Foto Wisuda Pasca Sarjana

Rabu, 12 Mei 2010

Eskatologi Jurgen Moltman

ESKATOLOGI JURGEN MOLTMANN

A. PENDAHULUAN
Eskatologi adalah salah satu topik yang penting dalam teologi Kristen. Topik eskatologi ini adalah topik yang sangat rentan terhadap pengajaran yang tidak sehat karena berkaitan dengan hal-hal yang bersifat nubuatan. Walaupun topik ini rentan terhadap pengajaran yang tidak sehat, namun masih ada banyak teolog Kristen yang berusaha untuk merumuskannya berdasarkan pemahaman masing-masing, dan sesuai dengan metode penafsiran mereka terhadap Alkitab. Topik eskatologi yang dibahas dalam makalah ini adalah: Apakah pandangan Motlmann tentang eskatologi dan bagaimana tanggapan kelompok terhadap pandangan Moltmann itu? Namun sebelumnya kami memberikan beberapa informasi tentang hidup, karya, tokoh-tokoh yang mempengaruhinya dan metode pendekatannya. Hal ini penting karena lazimnya teologi seseorang berakar di dalam biografinya.
1. Biografi
Jurgen Moltmann dilahirkan di Hamburg Jerman pada tanggal 8 April 1926 dan dibesarkan dalam lingkungan yang sangat sekuler. Pada umur 16 tahun Moltmann mengidolakan Albert Einstein dan berharap untuk belajar matematika di Universitas. Teologi belum memainkan apapun dalam hidupnya. Moltmann menempuh ujian masuk untuk melanjutkan pendidikannya, namun sebaliknya ia pergi berperang sebagai seorang tenaga pembantu dalam angkatan udara Jerman. Bahan-bahan Bacaan yang dibawanya ke dalam penderitaan perang adalah Puisi-puisi karya Goethe dan karya-karta Nietzsche. Pada tahun 1944 ia sungguh-sungguh terkena wajib militer dan menjadi tentara di militer Jerman. Pada tahun 1945 ia menyerah kepada tentara Inggris dan dari tahun 1945 sampai 1948 ia ditawan sebagai tawanan perang dan dipindahkan dari satu kamp ke kamp yang lainnya. Ia mula-mula ia ditawan di Belgia. Di kamp di Belgia, para tawanan tidak mempunyai banyak kegiatan akibatnya pikiran-pikiran mereka mulai tersiksa. Moltman dan rekan-rekan setahanan merasa tersiksa oleh kenangan dan pikiran-pikiran yang menghawatirkan. Moltmann mengaku telah kehilangan semua pengharapan dan kepercayaan terhadap budaya Jerman karena kamp-kamp konsentrasi tempat orang Yahudi dan yang lain-lainnya yang ditahan oleh Nazi telah dibunuh. Moltmann mengaku bahwa ia menyesal sehingga ia sering merasa bahwa lebih baik ia mati bersama-sama dengan rekan-rekannya dari pada tetap hidup untuk menghadapi apa yang telah dilakukan bangsanya. Moltmann bertemu dengan sekelompok orang Kristen di kamp itu dan seorang pendeta tentara Amerika memberikan kepadanya sebuah Kitab Perjanjian Baru dan Mazmur. Perlahan-lahan ia mulai mengidentifikasi dan mulai mengandalkan iman Kristen. Pada akhirnya Moltmann mengaku “saya tidak menemukan Kristus, Dialah yang menemukan saya.” Setelah penahanan di Belgia, ia dipindahkan di sebuah kamp di skotlandia dan di sana ia bekerja dengan orang-orang Jerman lainnya untuk membangun kembali daerah-daerah yang rusak karena pengeboman. Keramahtamahan penduduk setempat terhadap para tawanan menimbulkan kesan yang mendalam pada dirinya. Pada Juli 1946, ia dipindahkan untuk terakhir kalinya ke sebuah penjara Inggris yang terletak dekat dengan Nottingham yaitu kamp Northern. Kamp itu dioperasikan oleh YMCA (Youth Mission Christian Assuciation), dan di sana Moltmann bertemu banyak mahasiswa teologi. Di kamp Northern ia menemukan buku Reinhold Niebuhr, Nature and Destiny of Man I, itu adalah buku teologi pertama yang pernah dibacanya dan Moltmann mengaku bahwa buku itu menimbulkan dampak yang hebat dalam hidupnya. Pada tahun 1948 Moltmann kembali ke rumahnya dan menemukan kotanya Hamburg dan seluruh negerinya dalam keadaan hancur karena pengeboman tentara sekutu semasa perang dunia ke II. Moltmann menempuh pendidikan teologinya di Universitas Goettingen, sebuah lembaga yang para profesornya merupakan pengikut-pengikut Karl Barth.

2. Karya-karya Moltmann
Kita tidak dapat mengetahui semua karya yang pernah dihasilkan oleh Jurgen Moltmann selama masa hidupnya. Menurut Bauckham , Moltmann menghasilkan cukup banyak karya dalam bidang teologi, akan tetapi karya yang terkenal dan turut memberikan sumbangsih dalam dunia teologi secara luas terdiri atas tiga karya yaitu: Theology of Hope (1964), Karya ini sangat dipengaruhi oleh orientasi eskatologis dari karya filsuf Ernst Bloch (The Principal of Hope); The Crucified God (1972) yang menegaskan bahwa Allah mati pada kayu salib, sehingga membangkitkan pertanyaan tentang impasibilitas Allah. ; The Church in the Power of the Spirit (1975) menjelaskan tentang implikasi-implikasi dan eksplorasi bagi gereja di dalam kehidupannya dan dunia.
3. Teolog-Teolog yang mempengaruhi Moltmann
Pemikiran-pemikiran dari Jurgen Moltmann tidak jatuh dari langit, tetapi ia sangat dipengaruhi oleh beberapa tokoh terkenal yakni: Karl Barth dengan dialektika teologinya dan Ernst Bloch dengan filsafat Marxismenya. Douglas Meeks sudah secara tepat sekali melacak asal-usul teologi pengharapan dari Moltmann dalam pengaruh dari guru-gurunya yaitu Otto Webber, ernst Wolf; Hans Joachim Iwand; Gerhard von Rad, dan Ernst Kasemann. Dengan merekalah Moltmann belajar teologi di Gottingen tahun 1948. Moltmann pasti belajar banyak juga dari Karl Barth, yang dengan Kristosentrisnya yang tidak mengenal kompromi sudah melengkapi gereja selama perang dunia II dan sekarang berbicara kepada orang-orang yang mengalami suasana peperangan seperti Moltmann yang datang ke perkuliahan langsung dari perjara perang.
4. Metode pendekatan dan Hermeneutik Moltmann
Metode berteologi yang dipakai oleh Moltmann adalah: teologi yang menyeluruh dibahas dari dalam satu titik perhatian. Dalam teologi pengharapan, pengharapan yang tadinya merupakan objek teologi, sekarang menjadi subjek teologi. Berpikir teologis dari segi pengharapan berarti melihat seluruh teologi dalam terang masa depan Allah.
Eksplorasi adalah salah satu metode Moltmann dalam melakukan teologi. Moltmann mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan teologi dalam bentuk pembelaan doktrin-doktrin atau dogma-dogma gerejawi kuno. Selain itu, ia menekankan dialog, karena itu, pendekatan teologisnya tentang kebenaran Allah adalah dialogis. Moltmann berpendapat bahwa kebenaran dapat ditemukan dalam dialog bukan dalam sistem teologis dan ketegasan dogmatika. Selain itu, Moltmann berpendapat bahwa teologi Kristen harus dikembangkan dalam persekutuan oikumenis, tetapi persekutuan ini harus melampaui kelompok keagamaan kita sendiri, batas-batas budaya dan politik. Oleh karena itu, Moltmann telah terlibat dalam dialog ekumenis dengan Katolik, Kristen Ortodoks dan Yahudi.
Bagi Moltmann, prinsip hermeneutik adalah eskatologi, dan pengharapan merupakan tema utama dari Alkitab. Namun Moltmann memahami gereja sebagai yang membentuk masa depan dan memberikan pengharapan melalui interaksi sosial, khususnya untuk orang miskin dalam masyarakat.

B. ESKATOLOGI MENURUT MOLTMANN
Moltmann mengkritik teologi ortodoks yang menekankan eskatologi sebagai suatu kepercayaan tentang peritiwa-peristiwa tertentu pada akhir zaman. Sebaliknya Moltmann melihat eskatologi sebagai suatu faktor yang membentuk semua teologi Kristen. Karena itu Moltmann keberatan jika eskatologi dijadikan pelengkap dari teologi Kristen dan ditempatkan di akhir dari semua bidang teologi. Menurut Moltmann, eskatologi adalah ajaran atau doktrin tentang pengharapan Kristen. Pengharapan Kristen itu bukan saja pengharapan tentang hal-hal yang akan datang, tetapi juga realitas masa kini oleh karena harapan tersebut merevolusi dan mentransformasi masa kini. Hal ini ditegaskan Moltmann dalam karyanya yang pertama yaitu “Theology of Hope” bahwa,
“In actual fact, however, eschatology means the doctrine of the Christian hope, which embraces both the object hoped for and also the hope inspired by it. From first to last, and not merely in the epilogue, Christianity is eschatology, is hope, forward looking and forward moving, and therefore also revolutionizing and transforming the present. The eschatological is not one element of Christianity, but it is the medium of Christian faith as such, the key in which everything in it is set, the glow that suffuses everything here in the dawn of an expected new day”.

