PEMBAHASAN WAHYU 13:11-18
(Berdasarkan tafsiran Simon J. Kistemaker )
Pendahuluan
Dalam sehari saya mendapat SMS lebih dari 5 kali dari nomor yang berbeda tetapi isinya sama yaitu tentang penggenapan Wahyu 13:16-18. Isi SMS tersebut adalah “Just forward, Emergency to All…jangan hapus sebelum membaca!! Mulai sekarang Wahyu 13:16-18 sudah digenapi…666 microchip sudah keluar…namanya Mondex!!! Please all, kalau ditawarin itu tolak mentah-mentah!!! Lebih baik melarat daripada terima itu. Karena microchip 666 adalah tanda akhir zaman. Hati-hati dengan orang-orang yang menawarkan chip-chip seperti itu yang dimasukkan ke tangan atau ke dahi. Alasannya untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi di Bank. Di Bank Danamon Lawang sudah diberlakukan hanya bagi mereka yang mau menggunakannya. Kalau tidak percaya coba buka www.verichipcorp.com.
Atas dasar isi SMS tersebut yang mungkin sudah beredar luas di kalangan umat Kristen, maka saya terbeban untuk memberikan suatu pemahaman berdasarkan tafsiran terhadap Wahyu 13:11-18. Semua pemahaman tentang akhir zaman dan tanda-tandanya terpola dari sisi pemahaman terhadap nas-nas dalam kitab Wahyu. Oleh karena itu perlu ada kejelasan konsep tentang apakah satu nas atau satu bagian dalam kitab wahyu harus ditafsirkan secara literal atau simbolis.
Dalam pasal 13 :1-10 Iblis memakai binatang yang keluar dari dalam laut sebagai Antikristus. Dalam ayat 11-18 Iblis memakai binatang yang keluar dari dalam bumi sebagai nabi palsu. Yang satu mewakili kekuatan fisik dan kekerasan, sebab ia keluar dari dalam lautan manusia. Yang lain mewakili kepalsuan dan dusta, sebab ia tampil sebagai orang yang memiliki kecerdasan, ketajaman intelektual, dan filsafat yang sangat rasional. Yang satu menyerang bagian luar, yaitu tubuh jasmani, dengan kebinasaan dan kematian. Yang lain mempengaruhi bagian dalam, yaitu pikiran. Yang kedua lebih mengerikan dari pada yang pertama karena ia bisa mempengaruhi mereka yang diam di bumi untuk menyembah bianatang yang keluar dari dalam laut. Ia adalah lambang agama palsu dan filsafat yang menyesatkan.
Ayat-ayat ini jelas menunjukkan rancangnan Iblis untuk meniru Kristus. Peniruan ini nyata dalam ayat-ayat selanjutnya yaitu penyebutan anak domba, pelimpahan wewenang dan penyembahan binatang, mengadakan tanda-tanda yang dashyat, pembuatan patung binatang itu dan menyembahnya, pemberian nyawa kepada patung binatang itu dan pembunuhan orang yang tidak menyembahnya, pemberian tanda pada tangan kanan dan dahi berupa nama atau bilangan nama binatang itu. Semua bentuk peniruan ini bertujuan untuk memperdaya manusia agar meninggalkan iman kepada Kristus dan mengikuti Iblis.
Peniruan Kristus
1. Penyebutan Anak Domba (ayat 11)
Binatang kedua yang keluar dari dalam bumi ini tidak datang dari antara manusia yang melambangkan kekuatan fisik, tetapi muncul dari dalam bumi sebagai lawan dari surga, dan sama sekali tidak mengandung hal sorgawi. Ia adalah nabi paslu yang sepenuhnya melayani Antikristus. Nabi palsu muncul tiga kali dalam kitab Wahyu (16:13; 19:20; 20:10). Ia adalah personifikasi filsafat sekuler, yaitu teori pengetahuan duniawi yang mempengaruhi konsep dan tindakan orang banyak. Ia mau mengumpulkan seluruh dunia untuk melawan Allah dan Yang Diurapi-Nya yaitu Kristus dan umat-Nya. Singkatnya, ia mau menjadi pemenang, tetapi seperti dinyatakan di kitab Wahyu, Kristuslah Sang Pemenang dan ia adalah pihak yang kalah.
Binatang yang keluar dari dalam bumi ini bertanduk dua seperti anak domba. Penglihatan Yohanes ini serupa dengan penglihatan Daniel (Daniel 8:3). Penampilan binatang ini yang bertanduk dua tidak hanya meniru Anak Domba Allah, ia juga berwujud tipu daya, memikat dan menarik. Ia adalah serigala berbulu domba (Matius 7:15). Binatang ini dihasut oleh Bapak segala dusta yaitu Iblis (Yoh. 8:44).
Cara berbicara binatang ini tdak sesuai dengan rupanya yang bertanduk dua seperti anak domba, tetapi berbicara seperti seekor naga. Binatang ini menyiarkan firman palsu yang bukan berasal dari Allah tetapi dari Naga. Naga ini adalah naga yang dibahas dalam pasal 12, dimana ia disamakan dengan ular tua, yang disebut Iblis, atau Setan (12:9). Kata ini menyiratkan bahwa ia bisa berdusta seperti ular yang telah menipu Hawa di Taman Eden (Kejadian 3;1).
2. Pelimpahan Wewenang atau kuasa dan penyembahan binatang (ayat 12)
Binatang dari dalam laut telah menerima kuasa dan ia berbagi otoritas dengan binatang dari dalam bumi. Binatang pertama menyatakan kekuatan, dan binatang kedua menyebarkan propaganda. Binatang kedua jangan dianggap remeh, karena otoritasnya sama dengan binatang pertama yang ia layani. Kedua kekuatan Antikristus ini berjuang bersama untuk menggulingkan pemerintahan Kristus. Gabungan kekuatan pikiran berupa ideologi dan otoritas atau kekuasaan ini memerintah di muka bumi untuk mengendalikan tubuh dan pikiran jutaan orang yang tak terbilang banyaknya.
Binatang yang kedua ini memiliki kekuatan yang besar untuk menyerang dan menjatuhkan pengikut Kristus. Ia menyebabkan seluruh bumi dan semua penghuninya menyembah binatang pertama. Segala sesuatu di muka bumi ini bertujuan melayani kepentingan binatang pertama yaitu Antikristus. Seluruh lembaga komuniaksi, sumber daya pemerintahan dan administrasi, sumber daya pendidikan, perdagangan dan industri, berdiri di belakang Antikristus. Karena itu, sebagai juru bicara Antikristus, nabi palsu ini harus mengendalikan dan memerintah pikiran manusia. Keahlian ini bisa terlaksana hanya bila manusia berbalik setia dan menyembah Antikristus.
Bagi orang-orang Kristen di Provinsi Asia (Asia kecil) menyembah berarti mengakui kaisar Romawi sebagai Tuhan dan Allah (lihat pasal 2 dan 3). Saat orang-orang Kristen masuk ke dalam kuil kafir dan turut makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, mereka sesungguhnya berpartisipasi dalam penyembabahan Iblis (1Korintus 10:20-21). Jumlah orang di sepanjang zaman yang meninggalkan Kristus untuk mengikuti berhala merupakan bukti nyata dari upaya jahat binatang kedua.
Frasa ‘yang luka parahnya telah sembuh’ dan frasa ‘Dia yang terluka oleh pedang, namun tetap hidup itu’ dalam ayat 14 merupakan peniruan dari penderitaan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Antikristus berusaha meniru Kristus dalam hal kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi ia akan dilempar ke dalam lautan api di mana ia akan mengalami kematian yang kedua (Bdk. Wahyu 19:20; 20:14).
3. Mengadakan tanda-tanda yang dashyat (ayat 13)
Mujizat dari pemalsu besar ini bisa dibandingkan dengan mujizat dari para hamba Allah. Misalnya, Elia melakukan mujizat yang sungguh menakjubkan. Ia berseru kepada Allah dan api turun dari sorga melalap habis korban persembahan dan kayu di atas mezbah batu, dan bahkan menjilat habis air di parit sekeliling mezbah (1 Raja-raja 18:38). Ia juga pernah memanggil turun api dari langit untuk menghanguskan dua perwira yang masing-masing memilki lima puluh orang pasukan (2 Raja-raja 1:10, 12; lihat juga Lukas 9:54-55).
Rasul Paulus memperingatkan bahwa “Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mijizat-mujizat palsu” (2 Tesalonika 2:9; lih. Matius 24:24). Dalam pasal 11:5, dua nabi yang Tuhan utus untuk bersaksi kepada dunia memiliki kuasa mengeluarkan api dari mulut mereka untuk melahap musuh-musuh mereka. Tetapi umat Allah harus bisa membedakan nabi yang benar dan nabi yang palsu. Allah memerintahkan Musa membertiahu orang Israel untuk menolak nabi-nabi palsu yang melakukan mujizat dan tanda-tanda ajaib untuk mendorong mereka menyembah allah-allah lain (Ulangan 13:1-5).
Melakukan mujizat palsu dan menghalangi orang menyembah Allah berjalan bersama. Dengan tipuan, para tukang sihir mengeraskan hati Firaun untuk tidak membiarkan umat Allah pergi (Keluaran 7:11); di Pulau Siprus, Elimas berusaha menghalangi Gubernur (Sergius Paulus) menyembah Allah dan Yang Diurapi-Nya (Kisah Para Rasul 13:6-8). Para tukang sihir, yang melakukan tipuan menurunkan api dari langit, berusaha mempengaruhi orang-orang Kristen abad pertama untuk menyembah Kaisar. Sebaliknya, Allah juga meneguhkan penyebaran Injil melalui berbagai mujizat, tanda ajaib, serta karunia Roh Kudus yang Ia bagi-bagikan sesuai kehendak-Nya (Ibrani 2:4). Jadi orang Kristen harus dengan jelas dan hati-hati membedakan mujizat yang asli dan yang palsu, dan memutuskan apakah itu berasal dari Allah atau Iblis.
4. Pendirian Patung binatang dan Menyembahnya (ayat 14)
Bagi Iblis dan pengikutnya, dusta adalah cara hidup mereka. Saat mendustai penduduk bumi ini, mereka berusaha menyingkirkan kebenaran, kejujuran, integritas, kesalehan, dan kehormatan. Frasa ‘orang-orang yang diam di bumi’ merujuk kepada manusia di bumi. Mereka adalah orang-orang yang tak beriman yang memusuhi dan menganiaya umat Allah (3:10; 6:10), para penentang yang hukumannya akan segera tiba (8:13; 11:10); dan orang yang namanya tidak tertulis di dalam kitab kehidupan (13:8; 17:8).
Yang memberi kuasa pada binatang yang keluar dari dalam bumi (nabi palsu) untuk melakukan mujizat adalah binatang yang keluar dari dalam laut (Antikristus) yang Allah ijinkan untuk melakukannya (lihat 19:20). Yohanes mencatat bahwa tanda-tanda ini harus dilakukan dihadapan binatang yang pertama yang ingin disembah oleh orang banyak. Hal ini terwujud saat orang-orang mendirikan patungnya; dengan cara ini ia menerima penghormatan mereka.
Pengaruh binatang itu tidak terbatas pada akhir abad pertama, sebab otoritasnya meiputi seluruh bumi, muncul dalam berbagai bentuk, dan terus ada hingga kesempurnaannya. Yohanes mencatat binatang itu terluka oleh pedang tetapi hidup kembali. Pemerintahan Antikristus meliputi segala masa. Roh Antikristus menderita pukulan yang mematikan tetapi bangkit kembali. Sekali lagi, lukisan binatang yang kembali dengan tenaga yang diperbarui ini merupakan karikatur kebangkitan Kristus. Tetapi, hal ini tidak sebanding; Antikristus hidup untuk menghancurkan kehidupan di mana saja, Kristus hidup untuk memberi kehidupan bagi semua pengikutnya.
5. Pemberian nyawa kepada patung Binatang itu dan pembunuhan orang yang tidak menyembahnya (ayat 15)
Binatang yang keluar dari dalam bumi bekerja di belakang layar tanpa disebutkan identitasnya. Binatang yang keluar dari dalam laut yang menarik perhatian karena semua dilakukan bagi dirinya dan kepentingannya, sebab ia adalah roh Antikristus. Pemberian nyawa kepada patung binatang itu menyiratkan pemakaian kuasa magis. Pemberian nyawa kepada patung binatang itu merupakan peniruan tindakan Allah memberi nafas hidup kepada Adam (Kejadian 2:7; bandingkan Wahyu 11:11). Allah mengizinkan semua tiruan itu dan mengizinkan binatang itu membunuh mereka yang menolak menyembah patung binatang itu.
Perjanjian Lama mencatat kisah tiga anak muda yang dilempar ke dalam perapian karena menolak mentaati perintah Nebukadnezar untuk menyembah patung yang ia dirikan (Daniel 3:1-11). Allah menyelamatkan mereka untuk memuliakan nama-Nya. Orang Kristen harus tunduk kepada pemerintah sejauh hal itu tidak melawan ajaran Kristus. Ayat ini tidak berkata bahwa semua pengikut Kristus akan dibunuh, tetapi seberapa banyak yang tidak mau menyembah akan dihukum mati.
6. Pemberian tanda pada tangan kanan dan dahi berupa nama atau bilangan nama binatang itu (ayat 16-17)
Binatang kedua tidak hanya mengeksekusi mereka yang menolak menyembah patung binatang pertama, tetapi juga memaksa berbagai golongan orang untuk menerima tanda yang memisahkan mereka dari orang Kristen. Frasa pemberian tanda ini bisa merujuk budak yang dicap hingga orang yang mentato tangan kanan dan dahi mereka. Sejarah penuh dengan kiasan para budak, prajurit, dan pengikut fanatik yang diberi cap. Menurut ayat ini, pemberian tanda ini dimaksudkan agar bisa menjual dan membeli barang dagangan, sehingga meliputi kategori yang lebih luas dari sekedar suatu bagian polulasi.
Kata tanda muncul beberapa kali dalam kitab Wahyu. Yohanes berkata dalam 14:9, “Jikalau seorang menyembah binatang dan patungnya itu, dan menerima tanda pada dahinya atau pada tangannya.” Dan dalam 14:11 ia menulis, “Barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.” Jadi, memiliki tanda binatang itu terkait dengan menyembah dan menyandang namanya. Hal ini menunjukkan seseorang adalah pengikut sejati binatang itu, dan memusuhi Allah, firman, dan umat-Nya; ia menyandang tanda Antikristus di tangan kanan dan dahinya.
Simbol tangan kanan berarti persahabatan atau persekutuan (Galatia 2:9); hal ini menandakan mereka bersama-sama melawan Allah. Tanda pada dahi menyiratkan orang-orang ini dipengaruhi oleh filsafat atau pola pikir yang sama. Benak para Antikristus memuliakan binatang itu dan pencapaiannya, dan mereka berusaha menghancurkan karya Kristus di dunia.
Seperti pengikut Antikristus memiliki tanda binatang di tangan kanan dan di dahi mereka, demikian juga para hamba Allah menerima meterai Allah dan nama Bapa maupun Anak Domba di dahi mereka (7:3; 14:1). Jika tanda pada umat Allah tidak terlihat, maka tanda pada orang-orang tak beriman pun tidak terlihat. Penerimaan tanda binatang itu merupakan peniruan bagi baptisan Kristen.
Frasa tidak dapat berjual beli berarti memutus persediaan makanan dan akan mengakibatkan kelaparan. Penerima pertama kitab Wahyu bisa memahami keadaan ini, sebab banyak dari mereka di Smirna yang teramat miskin. Pemboikotan seperti ini tidak hanya terjadi satu kali saja dalam sejarah; hal ini biasa terjadi, dan dalam banyak kasus, umat Allah menjadi korbannya. Tanda binatang itu berarti menyandang nama dan angkanya.
Kesimpulan
Ayat 18 merupakan kesimpulan dari peniruan karya Kristus oleh Antikristus. Yohanes menekankan dalam ayat ini bahwa yang penting adalah hikmat. Wahyu Allah bisa dipahami hanya jika pembaca memiliki hikmat yang diberikan dari atas melalui Roh Kudus. Hikmat berasal dari Anak Domba dan Allah (5:12; 7:12), tetapi di kitab Wahyu, orang beriman harus mengaitkan hikmat dengan pewahyuan ini. Hikmat bukanlah studi atau penelitian ilmiah, tetapi pengertian dari Allah yang diterima oleh orang beriman di dalam Kristus (1 Korintus 1:30).
Barangsiapa bijaksana baiklah ia menghitung bilangan binatang itu. Orang yang memiliki akal yang diterangi oleh Roh Kudus akan mengerti. Ini tidak berarti hanya orang cendekiawan yang mampu menafsirkan nas ini; setiap orang dengan pertolongan Roh Kudus akan melihat maknanya dalam hal Kristus melawan Antikristus.
Hal ini berkaitan dengan menghitung bilangan Antikristus. Kata kerja ‘menghitung’ muncul di sini dan di Lukas 14:28 ‘Sebab siapakah diantara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah rumah tidak duduk dahulu dan menghitung anggaran biayanya?’
Penafsiran umum mengaitkan bilangan 666 dengan Kaisar Nero tetapi penafsiran ini tidak didukung oleh bukti kuat dari Bapa-Bapa Gereja. Karena itu para teolog abad 19 mengaitkan angka 666 dengan kaisar lain seperti Kaligula, Vespasainus, dan Domitianus.
Sangat sulit untuk menafsirkan angka 666 dengan cara mengaitkannya pada kaisar-kaisar yang berkuasa pada saat itu. Karena beragama kesukaran maka kita harus melihatnya dari segi penulis. Yohanes menulis pasal ini dalam kerangka simbolisme, sehingga bisa diduga bahwa angka 666 dalam ayat ini harus dipahami secara kiasan. Angka tujuh berarti sempurna, angka enam berarti tidak sempurna. Iblis pemalsu besar itu berjuang mencapai angka tujuh, tetapi selalu gagal dan berakhir di angka enam. Allah menyelesaikan karya-Nya dalam tujuh hari (Kejadian 2:2); Ia berkata kepada orang-orang Israel agar berjalan mengelilingi Yerikho tujuh kali dengan tujuh imam meniup tujuh sangkakala pada hari ketujuh (Yosua 6:4). Ia memerintahkan agar budak-budak Ibrani dibebaskan pada tahun ke tujuh (Keluaran 21:2; Ulangan 15:12; Yeremia 34:14). Dalam kitab Wahyu angka enam merujuk pada penghukuman: akhir meterai keenam, sangkakala keenam, dan cawan keenam. Karya Iblis selalu berakhir dalam kegagalan. Angka bilangan itu 666 yaitu kegagalan demi kegagalan demi kegagalan. Meskipun Iblis berusaha memusnahkan semua umat Allah sejak kematian Habel sampai sekarang, ia tidak berhasil. Dalam pertarungan spanjang abad, bukan Iblis tetapi Allah yang memegang kendali. Kesimpulannya, 666 adalah angka Iblis bukan angka seorang manusia tertentu yang melakukan pekerjaan Iblis dalam sejarah.
Binatang dari dalam bumi berhubungan erat dengan binatang dari dalam laut dan dengan naga. Mereka merupakan tiga senyawa, yang sebenarnya bersatu dalam sifat dan tujuan. Mereka dapat dipandang sebagai tiruan ketiganya yang esa; naga sebagai bapak, binatang dari dalam laut sebagai anaknya, sedangkan binatang dari dalam bumi adalah roh mereka yang najis, yang mengilhami nabi-nabi palsu. Tidak mengherankan bila binatang yang kedua disebut sebagai nabi palsu.
Penglihatan ini menasihati jemaat-jemaat Kristen supaya tidak menuruti berita tipuan menganai kedatangan Mesias, karena pada hakikatnya berita itu menyangkali Kristus sebagai Mesias yang sudah datang, Anak Domba yang telah disembelih, tetapi hidup kembali untuk menggembalakan kawanan domba-Nya menuju ke keselamatan. Janganlah jemaat-jemaat Kristen memberi simpati dan dukungan kepada kaum Yahudi dalam usahanya untuk mendirikan kerajaan Mesias di Kanaan dengan pusatnya di Yerusalem.
Alangkan baik juga Gereja masa kini berhati-hati terhadap berbagai ajaran yang bunnyinya baik (berwajah anak domba dengan dua tanduk), padahal berlawanan dengan Injil Yesus Kristus karena (berbicara seperti naga). Penglihatan ini bukan baru tergenapi pada masa kini, tetapi sudah berlangsung pada Gereja mula-mula dan sedang berlagsung sampai kedatangan kembali Tuhan Yesus Kristus.
Nas Alkitab untuk diperhatikan:
Matthew 7:21 'Not every one who is saying to me Lord, lord, shall come into the reign of the heavens; but he who is doing the will of my Father who is in the heavens.
Matius 7:21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
1 John 2:18 Little youths, it is the last hour; and even as ye heard that the antichrist doth come, even now antichrists have become many -- whence we know that it is the last hour;
1 Yohanes 2:18 Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir.
~~~Amin~~~
Kamis, 13 Januari 2011
Kebinasaan Si Pencari Muka
(2 Samuel 1:1-16)
2 Samuel pasal 1:1-16 menceritakan tentang nasib tragis orang muda yang adalah si pencari muka. Orang muda berdarah Amalek, datang kepada Daud dan dengan penuh keyakinan dia meceritakan bahwa dialah pembunuh raja Saul, yang terus mengejar dan berusaha membubuh Daud. Orang muda ini berpikir bahwa dengan mengatakan demikian ia akan mendapat pujian dari Daud, bahkan mungkin kelak dia akan mendapatkan hadiah dan kedudukan dalam pemerintahan Daud. Namun, tanpa disadarinya bahwa kematian sedang menantinya.
Orang muda dalam kisah ini adalah seorang penipu. Mengapa? Karena ayat 2 mengatakan bahwa ada seorang dari tentara, dari pihak Saul, yang datang menemui Duad di Ziklag. Namun pada waktu Daud bertanya kepadanya: “Dari manakah engkau?” Dia menjawab: “Aku lolos dari tentara Israel,” seolah-olah dia bukan dari tentara Israel. Ketika ditanya untuk ketiga kalinya oleh Daud, “Bagaimana engkau ketahui bahwa Saul dan Yonatan anaknya, juga sudah mati?” Disinilah dia mencari muka di hadapan Daud dengan mengatakan bahwa dialah yang telah membunuh raja Saul dan yang mengambil jejamang yang ada di kepalanya dan gelang yang ada pada lengannya dan membawanya kepada Daud. Ia mengatakan, “dan inilah dia kubawa kepada tuanku.” Inilah penipu! Inilah pencari muka! Dia berpikir bahwa pasti Daud senang dan akan memuji dia karena telah membunuh raja Saul. Dia berpikir bahwa dia sudah sangat berjasa menyelamatkan nyawa Daud dari tangan raja Saul.
Penipuan orang muda ini semakin nyata dalam hal bagaimana Saul tewas. Ia mengatakan bahwa Saul bertelekan pada tombaknya, Saul menoleh ke belakang dan melihat dia, memanggil dia dan bertanya kepadanya: siapakah engkau? Saul berkata: datanglah ke mari dan bunuhlah aku, karena kekejangan telah menyerang aku, tetapi aku masih bernyawa (ayat 6-9). Aku datang dan membunuhnya, kata orang muda itu. Betapa dia merekayasa kematian seorang raja demi kepentingannya sendiri. Padahal dalam 1 Samuel 31 jelas bahwa raja Saul tewas ketika dia sendiri menajtuhkan dirinya keatas pedangnya. Hal ini dilakukannya karena dia telah meminta pembawa senjatanya untuk membunuhnya tetapi pembawa senjatanya segan. Dan raja Saul tidak mau mati oleh tangan orang-orang Filistin (1 Samuel 31:4-5).
Si Penipu dan pencari muka ini juga mencelakakan dirinya dengan mengatakan bahwa dia adalah orang Amalek, padahal orang Amalek adalah musuh orang Israel. Tidak diketahui dengan pasti kalau memang dia keturunan Amalek atau Israel. Tetapi bisa saja dia menipu.
Apa yang diinginkannya tidak tercapai, sebaliknya dia mengalami nasib yang sama dengan raja Saul. Kebahagiaan yang diinginkan, namun kebinasaan yang diperoleh. Kehidupan yang diharapkan, namun kematian yang diterima. Itulah buah dari si pencari muka. Daud berkata: Paranglah dia, karena dia telah membunuh raja yang diurapi Tuhan. Daud memiliki kesempatan dua kali untuk membunuh Saul, tetapi dia tidak mau menjamah orang yang diurapi Tuhan. Kok seorang Amalek berani membunuh raja yang diurapi Tuhan?
Semua orang Kristen di abad 21 ini perlu belajar firman Tuhan dalam kisah ini agar tidak menjadi orang yang kesukaannya adalah mencari muka di depan orang lain, namun tidak mencari kehendak Tuhan. Ada beberapa alasan mengapa orang lebih suka mencari muka di depan orang lain atau menjadi penjilat, antara lain karena faktor ekonomi, demi mendapatkan jabatan, demi gengsi, agar dipandang sebagai orang yang paling berjasa, dan lain-lain. Berbarengan dengan itu, justru ada beberapa hal yang tidak baik ketika menjadi seorang pencari muka atau penjilat yaitu:
1. Menjadi penipu dan mengorbankan kebenaran. Hal ini nyata dalam nas 2 Samuel 1 ini bahwa si pencari muka menipu dan mengorbankan kebenaran.
2. Pencari muka atau penjilat cenderung mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Entah itu keuntungan materi, atau pun keuntungan dalam hal popularitas. Si pencari muka lebih mengutamakan egonya dari pada sesamanya. Karena itu juga, si pencari muka tidak tanggung-tanggung mengkhianati dan menjual sesamanya atau kawan kerjanya.
3. Menjadi orang yang plin-plan atau plintat-plintut, tidak konsisten dan cenderung opurtunis (cenderung memperkaya diri sndiri). Tidak memperjuangkan sesuatu karena prinsip, tetapi karena embel-embelnya.
4. Sering mengekor kepada orang yang dicari mukanya, walaupun tidak didapatkan hatinya.
5. Jarang atau tidak berani menantang orang yang kepadanya ia mencari muka.
6. Secara tidak sadar menciptakan dirinya menjadi manusia bermental “yes man” atau “yes sir”
Kita dapat melihat hal-hal di atas dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Kadang kala terasa lucu dan menggelikan ketika menyaksikan orang yang mencari muka di depan orang lain. Kita tidak perlu mencari muka orang lain. Yang perlu dan lebih penting adalah mencari hati dan kehendak Tuhan. Kita perlu bicara terus terang, blak-blakan, ikhlas dan jujur. Semoga setiap insan dalam wadah SETIA dan GKSI, mulai dari Rektor, staf, dosen, mahasiswa, ketua Sinode, ketua BPW, Korsek, Pendeta, Guru Injil, Penatua, Diaken dan semua hamba Tuhan GKSI dan almuni SETIA, serta semua mahasiswa SETIA dan jemaat GKSI tidak ada yang mencari muka di hadapan manusia baik itu pimpinan ataupun donatur, karena akhir dari si Pencari muka adalah KEBINASAAN. (Pdt. Martinus Manek Nikan, M.Div)
2 Samuel pasal 1:1-16 menceritakan tentang nasib tragis orang muda yang adalah si pencari muka. Orang muda berdarah Amalek, datang kepada Daud dan dengan penuh keyakinan dia meceritakan bahwa dialah pembunuh raja Saul, yang terus mengejar dan berusaha membubuh Daud. Orang muda ini berpikir bahwa dengan mengatakan demikian ia akan mendapat pujian dari Daud, bahkan mungkin kelak dia akan mendapatkan hadiah dan kedudukan dalam pemerintahan Daud. Namun, tanpa disadarinya bahwa kematian sedang menantinya.
Orang muda dalam kisah ini adalah seorang penipu. Mengapa? Karena ayat 2 mengatakan bahwa ada seorang dari tentara, dari pihak Saul, yang datang menemui Duad di Ziklag. Namun pada waktu Daud bertanya kepadanya: “Dari manakah engkau?” Dia menjawab: “Aku lolos dari tentara Israel,” seolah-olah dia bukan dari tentara Israel. Ketika ditanya untuk ketiga kalinya oleh Daud, “Bagaimana engkau ketahui bahwa Saul dan Yonatan anaknya, juga sudah mati?” Disinilah dia mencari muka di hadapan Daud dengan mengatakan bahwa dialah yang telah membunuh raja Saul dan yang mengambil jejamang yang ada di kepalanya dan gelang yang ada pada lengannya dan membawanya kepada Daud. Ia mengatakan, “dan inilah dia kubawa kepada tuanku.” Inilah penipu! Inilah pencari muka! Dia berpikir bahwa pasti Daud senang dan akan memuji dia karena telah membunuh raja Saul. Dia berpikir bahwa dia sudah sangat berjasa menyelamatkan nyawa Daud dari tangan raja Saul.
Penipuan orang muda ini semakin nyata dalam hal bagaimana Saul tewas. Ia mengatakan bahwa Saul bertelekan pada tombaknya, Saul menoleh ke belakang dan melihat dia, memanggil dia dan bertanya kepadanya: siapakah engkau? Saul berkata: datanglah ke mari dan bunuhlah aku, karena kekejangan telah menyerang aku, tetapi aku masih bernyawa (ayat 6-9). Aku datang dan membunuhnya, kata orang muda itu. Betapa dia merekayasa kematian seorang raja demi kepentingannya sendiri. Padahal dalam 1 Samuel 31 jelas bahwa raja Saul tewas ketika dia sendiri menajtuhkan dirinya keatas pedangnya. Hal ini dilakukannya karena dia telah meminta pembawa senjatanya untuk membunuhnya tetapi pembawa senjatanya segan. Dan raja Saul tidak mau mati oleh tangan orang-orang Filistin (1 Samuel 31:4-5).
Si Penipu dan pencari muka ini juga mencelakakan dirinya dengan mengatakan bahwa dia adalah orang Amalek, padahal orang Amalek adalah musuh orang Israel. Tidak diketahui dengan pasti kalau memang dia keturunan Amalek atau Israel. Tetapi bisa saja dia menipu.
Apa yang diinginkannya tidak tercapai, sebaliknya dia mengalami nasib yang sama dengan raja Saul. Kebahagiaan yang diinginkan, namun kebinasaan yang diperoleh. Kehidupan yang diharapkan, namun kematian yang diterima. Itulah buah dari si pencari muka. Daud berkata: Paranglah dia, karena dia telah membunuh raja yang diurapi Tuhan. Daud memiliki kesempatan dua kali untuk membunuh Saul, tetapi dia tidak mau menjamah orang yang diurapi Tuhan. Kok seorang Amalek berani membunuh raja yang diurapi Tuhan?
Semua orang Kristen di abad 21 ini perlu belajar firman Tuhan dalam kisah ini agar tidak menjadi orang yang kesukaannya adalah mencari muka di depan orang lain, namun tidak mencari kehendak Tuhan. Ada beberapa alasan mengapa orang lebih suka mencari muka di depan orang lain atau menjadi penjilat, antara lain karena faktor ekonomi, demi mendapatkan jabatan, demi gengsi, agar dipandang sebagai orang yang paling berjasa, dan lain-lain. Berbarengan dengan itu, justru ada beberapa hal yang tidak baik ketika menjadi seorang pencari muka atau penjilat yaitu:
1. Menjadi penipu dan mengorbankan kebenaran. Hal ini nyata dalam nas 2 Samuel 1 ini bahwa si pencari muka menipu dan mengorbankan kebenaran.
2. Pencari muka atau penjilat cenderung mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Entah itu keuntungan materi, atau pun keuntungan dalam hal popularitas. Si pencari muka lebih mengutamakan egonya dari pada sesamanya. Karena itu juga, si pencari muka tidak tanggung-tanggung mengkhianati dan menjual sesamanya atau kawan kerjanya.
3. Menjadi orang yang plin-plan atau plintat-plintut, tidak konsisten dan cenderung opurtunis (cenderung memperkaya diri sndiri). Tidak memperjuangkan sesuatu karena prinsip, tetapi karena embel-embelnya.
4. Sering mengekor kepada orang yang dicari mukanya, walaupun tidak didapatkan hatinya.
5. Jarang atau tidak berani menantang orang yang kepadanya ia mencari muka.
6. Secara tidak sadar menciptakan dirinya menjadi manusia bermental “yes man” atau “yes sir”
Kita dapat melihat hal-hal di atas dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Kadang kala terasa lucu dan menggelikan ketika menyaksikan orang yang mencari muka di depan orang lain. Kita tidak perlu mencari muka orang lain. Yang perlu dan lebih penting adalah mencari hati dan kehendak Tuhan. Kita perlu bicara terus terang, blak-blakan, ikhlas dan jujur. Semoga setiap insan dalam wadah SETIA dan GKSI, mulai dari Rektor, staf, dosen, mahasiswa, ketua Sinode, ketua BPW, Korsek, Pendeta, Guru Injil, Penatua, Diaken dan semua hamba Tuhan GKSI dan almuni SETIA, serta semua mahasiswa SETIA dan jemaat GKSI tidak ada yang mencari muka di hadapan manusia baik itu pimpinan ataupun donatur, karena akhir dari si Pencari muka adalah KEBINASAAN. (Pdt. Martinus Manek Nikan, M.Div)
Langganan:
Postingan (Atom)