Matius 21:28-46
Perumpamaan tentang dua orang anak (21:28-32) dan penggarap kebun anggur (21:33-46) merupakan dua perumpamaan yang Yesus sampaikan ketika ia mengajar di Bait Allah. Pada waktu itu Ia berdialog dengan imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi (21:23-27) dan mereka menanyakan dengan kuasa siapa/ manakah Yesus melakukan mujizat dan berbagai tindakan yang Ia lakukan? Namun Yesus tidak menjawab pertanyaan itu, justru Ia balik mengajukan pertanyaan kepada mereka, “dari manakah asalnya baptisan Yohanes dari Surga atau dari manusia?” Imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi yang licik itu tidak mampu memberikan jawaban karena mereka ingin mencari aman. Mereka takut mengakui bahwa baptisan Yohanes berasal dari manusia karena akan dihakimi masa di sisi yang lain mereka tidak berani mengatakan bahwa baptisan itu berasal dari surga sebab mereka sendiri menolak Yohanes Pembaptis.
Kelompok kaum agamawan ini sebenarnya tidak peduli dengan kehendak Tuhan, mereka tidak memikirkan apa yang Allah kehendaki bagi mereka. Mereka hanya memikirkan kepentingan diri mereka sendiri. Para pemuka agama Yahudi ini membangun kebenaran mereka sendiri sehingga mereka tidak takluk pada kebenaran Allah (Rom. 10:3). Keagamaan bangsa Yahudi yang dipimpin oleh imam-imam yang seperti ini merupakan agama yang berkutat dan berpusat pada hukum manusia dan bukan kepada Allah. Agama hanyalah legalitas hukum yang cenderung munafik. Mereka mengakui Allah tetapi bukan Allah yang ada di dalam kitab suci, walaupun Allah tersebut kerap kali disebut sebagai Allah yang dimaksud, namun mereka “menciptakan” allah lain, yang lebih sesuai dengan keinginan mereka. Alhasil, meskipun Allah telah berbicara kepada mereka berkali-kali melalui para nabinya bangsa ini tetap menolak Allah, karena Allah yang diberitakan dan dihadirkan oleh para nabi tersebut tidak sesuai apa yang mereka harapkan selama ini.
Dalam kasus perbincangan para imam kepala dengan Yesus, jawaban mereka kepada Allah tidak didasarkan kepada kebenaran Allah yang berada dalam kitab suci. Mereka tidak menyukai Yohanes yang lantang berbicara tentang dosa dan kesalahan secara terang-terangan. Yohanes Pembaptis menelanjangi dosa-dosa kemunafikan kelompok agamawan. Namun orang banyak mengakuinya sebagai nabi Allah dan rakyat Israel datang kepadanya untuk dibaptis. Selama Yohanes Pembaptis melayani, ia telah membuat kesan yang mendalam pada sebagian besar orang-orang Yahdui. Tidak satu nabi pun yang muncul di Israel selama berabad-abad, dan Yohanes telah datang dalam tradisi nabi-nabi kuno, memanggil semua orang kembali untuk bertobat dan mencari pengampunan dari segala dosa mereka. Banyak orang yang meresponi panggilan pertobatan Yohanes bahkan orang-orang yang tidak mengikuti perkaataan Yohanes pun yakin bahwa ia adalah seorang nabi. Berhubung tidak ada posisi yang aman dalam hal ini maka mereka memutuskan untuk mengambil posisi tidak menjawab.
Kepada sesuatu yang mereka dan orang banyak tahu adalah benar, mereka tidak mau mengakuinya sebagai kebenaran. Jelas di sini terlihat suatu kebebalan hati oleh karena dosa telah menguasai kelompok agamawan ini. Mereka memanggku jabatan-jabatan suci tetapi hidup mereka tidak suci. Mereka membuat keputusan-keputusan penting bagi pekerjaan Tuhan tetapi hidup sebagi musuh-musuh Tuhan. Hal ini sangat perlu untuk diwaspadai, karena orang-orang Farisi yang bebal ini adalah orang-orang yang juga buta. Mereka tidak mampu melihat kesalahan fatal yang ada dalam diri mereka. Sebaliknya dengan liciknya mereka menggunakan jabatan-jabatan agamawi mereka untuk meloloskan tujuan mereka melenyakkan Yesus, membunuh Anak Allah yang selalu membongkar dosa-dosa mereka. Dalam konteks demikianlah perumpamaan-perumpaan ini Yesus sampaikan.
PERUMPAMAAN TENTANG 2 ORANG ANAK
Perumpamaan ini adalah unik tulisan Matius, Injil-injil yang lain tidak menuliskan perumpamaan ini. Yesus menyampaikan ilustrasi ini untuk menyatakan betapa pentingnya berbuat apa yang baik dari pada sekedar mengatakan apa yang baik. Matius tidak memberikan penjelasan apakah perumpamaan ini langsung Tuhan Yesus katakan untuk meresponi pertanyaan imam-imam kepada dan tua-tua tentang sumber otoritas atau ada jedah waktu di antaranya. Meskipun tidak ada indikasi waktu yang sangat berdekatan namun Matius menempatkannya secara kronologis tepat setelah perdebatan mengenai otoritas dan menyebutkan nama Yohanes dalam penjelasan perumpamaan ini. Jadi perumpamaan ini masih bisa dimengerti untuk memberikan jawaban kelanjutan mengenai ketidakpercayaan para pemuka agama kepada Yohanes Pembaptis dan Yesus.
Perumpamaan ini dimulai dengan pertanyaan “apakah pendapatmu tentang ini?” (21:28). Suatu pertanyaan yang mengundang para pendengar Yesus untuk memikirkan perumpamaan ini dari perspektif mereka, perspektif dari orang-orang yang sebenarnya menjadi salah satu karakter dalam kisah tersebut. Hal seperti ini bertujuan untuk membawa orang-orang yang melakukan kesalahan keluar dari dirinya sendiri dan mencoba menilai perbuatan mereka sendiri dalam perspektif yang baru (perspektif yang cenderung netral). Sehingga mereka bisa melihat kesalahan mereka sendiri yang selama ini tidak bisa mereka lihat ketika mereka melihatnya dari dalam diri sendiri. Hal yang persis sama pernah terjadi pada Raja Daud. Daud sangat marah kepada seorang karakter (tokoh) ilustrasi Natan yakni orang kaya yang mempunyai banyak domba tetapi mengambil satu-satunya domba milik keluarga miskin ketika ia kedatangan tamu. Daud murka kepada karakter di dalam cerita tersebut padahal tokoh itu adalah dirinya sendiri. Demikian pula halnya imam-imam kepala dan tua-tua ini diajak berpikir dan menilai suatu perumpamaan yang tanpa mereka sadari sebenarnya menggambarkan diri mereka sendiri. Hal ini dilakukan oleh Natan dan Tuhan Yesus karena manusia jauh lebih mudah melihat kesalahan orang lain dari pada melihat kesalahannya sendiri. Oleh sebab itu Yesus mengucapkan suatu pepatah: “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” (Mat 7:3).
Menjawab ‘tidak’ tetapi melakukan (28-29)
Ada seseorang yang mempunyai 2 orang anak. Pada hari itu ia menyuruh anaknya yang sulung untuk pergi ke kebun anggur. Anak ini menjawab “tidak mau.” Di mulut anak ini tidak mau menuruti apa kata orang tuanya. Secara verbal anak itu menolak perkataan ayahnya, ia tidak taat kepada ayahnya. Namun sesudah itu; Alkitab Yunani menggunakan kata usteros yang berarti “later, afterwards,” anak sulung itu berubah pikiran (metameletheis). Kata “later, afterwards” menunjukkan bahwa ia mulai memikirkan ulang apa yang telah ia katakan kepada ayahnya, terdapat jedah waktu yang ia ambil untuk mengintrospeksi jawabannya yang menolak taat kepada ayahnya sendiri. Setelah dalam jedah waktu itu ia berpikir dan merenung ia mengambil keputusan untuk berubah. Kata metameletheis (berubah pikiran) mempunyai konotasi “regret/ menyesal” yang juga digunakan oleh Matius dalam 27:3. Jadi si sulung menyesal telah mengucapkan jawaban ekspresi ketidaktaatan kepada ayahnya (verbal). Tetapi ia menyesal telah melakukannya kemudian berubah taat secara tindakan. Matius tidak mencatat ia meminta maaf kepada bapanya karena ketidaktaatannya secara verbal. Poin Yesus melalui karakter si sulung ini adalah secara verbal (pada awalnya) ia tidak mengatakan apa yang baik dan tidak taat tetapi sekarang (akhirnya) ia melakukan kehendak bapanya.