Teologi pengharapan Moltmann adalah eskatologi yang berpusat dan berfokus pada harapan-harapan yang dibawa oleh kebangkitan Kristus. Melalui iman kita terikat kepada Kristus, dan dengan demikian kita memiliki harapan pada Kristus yang bangkit, dan pengetahuan akan kedatangan-Nya kembali. Bagi Moltmann, harapan iman Kristen adalah harapan dalam kebangkitan Kristus yang disalibkan.
Moltmann memahami iman Kristen sebagai harapan yang utama tentang masa depan manusia dan dunia yang dijanjikan oleh Allah dalam kebangkitan Yesus yang disalibkan. Jadi bagi dia eskatologi mengungkapkan sikap pengharapan yang mendasari semua iman. Bagaimanapun, eskatologi Kristen tidak berarti masa depan yang demikian yaitu masa depan yang diharapkan saja, tetapi eskatologi Kristen adalah eskatologi yang ditetapkan dari sebuah realitas dalam sejarah yang riil dan yang berkuasa atas masa depan.
Moltmann menyajikan eskatologi Kristen sebagai sebuah doktrin pengharapan yang aktif agar dapat memberi harapan untuk alternatif masa depan bagi yang tertindas dan menderita pada masa sekarang ini. Itulah sebabnya, seorang teolog tidak hanya peduli untuk menyediakan suatu interpretasi yang berbeda dalam dunia, sejarah dan kehidupan manusia, tetapi untuk mengubah mereka dalam pengharapan akan transformasi ilahi". Oleh karena itu, sejarah adalah realitas yang dilembagakan oleh janji Allah dalam kehadiran Allah dan dialami oleh manusia sebagai pergerakkan janji masa depan dalam suatu antisipasi. Dalam pengertian ini, eskatologi Moltmann dalam Teologi Pengharapan ini berbeda dari teologi eskatologis tradisional tentang “'akhir zaman”.
Moltmann menyatakan bahwa, harapan berpangkal dari iman akan Yesus Kristus yang menderita, dan bangkit sebagai wujud solidaritas Allah, atau keterlibatan Allah dalam sejarah dan dalam manusia yang mengalami penderitaan. Allah pun tersalib di dalam manusia yang menderita. Yesus menjadi wujud konkret solidaritas Allah ini atas dasar cinta kasih-Nya. Yesus adalah kepenuhan sekaligus pintu gerbang dari ‘janji’ keselamatan Allah bagi manusia dalam ‘kasih’. Keterlibatan ini tampak dalam dinamika sejarah yang terus menerus diperjuangkan oleh manusia dalam rangka antisipasi terhadap janji Allah ini.
Dengan demikian, eskatologi berarti hidup kekal sebagai janji Allah yang telah dimulai dan senantiasa berjalan dalam dinamika relasional antara Allah dan manusia (Perichoresis). Iman akan eskatologi tidak lagi dipahami hanya janji Allah pasca kematian namun riil dan sungguh hadir dalam keterlibatan manusia untuk mempertanggungjawabkan hidupnya yang bermakna. Makna ini didorong oleh kasih yang di dalamnya hidup kekal itu benar-benar ada. Eskatologi Kristiani harus memberi perhatian pada sejarah dan pada keterlibatan Allah dalam sejarah.
Mengenai kebangkitan Kristus, Moltmann mengatakan bahwa, “Di dalam kebangkitan Kristus, Allah menjanjikan “suatu dunia baru yang mencakup segala sesuatu yang hidup. "Di mana yang baru dimulai, yang lama menjadi jelas. Di mana yang baru dijanjikan, yang lama menjadi sementara dan dapat dilampaui. . .. Jadi, kebangkitan Kristus yang historis dipandang dari sudut akhirnya." Demikian juga kematian dan dosa sudah menjadi "sementara" di dalam janji Allah tentang kebangkitan orang mati pada masa yang akan datang

KESIMPULAN

Teologi Moltmann dapat dirangkum sebagai berikut: Allah adalah bagian dari proses waktu dan bergerak ke arah masa depan. Karena itu Allah tidak Absolut, tetapi Ia sedang berjalan ke arah masa yang akan datang, dimana janji-janji-Nya akan digenapi. Masa depan merupakan natur esensi dari Allah. Kebangkitan Yesus Kristus sebagai peristiwa sejarah adalah tidak penting. Kepentingan dari kebangkitan Kristus adalah eskatologikal dan harus dipandang dari masa depan, karena hal itu memberikan suatu pengharapan bagi kebangkitan umum di masa depan. Jangan melihat dari masa depan dari kuburan yang kosong. Moltmann mengusulkan untuk melihat ke masa depan yang disahkan oleh kebangkitan Kristus. Manusia juga harus dilihat dari sudut pandang masa depan, “manusia dapat dipahami, hanya dalam kaitan dengan referensi pada suatu sejarah yang tidak damai, dan terus menerus menguak sejarah dalam relasi dengan masa depan Allah.”
Solusi bagi manusia adalah mengasosiasikan dirinya dengan Allah “yang menyingkapkan diri-Nya, pada saat manusiaa direndahkan dan dilecehkan.” Moltmann menyebut hal itu sebagai teologi salib. Manusia berbagi dalam teologi salib ini dengan menerima tantangan hidup sebagai saat masa depan yang masuk ke masa sekarang.
Manusia harus secara aktif berperan serta dalam masyarakat untuk menghasilkan perubahan-perubahan. Gereja-gereja suku, kelas sosial, status dan nasional’ harus dihapuskan. Gereja memiliki kemampuan untuk membentuk masa depan dan harus dapat membawa berita yang mengubah masyarakat. Gereja harus melihat lebih jauh dari keselamatan pribadi dan menantang semua penghalang dan struktur di antara orang-orang yang berbeda. Gereja merupakan alat untuk Allah membawa perubahan dan rekonsiliasi antara yang kaya dan yang miskin, antara suku-suku dan struktur-struktur yang palsu. Revolusi dapat menjadi salah satu cara yang dipakai gereja untuk mengakibatkan perubahan.
Moltmann berdasarkan penekanannya pada masa depan, menyangkali sejarah yang umum dan normal. Ia menolak signifikansi dan kehistorisan kebangkitan Yesus Kristus. Dalam usaha menyejajarkan sejarah dan eskatologi, ia meyangkali arti sebenarnya dari sejarah dan peristiwa-peristiwa sejarah. Dalam konsepnya tentang Allah, Moltmann menyangkali ketidakberubahan Allah (Mal. 3:6) dan mengusulkan Allah yang tidak absolut, “tetapi yang sedang begerak ke masa depan.”
Dalam konsepnya tentang perubahan yang berhasil dalam masyarakat, pengaruh Moltmann dari Marxisme dan “Marxisme Kristen” dari Ernst Bloch sangat terlihat. Tidak diragukan bahwa banyak dari teologi pembebasan berakar pada teologi Moltmann yang menekankan revolusi dan perubahan sosial. Perubahan itu tidak dicapai melalui keselamatan individual, melainkan melalui tindakan mengkonfrontasi ketidakadilan dalam masyarakat.
Pengharapan Moltmann bagi masa depan juga terkait dengan optimistik humanisme filsafat Hegel, dimana ia melihat masa lalu (tesis) sebagai suasana kacau balau, masa depan (antitesis) sebagai pengharapan, keharusan usaha di masa sekarang (sintesis) untuk menghasilkan perubahan. Ringkasnya, Moltmann lebih berhutang pada Karl Marx untuk teologinya, dibandingkan dengan pengajaran Kitab Suci.

