukum mati melewati waktunya dengan susah karena kematian semakin dekat. Sedangkan si A, yang dibebaskan melewati hari-hari itu dengan sukacita. Berbeda sekali bukan? Inilah maksudnya berharap kepada kekekalan. Jika kita hidup hanya untuk sementara ini, hidup kita tidak mempunyai arti apa-apa. Tetapi jika apa yang kita lakukan, mempunyai nilai kekekalan maka kita hidup bersukacita karena pengharapan yang kekal itu. Marilah kita mengabaikan segala penderitaan, kesulitan, beban berat yang harus kita tanggung untuk Tuhan, karena semua ini bagi kehendak Allah yang kekal. Jadi di dalam 6 point yang kita renungkan ini, point pertama adalah kehendak Allah yang kekal dan point terakhir adalah memandang kepada nilai yang kekal. Di tengah-tengah point pertama dan terakhir, kita memerlukan firman Tuhan yang terus mengajar kita, memerlukan teladan Kristus yang menguatkan kita, memerlukan orang suci yang menjadi contoh dan yang selalu menggairahkan kita, memerlukan terus menerus taat kepada pimpinan Roh Kudus, sehingga our mentality, our philosophy of life, and our thinking diubahkan, terus mengalami transformasi dan pembaharuan, sehingga kita boleh menjadi saksi Kristus yang hidup dan mulia di dalam dunia. Bagaimana dengan Saudara yang membaca artikel renungan ini? Biar kita semua terus menerus berubah di hadapan Tuhan ke arah yang dikehendaki-Nya. Amin.(el)

Jumat, 14 Mei 2010

APAKAH KITA SEMUA HARUS BERKATA-KATA DENGAN BAHASA ROH?

Penulis : Manfred T. Brauch
"Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih daripada itu, supaya kamu bernubuat." 1 Korintus 14:5 Ucapan Paulus dalam 1 Korintus 14:5 dan pembahasan sekitarnya mengenai kehadiran dan fungsi karunia-karunia rohani dalam diri orang-orang beriman telah menimbulkan banyak pertanyaan: Apa kedudukan "bahasa roh" di dalam jemaat? Apakah orang-orang yang telah mendapatkan karunia rohani ini menjadi orang Kristen yang lebih saleh, lebih terbuka terhadap pekerjaan Roh Kudus, dibandingkan mereka yang belum mendapatkannya? Apakah Paulus bermaksud mengatakan bahwa semua orang Kristen harus mendapatkan karunia ini? Atau sebaliknya semua orang harus berpartisipasi dalam pekerjaan nubuat, dan memberikan tempat yang tidak penting untuk "berkata-kata dengan bahasa roh"?
Beberapa orang Kristen, atas dasar teks ini dan teks-teks lainnya, merasa lebih tinggi, atau lebih lengkap, karena mereka memiliki karunia bahasa roh, dan bersama-sama Paulus berharap bahwa saudara-saudara seiman mereka dapat memiliki pengalaman yang sama ini. Orang-orang Kristen lainnya, atas dasar teks yang sama, menganggap glossolalia ini (dari bahasa Yunani glossai "lidah") perwujudan dari iman yang primitif dan tidak dewasa, dan menganggap ketiadaan karunia atau pengalaman ini sebagai tanda kedewasaan yang lebih besar. Yang lainnya lagi, melihat iman yang bersemangat dan antusias, dan juga kesaksian dari beberapa orang yang memiliki karunia berkata-kata dengan bahasa roh, merasa bahwa mereka tidak berjalan seiring dengan Roh Allah dan sungguh-sungguh merindukan atau mencari pengalaman Roh yang akan menimbulkan semangat pada iman yang statis.
Masalah di atas, yang sedikit banyak sudah ada di sebagian gereja sepanjang sejarah gereja telah muncul kembali akhir-akhir ini dalam sebuah bentuk yang dikenal dengan nama gerakan kharismatik (dari kata bahasa Yunani charisma "karunia"). Karena gerakan ini telah masuk ke dalam semua golongan gereja dan mempengaruhi orang-orang beriman dalam hampir semua tradisi Kristen, kita sangat perlu mengerti ucapan Paulus yang sulit ini.
Sebuah definisi singkat tentang istilah-istilah yang digunakan oleh Paulus akan bermanfaat. Dua aktivitas yang dipertentangkan dalam ucapan sulit ini adalah "berkata-kata dengan bahasa roh" dan "bernubuat." Fenomena "bahasa roh" yang dinyatakan oleh Paulus sebagai karunia (bahasa Yunani, karisma) dari Roh Kudus ini (1 Korintus 12-14) harus dibedakan secara jelas dari fenomena yang menyertai pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-12).
Dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus memampukan murid-murid Yesus untuk "berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain" (glossai Kisah Para Rasul 2:4, 11) sedemikian rupa sehingga para pendengarnya, yang terdiri dari orang-orang dari berbagai kelompok bahasa di seluruh daerah Yunani Roma, mendengar mereka berbicara mengenai kabar baik tentang Yesus (Kisah Para Rasul 2:6, 8) dalam bahasanya masing-masing (bahasa Yunani, dialekton "dialek/bahasa"). Di sini jelas terjadi pernyataan dan pendengaran yang penuh keajaiban di mana artinya yang jelas terungkap dan diterima pendengar.
Penafsiran Paulus tentang fenomena ini juga menunjukkan bahwa hal tersebut harus dimengerti sebagai pernyataan yang jelas tentang kebesaran Allah. Ia mengutip nubuat dalam Yoel 2:28-32, di mana pencurahan Roh Kudus itu menimbulkan nubuat (Kisah Para Rasul 2:17-18).
Di Korintus, di pihak lain, fenomena bahasa roh yang dirisaukan Paulus diidentifikasi sebagai "bahasa yang tidak dimengerti": tidak seorangpun mengerti hal ini (1 Korintus 14:2); bahasa itu perlu ditafsirkan jika ingin membangun jemaat (14:5); bahasa ini dikontraskan dengan "kata-kata yang jelas" (14:9, 19) dan "banyak macam bahasa...tidak ada satu pun di antaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti" (14:10); bahasa ini tidak mencakup akal budi (14:14); orang lain tidak tahu apa yang dikatakan (14:16).
Paulus membandingkan karunia "bahasa roh" ini dengan karunia "nubuat". Kita harus berhati-hati sejak awal untuk tidak memberikan gagasan yang terbatas pada kata nubuat. Kata ini tidak hanya berarti "meramalkan masa yang akan datang." Nubuat kadang-kadang mencakup unsur peramalan ini (baik di antara nabi-nabi Perjanjian Lama maupun nabi-nabi Kristen), tetapi aspek ini tidak eksklusif ataupun utama. Nabi-nabi Israel terutama menunjukkan Firman Allah pada kenyataan yang sekarang. Ini juga merupakan aspek utama dari pemberitaan Injil dalam kekristenan awal yang mula-mula. Dalam Kisah Para Rasul, nubuat Yoel (bahwa "anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat" Kisah Para Rasul 2:17-18) terpenuhi dalam pernyataan tentang apa yang telah dilakukan Allah dalam Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:22-36).
Dalam 1 Korintus 11, berdoa dan bernubuat dibicarakan sebagai dua aspek khas dari orang Kristen dalam ibadah jemaat. Doa ditujukan kepada Tuhan, sedangkan nubuat berarti menunjukkan Firman Tuhan kepada jemaat yang beribadah. Dalam 1 Korintus 14:19-33, aktivitas nabi-nabi Kristen diartikan menyampaikan isi wahyu ilahi kepada jemaat demi pengajaran dan dorongan. Tujuan perkataan nabi ini sangat penting daam kontras antara nubuat dengan berkata-kata dalam bahasa roh, yaitu untuk membangun, menasihati, dan menghibur (1 Korintus 14:3).
Kita dapat meringkas perbedaan di atas sebagai berikut: Paulus memahami "bahasa roh" sebagai ucapan yang bersemangat dan penuh gairah, tetapi tidak jelas tanpa penafsiran. Tempatnya yang asli dan sesuai adalah dalam doa (1 Korintus 14:2, 16). Ia memahami "nubuat" sebagai pernyataan wahyu yang bersemangat (mungkin mencakup Injil, yaitu tindakan Allah di dalam Kristus, dan pengungkapan yang lebih jauh dari tujuan Allah berdasarkan kejadian itu), yang disampaikan pada gereja dalam bentuk perkataan yang jelas untuk pertumbuhannya yang terus menerus. Dengan latar belakang dan definisi ini kita sekarang siap untuk mengikuti argumentasi Paulus tentang ucapan yang sulit ini.
Konteks yang lebih luas terdapat sebelum bab 12-14, di mana Paulus membicarakan masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat gereja, khususnya dalam konteks ibadah. Prinsip yang utama dan pokok untuk tindakan Kristen adalah prinsip kemajuan rohani. Semua kehidupan dan tindakan Kristen seharusnya diatur oleh pertanyaan: Apakah ini bermanfaat bagi orang lain? Apakah hal ini menimbulkan keselamatan dan/atau pertumbuhan iman mereka? Apakah ini baik untuk mereka? (1 Korintus 8:1, 9, 13, 9:12, 19-22; 10:23-24, 31-33; 11:21, 33). Prinsip ini terus berlanjut sebagai lintasan pedoman dalam pembahasan Paulus tentang kedudukan dan fungsi karunia rohani dalam 1 Korintus 12-14. Fokus dari pembahasan tersebut adalah manfaat relatif dari "bahasa roh" dan "nubuat" (bab 14). Tetapi Paulus menggunakan "nubuat" untuk membahas apa yang nampaknya merupakan masalah inti di Korintus: sikap meninggikan karunia berkata-kata dengan bahasa roh sedemikian rupa sehingga karunia-karunia lainnya dan juga orang-orang yang memiliki karunia itu diremehkan. Orang-orang yang menggunakan bahasa roh jelas melihat karunia ini sebagai tanda kerohanian yang lebih tinggi.
Pandangan semacam ini biasanya muncul secara alamiah di antara sekelompok orang beriman di Korintus yang merasa yakin bahwa mereka telah dibebaskan dari semua hubungan tanggung jawab dan masalah etika praktis (Lihat pembahasan tentang "orang-orang yang tinggi rohani" di Korintus dalam bab 15-17 di atas. Dalam ibadah, orang-orang yang tinggi rohani ini merasa bangga dalam fenomena wahyu sebagai pengesahan terakhir bahwa mereka bebas dari eksistensi yang terikat pada bumi, termasuk kata-kata yang rasional dan jelas. Pertanyaan Paulus kepada mereka dalam hal ini, seperti juga pertanyaan yang lebih awal sehubungan dengan masalah lain, adalah: Bagaimana peranan karunia ini untuk keselamatan atau untuk membangun orang lainnya, dan bukan hanya diri sendiri? (1 Korintus 14:4). Dasar untuk mengatasi masalah ini dijelaskan dengan teliti dalam bab 12-13. Singkatnya, pemikiran Paulus berkembang sebagai berikut: Ada bermacam-macam karunia untuk orang beriman, tetapi semuanya itu berasal dari Roh Allah (1 Korintus 12:4-6). Implikasinya adalah tidak seorang pun memiliki alasan untuk merasa bangga! Perwujudan dari Roh yang satu ini dalam bermacam-macam karunia itu adalah demi kepentingan bersama (1 Korintus 12:7). Jadi, dimilikinya karunia khusus itu bukanlah demi keuntungan pribadi seseorang. Rohlah yang menentukan bagaimana karunia itu dibagikan (1 Korintus 12:11). Karena itu, pemilik dari satu karunia tertentu tidak mempunyai alasan untuk merasa lebih disukai secara khusus atau dalam pengertian tertentu lebih tinggi daripada seseorang yang tidak memiliki karunia yang sama.
Rangkaian pemikiran ini kemudian ditunjang oleh gambaran jemaat sebagai tubuh Kristus, yang dibandingkan dengan anggota tubuh manusia yang hidup (1 Korintus 12:12-27). Tujuannya yang utama adalah untuk menyatakan bahwa walaupun ada bermacam-macam orang dan karunia dalam gereja, tidak boleh ada perpecahan; masing-masing bagian harus memperhatikan bagian yang lainnya (1 Korintus 12:25).
Setelah menekankan penting dan absahnya semua anggota tubuh, dan juga karunianya yang bermacam-macam, Paulus kemudian melanjutkan dengan menunjukkan bahwa sehubungan dengan prinsip-prinsip yang membimbing kehidupan dan tindakan Kristen yaitu agar orang-orang lain dapat diselamatkan dan dibangun beberapa panggilan dan karunia lebih utama, lebih mendasar dari yang lain, dan memberikan sumbangan yang lebih langsung dan besar terhadap tujuan itu. Walaupun Paulus memulai daftar panggilan karunia itu dengan cara menyebutkan satu demi satu ("pertama rasul, kedua nabi, ketiga guru" 1 Korintus 14:28), ia tidak melanjutkan penyebutan itu pada daftar karunia yang tersisa. Pelayanan rangkap tiga dari kata itu yaitu kesaksian Rasul yang mendasar bagi Injil, pemberitaan Injil nabi pada gereja, dan pengajaran tentang arti dan implikasi praktis dari Injil jelas merupakan yang utama, sedangkan aktivitas-aktivitas lainnya yang ditandai oleh karunia-karunia itu (1 Korintus 14:28) bersifat tergantung dan sekunder terhadap pelayanan tersebut. Penyebutan bahasa roh di urutan terakhir tidak harus berarti bahwa karunia inilah yang "paling kecil" berdasarkan urutan hirarkisnya (karena kelima karunia itu tidak diberi nomor). Lebih mungkin Paulus menyebutkannya paling akhir karena bagi jemaat yang antusias di Korintus kata ini terletak di paling atas. Tetapi, sudah jelas bahwa "bahasa roh" ini termasuk ke dalam sekelompok karunia yang satu tingkat lebih rendah daripada pelayanan nubuat. Hal ini ditegaskan oleh kalimat penutup Paulus dalam Korintus 12:31, "Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang utama." Dapat diduga dari lanjutannya dalam bab 14 bahwa pemberitaan nabi (khotbah) dan pengajaran adalah "karunia-karunia yang utama" itu.
Desakan untuk memperoleh karunia-karunia yang utama diikuti oleh panggilan menuju daya tarik yang lebih besar, "Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi" (1 Korintus 12:31 "jalan yang lebih baik lagi," Alkitab versi RSV). Yang lebih baik lagi daripada berusaha memperoleh karunia-karunia yang lebih utama, menurut Paulus, adalah mengikuti jalan kasih (1 Korintus 13:1).Karena, seperti ditunjukkannya dengan sangat mengesankan di bab 13, karunia yang kecil maupun besar suatu hari akan lenyap. Tetapi kasih abadi. Paulus mungkin mengungkapkan panggilan yang luar biasa terhadap kasih ini karena ia mengetahui bahwa kasih itu secara murni ditujukan kepada orang lain dan akan menjadi kekuatan yang memberi semangat untuk mencari karunia-karunia yang membangun orang lain. Karena itu "kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat" (1 Korintus 14:1). Sekarang kita sudah siap untuk membahas secara khusus hakikat, fungsi, dan manfaat relatif dari bahasa roh dan nubuat (di dalam ucapan yang sulit itu). "Bahasa roh" adalah bahasa hati, yang ditujukan kepada Allah (1 Korintus 14:2). "Nubuat" adalah kata-kata Allah yang ditujukan kepada manusia untuk menasihati dan menghibur (1 Korintus 14:3). "Bahasa roh" pada pokoknya merupakan masalah pribadi; bahasa roh ini membangun diri sendiri. "Nubuat" merupakan masalah umum, nubuat ini membangun jemaat (1 Korintus 14:4).
Paulus menegaskan perlunya dimensi pribadi dan juga dimensi umum dari karunia-karunia yang berlawanan tersebut ketika ia mengungkapkan harapannya agar mereka semua memiliki karunia bahasa roh, dan kemudian segera melanjutkan harapan itu dengan harapa yang lebih besar, "tetapi lebih daripada itu, supaya kamu bernubuat" (1 Korintus 14:5). Pengalaman pribadi yang menggairahkan, khususnya dalam keakraban hubungan doa seseorang dengan Allah, tidak seharusnya ditolak ("Janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh" 1 Korintus 14:39). Paulus mengetahui nilainya dari pengalaman pribadi (1 Korintus 14:18). Dalam konteks ibadah jemaat sekalipun, bahasa roh ini bisa bermanfaat jika dijelaskan melalui penafsiran (1 Korintus 14:5) sehingga orang-orang lain dapat "dibangun" (1 Korintus 14:16-17). Karena "bahasa roh" itu dikenal sebagai karunia Roh dan diberikan oleh Roh Allah, Paulus dapat mengatakan, "Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh." Ini akan merupakan bukti bahwa Roh bekerja di dalam diri mereka. Walaupun demikian, prinsip pelaksananya (yaitu demi kebaikan orang lain) membawanya tanpa syarat kepada pilihan terhadap pemberitaan nubuat, "Tetapi dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh" (1 Korintus 14:19).
Analisa ini membawa kita pada ringkasan kesimpulan sebagai berikut: Tidak satupun karunia Roh bersifat mutlak; hanya kasih yang mutlak. Karena itu, memiliki atau menggunakan karunia yang manapun bukan merupakan tanda kedewasaan rohani. Seseorang yang beriman harus terbuka terhadap karunia Roh dan jika mereka menerimanya, mereka harus menggunakannya dengan rasa syukur dan rendah hati. Setiap pencarian karunia tertentu secara sungguh-sungguh harus dipimpin oleh keinginan untuk melibatkan diri dalam membangun jemaat sehingga seluruh umat Allah benar-benar dapat menjadi alternatif ilahi bagi masyarakat manusia yang sudah rusak.
Children of Light - Serving with LOVE through FAITH Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia Kol 3:23 Karena bagiku hidup adalah Kristus & mati adalah keuntungan Fil 1:21
Sumber: Ucapan Paulus Yang Sulit