Menjawab ‘ya’ tetapi tidak melakukan (30)
Selain kepada si sulung, karakter ayah dalam perumpamaan ini juga meminta kepada anaknya yang bungsu untuk pergi ke kebun anggur dan bekerja di sana. Si bungsu menjawab “saya” (Yun: ego) yang merupakan singkatan dari “idou ego” yang berarti “here am I,” yakni jawaban yang dapat diartikan “ya, saya mau pergi.” Jawaban verbal dari anak yang kedua ini menyatakan bahwa ia mau melakukan apa yang bapanya kehendaki. Namun, Yesus langsung melanjutkan bahwa anak yang mengatakan “ya saya mau” ini tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh bapanya. Ia hanya mengatakan apa yang baik saja (verbal) tetapi ia sama sekali tidak taat kepada bapanya. Mulutnya mengatakan “ya” tetapi perbuatannya berkata “tidak.”
Makna Perumpamaan: Melakukan Kehendak Bapa
Setelah Yesus menyampaikan perumpamaan ini ia bertanya “siapakah dari antara 2 orang ini yang melakukan kehendak ayahnya?” bukan “siapa yang menjawab ‘ya’ kepada ayahnya?” Melalui pertanyaan inilah Yesus mengajak orang-orang yang mendengarkannya untuk berpikir secara jernih dan benar, karakter yang seperti apa yang sebenarnya Allah inginkan dari orang-orang yang mendengarkan firman Tuhan tersebut. Bukan orang-orang yang sekedar mendengarkan firman Tuhan, bukan pula orang yang sekedar memperkatakan firman Tuhan atau setuju bahwa firman Tuhan itu baik, tetapi yang terpenting dari semuanya adalah orang tersebut melakukan kebenaran firman Tuhan tersebut. Pesan ini menjadi semakin kuat karena Matius tidak menyebutkan apa yang harus dikerjakan oleh si sulung dan si bungsu di kebun anggur. Jenis dan bentuk pekerjaan tersebut diabaikan karena tidak signifikan dan bisa mengalihkan fokus dari poin perumpamaan. Yang terpenting adalah apakah mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh ayah mereka atau tidak. Taat kepada perintah dan bukan pada jenis pekerjaannya.
Melalui ayat penutup, ayat 32, Yesus ingin meyakinkan tidak ada kesalahmengertian dari poin perumpamaan yang ia berikan, oleh karena itu Yesus kembali kepada permasalahan mengenai Yohanes Pembaptis guna mempertegas dan memperjelas pesan perumpamaannya. Kelompok-kelompok pemungut cukai dan wanita-wanita sundal percaya kepada perkataan Yohanes namun para pemimpin agama yang berdebat dengan Yesus tidak percaya meskipun mereka telah melihat dan mendengar Yohanes Pembaptis. Pada bagian yang lain Matius juga mencatat hal yang mirip, dimana banyak orang yang berseru “Tuhan, Tuhan” tetapi mereka tidak melakukan kehendak Bapa di Surga (Mat 7:21). Yesus mengatakan dengan tegas dan keras bahwa Allah tidak mengenal orang-orang yang seperti demikian. Menyebut nama Tuhan, aktif melayani Tuhan, mengetahui konsep-konsep teologi yang dalam dan jabatan gerejawi yang tinggi tidak memberikan jaminan seseorang mengenal Tuhan. Prinsip yang Yesus ajarkan sangat sederhana, hanya orang yang melakukan kehendak Bapa di Surga saja yang berhak masuk ke dalam kerajaan Surga. Mulut dan janji-janji kepada Tuhan tidak berkontribusi apa-apa. Para pelaku kehendak Bapa adalah orang-orang yang bukan saja mengenal namaNya tetapi juga bergumul, berjuang untuk melakukan kehendak Bapa. Pergumulan dan perjuangan untuk melakukan kehendak Allah lahir karena mereka mengenal Allah dan pengenalan yang sejati itu membawa mereka pada kerinduan untuk melakukan kehendak Pribadi yang mereka kasihi.
Secara prinsip ketiga perumpamaan yang Yesus sampaikan pada pasal 21-22 ini memiliki pesan yang serupa, yakni: para pemungut cukai dan orang-orang berdosa yang terbuang sekarang telah bertobat dan menjadi orang-orang yang melakukan kehendak Allah, sementara mereka yang dekat dengan firman Allah jauh dari keselamatan karena mereka hanya sibuk mendengarkan dan memperkatakan tetapi tidak melakukan kehendak Allah.
Perumpamaan ini menampilkan 3 karakter, yakni ayah, anak sulung dan anak bungsu. Karakter ayah mendatangi 2 orang anaknya dan ia mengatakan hal yang persis sama (21:30), yakni “anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur” (21:28). Jadi sang ayah tidak mengharapkan banyak hal dalam perkataannya ini, ia ingin hari itu ada yang pergi untuk bekerja di kebun anggurnya dan ia meminta anaknya melakukan pekerjaan tersebut. Awalnya ia datang kepada si sulung, tetapi anaknya itu menolak dengan mengatakan “tidak,” (terjemahan LAI berbeda dengan teks Yunani UBS4, LAI mencatat bahwa si sulung mengatakan “ya” tetapi tidak melakukan, sementara teks UBS4 mengatakan hal yang sebaliknya). Karena itu ia pergi kepada anaknya yang bungsu dan menjawab “ya.” Pada waktu ia meminta anaknya pergi ke kebun anggur, ia mendapatkan 2 jawaban yang kontras, namun harapan si ayah bukanlah sekedar jawaban tetapi siapa yang pergi ke kebung anggur untuk bekerja. Karena menjawab “ya” atau “tidak” bukanlah masalah, meskipun menjawab “tidak” kepada orang tua yang meminta adalah tindakan kasar dalam tradisi Yahudi, namun yang terlebih penting dari semuanya itu adalah perbuatan. Jadi karakter ayah hanya membutuhkan “tindakan pergi” atau “tidak pergi,” dan respon di awal diabaikan.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Yesus mengawali perumpamaanNya dengan mengatakan “apa pendapatmu tentang ini”? Sebuah kalimat netral yang memberikan kesempatan semua orang berkomentar secara objektif tentang perumpamaan tersebut. Hasilnya imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi penuh dengki itu mampu menjawab pertanyaan Yesus dengan benar. Mereka tahu bahwa yang benar adalah si bungsu, meskipun diawal bersikap tidak sopan dengan mengatakan “tidak” tetapi ia menyesal dan akhirnya melakukan kehendak ayahnya. Kaum agamawan itu tahu bahwa poin perumpamaan itu adalah “siapa yang melakukan kehendak bapa.” Sekarang pertanyaan, yang sekaligus makna perumpamaan itu, diajukan kepada mereka; apakah mereka melakukan kehendak Allah atau tidak?
Yesus menyebut Yohanes pembaptis sebagai orang yang datang untuk menunjukkan kebenaran kepada kaum agamawan tersebut, tetapi mereka tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan Yohanes. Mengakui bahwa Yohanes adalah nabi yang benar mereka juga tidak berani karena mereka tidak suka dengan koreksi-koreksi Yohanes. Yesus membandingkan kelompok para imam ini dengan kelompok para pendosa, pemungut cukai dan perempuan sundal. Kelompok yang kedua ini akan mendahului kelompok “suci” itu masuk ke surga. Mengapa? Alasannya sederhana karena para imam-imam kepala yang rajin melayani di Bait Allah dan mahir dalam hal kitab suci itu tidak melakukan kehendak Allah. Mereka hanyalah orang-orang jahat berjubah agama yang tidak peduli dengan kebenaran Allah apalagi melakukannya.
Dalam khotbah-khotbahnya, Yohanes Pembaptis menyatakan bahwa orang yang bertobat haruslah menghasilkan buat pertobatan yang nyata (3:8). Oleh karena itu Yesus tidak mungkin menyebut pemungut cukai dan orang-orang berdosa lainnya sebagai orang yang telah melakukan kehendak Bapa tanpa mereka menghasilkan buah yang nyata pada waktu Yesus menyampaikan perumpamaan itu. Tidak diragukan lagi orang-orang berdosa yang percaya kepada pemberitaan Yohanes Pembaptis dan Yesus sudah menunjukkan buah-buah yang nyata bahwa mereka telah bertobat dan mulai hidup dengan benar. Salah satunya Matius, seorang pemungut cukai yang menulis Injil ini, telah meninggalkan dosa dan menjadi murid Yesus. Orang-orang yang dulunya digolongkan sebagai orang-orang berdosa sekarang ini sudah masuk dalam proses pembelajaran mengenal Allah dan hidup melakukan kehendak-kehendakNya. Buah dari pelayanan Yohanes Pembaptis ini sebenarnya diketahui dan disaksikan oleh para pemuka agama Yahudi, namun semuanya itu tidak memberikan dampak apa-apa kepada mereka karena mereka hanya berkata-kata apa yang “baik” tetapi tidak melakukannya. By: Totty
Trimakasih penjelasannya, sederhana dan mudah di mengerti.tetaplah melayani lwt tulisan.....
BalasHapusTrimakasih penjelasannya, sederhana dan mudah di mengerti.tetaplah melayani lwt tulisan.....
BalasHapus