TANGGAPAN
Para teolog Kristen semakin kuatir terhadap keadaan dimana orang semakin menaruh pengharapan mereka pada prinsip-prinsip sekular dan humanistik yang murni. Cara meresponi hal ini, para teolog jaman itu mulai membangkitkan lagi spirit yang anti-intelektual, kembali ke mistikisme, dan memusatkan diri pada sifat Allah yang hanya transendent. Di satu pihak Teologia Pengharapan membangkitkan lagi pengharapan masa yang akan datang yang telah runtuh akibat perang dan ideologi atheisme, tapi di pihak lain telah meruntuhkan berita utama dan prinsip-prinsip Alkitab. Secara umum pengajaran teologi pengharapan dapat dikenali dari beberap hal sperti berikut:
1. Teologi Pengharapan mendefinisikan ulang konsep eskatologi orthodoks, bahwa eskatologi menurut mereka adalah keterbukaan pada masa yang akan datang. Tidak ada waktu yang membatasi datangnya masa yang akan datang itu, manusia tidak tahu bahkan Allahpun tidak mengetahuinya. Pemikiran Moltmann ini sangat bertentangan dengan penyataan Akitab tentang kemahatahuan Allah (1 Sam. 2:3; Ayb. 37:16)
2. Teologia pengharapan disebut sebagai "Teologia Futuristik", karena menurut Moltmann yang paling penting adalah pengharapan untuk masa yang akan datang. Hal-hal yang diperjuangkan sekarang adalah untuk masa dan pengharapan yang akan datang dalam dunia ini. Dalam pengertian tertentu pemikiran Moltmann dapat diterima, karena kita harus memperjuangkan masa depan yang lebih baik. Akan tetapi masa depan yang dimaksud oleh Moltmann adalah masa depan dalam dunia ini, sedangkan dalam membicarakan eskatologi, Alkitab lebih menunjuk kepada masa depan di dunia yang baru. Selain itu, bagi orang-orang pilihan bukan hanya masa depan saja yang penting tetapi masa sekarang juga penting karena orang-orang pilihan sudah hidup di dalam kerajaan Allah yang sudah ditegakkan melalui hidup dan karya Kristus (Mat. 12:28; 21:43; Luk 17:21).
3. Imanensi Allah ditiadakan, karena Allah menurut teologi pengharapan sebenarnya hadir hanya dalam janji-janji-Nya saja, yaitu janji-janji tentang masa yang akan datang. Janji-janji pengharapan yang akan datang inilah yang menjadi sifat hakiki dari Allah. Allah akan menjadi Allah jika Ia memenuhi janji-janji- Nya itu. Oleh karena itu Allah ditentukan oleh masa yang akan datang ini. Kami tidak setuju dengan pernyataan ini karena Allah adalah transenden dan Imanen. Mengabaikan salah satu dari kedua aspek ini, maka sedang menyangkal Allah yang menyatakan diri dan dikenal melalui Alkitab.
4. Allah tidak mempunyai otoritas yang mutlak, karena Allah sendiri ditentukan oleh masa depan. Oleh karena itu tidak ada peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah untuk masa yang akan datang. Masa yang akan datang adalah kebebasan yang memiliki sifat relatif. Itu sebabnya Allah tidak dapat ditempatkan di luar waktu, eksistensi Allah dan masa depan Allah ditentukan oleh waktu. Bagi kami, Allah adalah pribadi yang berotoritas atas segala sesuatu. Ia menetapkan segala sesuatu menurut kerelaan kehendak-Nya (Ef. 1:11)
5. Memusatkan berita eskatologi pada manusia bukan pada Kristus dan kedatangan-Nya yang kedua kali yang penuh kemuliaan. Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan kunci eskatologi karena itu merupakan jaminan Allah akan kebangkitan-Nya yang akan datang. Namun kematian dan kebangkitan Kristus tidak mempunyai relevansi bagi kehidupan kita masa kini. Moltmann mangabaikan inti sari dari iman Kristen yaitu kebangkitan Kristus yang tetap relevan karena rasul Paulus mengatakan bahwa, “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku. Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya. Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus -- padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu”.(1 Kor. 15:3-17)
6. Perdamaian sosial yang universal adalah tujuan didirikannya gereja. Tugas dan tanggung jawab gereja sekarang adalah menyampaikan berita tentang masa depan sehingga masa depan inilah yang akan menggenggam setiap orang. Memang Gereja harus mengupayakan perdamaian dan kesejahteraan sosial yang univeral. Akan tetapi hal tersebut diupayakan gereja sebagai wujud tanggung jawab dan pengabdian kepada Tuhan, bukan demi kepentingan manusia atau gereja.





DAFTRA PUSTAKAN


Bauckham, Richard;Teologi Mesianis, Menuju Teologi Mesianis Menurut Jurgen Moltmann, Jakarta: BPK Gunung mulia, 1996
Becker, Dieter, Pedoman Dokmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Brower, Kent E & Elliott, Mark W., (Ed), Eschatology in Bible & Theology, Evangelical Essay at the Down of a New Millenium, Illinois: Intervarsity Press, 1997
Enns; Paul; The Moody Handbook of Theology 2; Malang: Literatur SAAT, 2006
Lane, Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996
Moltmann, Jurgen, Theologi of Hope; New York: Harper Collins Publisher, 1991
Moltmann, Jurgen, The Trinity and the Kingdom: The Doctrine of God. Translated by Margaret Kohl; San Francisco: Harper & Row, Publishers, 1981
Wilson, John E, Introduction to Modern Theologi, London : Westminster John Knox Press, 2007

1 komentar: