Foto Wisuda Pasca Sarjana

Kamis, 13 Januari 2011

Kebinasaan Si Pencari Muka

(2 Samuel 1:1-16)

2 Samuel pasal 1:1-16 menceritakan tentang nasib tragis orang muda yang adalah si pencari muka. Orang muda berdarah Amalek, datang kepada Daud dan dengan penuh keyakinan dia meceritakan bahwa dialah pembunuh raja Saul, yang terus mengejar dan berusaha membubuh Daud. Orang muda ini berpikir bahwa dengan mengatakan demikian ia akan mendapat pujian dari Daud, bahkan mungkin kelak dia akan mendapatkan hadiah dan kedudukan dalam pemerintahan Daud. Namun, tanpa disadarinya bahwa kematian sedang menantinya.
Orang muda dalam kisah ini adalah seorang penipu. Mengapa? Karena ayat 2 mengatakan bahwa ada seorang dari tentara, dari pihak Saul, yang datang menemui Duad di Ziklag. Namun pada waktu Daud bertanya kepadanya: “Dari manakah engkau?” Dia menjawab: “Aku lolos dari tentara Israel,” seolah-olah dia bukan dari tentara Israel. Ketika ditanya untuk ketiga kalinya oleh Daud, “Bagaimana engkau ketahui bahwa Saul dan Yonatan anaknya, juga sudah mati?” Disinilah dia mencari muka di hadapan Daud dengan mengatakan bahwa dialah yang telah membunuh raja Saul dan yang mengambil jejamang yang ada di kepalanya dan gelang yang ada pada lengannya dan membawanya kepada Daud. Ia mengatakan, “dan inilah dia kubawa kepada tuanku.” Inilah penipu! Inilah pencari muka! Dia berpikir bahwa pasti Daud senang dan akan memuji dia karena telah membunuh raja Saul. Dia berpikir bahwa dia sudah sangat berjasa menyelamatkan nyawa Daud dari tangan raja Saul.
Penipuan orang muda ini semakin nyata dalam hal bagaimana Saul tewas. Ia mengatakan bahwa Saul bertelekan pada tombaknya, Saul menoleh ke belakang dan melihat dia, memanggil dia dan bertanya kepadanya: siapakah engkau? Saul berkata: datanglah ke mari dan bunuhlah aku, karena kekejangan telah menyerang aku, tetapi aku masih bernyawa (ayat 6-9). Aku datang dan membunuhnya, kata orang muda itu. Betapa dia merekayasa kematian seorang raja demi kepentingannya sendiri. Padahal dalam 1 Samuel 31 jelas bahwa raja Saul tewas ketika dia sendiri menajtuhkan dirinya keatas pedangnya. Hal ini dilakukannya karena dia telah meminta pembawa senjatanya untuk membunuhnya tetapi pembawa senjatanya segan. Dan raja Saul tidak mau mati oleh tangan orang-orang Filistin (1 Samuel 31:4-5).
Si Penipu dan pencari muka ini juga mencelakakan dirinya dengan mengatakan bahwa dia adalah orang Amalek, padahal orang Amalek adalah musuh orang Israel. Tidak diketahui dengan pasti kalau memang dia keturunan Amalek atau Israel. Tetapi bisa saja dia menipu.
Apa yang diinginkannya tidak tercapai, sebaliknya dia mengalami nasib yang sama dengan raja Saul. Kebahagiaan yang diinginkan, namun kebinasaan yang diperoleh. Kehidupan yang diharapkan, namun kematian yang diterima. Itulah buah dari si pencari muka. Daud berkata: Paranglah dia, karena dia telah membunuh raja yang diurapi Tuhan. Daud memiliki kesempatan dua kali untuk membunuh Saul, tetapi dia tidak mau menjamah orang yang diurapi Tuhan. Kok seorang Amalek berani membunuh raja yang diurapi Tuhan?
Semua orang Kristen di abad 21 ini perlu belajar firman Tuhan dalam kisah ini agar tidak menjadi orang yang kesukaannya adalah mencari muka di depan orang lain, namun tidak mencari kehendak Tuhan. Ada beberapa alasan mengapa orang lebih suka mencari muka di depan orang lain atau menjadi penjilat, antara lain karena faktor ekonomi, demi mendapatkan jabatan, demi gengsi, agar dipandang sebagai orang yang paling berjasa, dan lain-lain. Berbarengan dengan itu, justru ada beberapa hal yang tidak baik ketika menjadi seorang pencari muka atau penjilat yaitu:
1. Menjadi penipu dan mengorbankan kebenaran. Hal ini nyata dalam nas 2 Samuel 1 ini bahwa si pencari muka menipu dan mengorbankan kebenaran.
2. Pencari muka atau penjilat cenderung mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Entah itu keuntungan materi, atau pun keuntungan dalam hal popularitas. Si pencari muka lebih mengutamakan egonya dari pada sesamanya. Karena itu juga, si pencari muka tidak tanggung-tanggung mengkhianati dan menjual sesamanya atau kawan kerjanya.
3. Menjadi orang yang plin-plan atau plintat-plintut, tidak konsisten dan cenderung opurtunis (cenderung memperkaya diri sndiri). Tidak memperjuangkan sesuatu karena prinsip, tetapi karena embel-embelnya.
4. Sering mengekor kepada orang yang dicari mukanya, walaupun tidak didapatkan hatinya.
5. Jarang atau tidak berani menantang orang yang kepadanya ia mencari muka.
6. Secara tidak sadar menciptakan dirinya menjadi manusia bermental “yes man” atau “yes sir”
Kita dapat melihat hal-hal di atas dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Kadang kala terasa lucu dan menggelikan ketika menyaksikan orang yang mencari muka di depan orang lain. Kita tidak perlu mencari muka orang lain. Yang perlu dan lebih penting adalah mencari hati dan kehendak Tuhan. Kita perlu bicara terus terang, blak-blakan, ikhlas dan jujur. Semoga setiap insan dalam wadah SETIA dan GKSI, mulai dari Rektor, staf, dosen, mahasiswa, ketua Sinode, ketua BPW, Korsek, Pendeta, Guru Injil, Penatua, Diaken dan semua hamba Tuhan GKSI dan almuni SETIA, serta semua mahasiswa SETIA dan jemaat GKSI tidak ada yang mencari muka di hadapan manusia baik itu pimpinan ataupun donatur, karena akhir dari si Pencari muka adalah KEBINASAAN. (Pdt. Martinus Manek Nikan, M.Div)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar