Foto Wisuda Pasca Sarjana

Selasa, 11 Mei 2010

penolong yang sepadan

Penolong Yang Sepadan
A. Pendahuluan
Apakah wanita lebih rendah kedudukannya daripada laki-laki, diciptakan semata-mata untuk menjadi penolong bagi mereka? Apakah lebih konsisten dengan teks Alkitab jika memandang laki-laki sebagai inisiator dan perempuan sebagai asisten laki-laki? Apakah ini yang akan menjadikan wanita pasangan yang sepadan dengan laki-laki. Dalam kisah Kejadian Allah menciptakan seorang wanita setelah Ia menciptakan laki-laki ini akan menghapus kesendirian dan status Adam yang Allah nilai sebagai “Tidak baik” dan negatif itu. Wanita itu akan menjadi “penolong” bagi laki-laki (Kejadian 2:18).
B. Latar-belakang Masalah
1.Rumah-tangga Kristen yang gagal dan masalah yang tidak terselesaikan.
Konflik dalam rumah-tangga pada dasarnya adalah sehat. Namun jika konflik itu tidak dapat diatasi atau diselesaikan dengan baik, maka konflik justru menimbulkan frustasi. Jika dalam rumah-tangga tanpa ada selisih pendapat atau cekcok sama sekali merupakan rumah-tangga yang tidak realistis. Banyak suami-isteri yang lebih suka “melupakan” persoalan daripada “menyelesaikannya” secara tuntas, sehingga hal seperti ini akan membawa luka-luka “tetap peka” pada tempatnya, sehingga aspek-aspek kehidupan tersebut tidak dapat berfungsi dengan normal.
2. Isteri dijadikan budak/pembantu.
Praktik poligami terjadi sejak awal peradaban manusia dengan Lamekh (Kej.4:19) dan kemudian yang paling ekstrem adalah Raja Salomo (1Raj.11:3). Abraham sendiri kendati sebagai bapak orang beriman juga melakukan praktik itu (Kej.25:1). Praktik perkawinan demikian merupakan cermin lemahnya posisi wanita dalam kultur maskulin. Sistem masyarakat Israel yang tergambar dalam Perjanjian Lama adalah sistem patriarki, didalamnya pria berkuasa dan perempuan harus tunduk. Jika dilihat juga kehidupan keluarga, secara khusus keluarga Kristen seringkali terjadi ketidakseimbangan dalam perjalanannya, Kerapkali juga dijumpai dalam keluarga, isteri dijadikan sebagai budak/pembantu dalam keluarga. Suami memperlakukan isterinya bukan sebagai penolong yang sepadan melainkan sebagai budak/pembantu yang hanya melayani suami, dan melakukan tugas-pekerjaan di rumah.
3. Suami-isteri sama-sama bekerja.
Persoalan ekonomi keluarga harus dipenuhi secara mutlak. Ada yang berpendapat isteri tidak berkewajiban untuk kebutuhan ekonomi keluarga dan karena isteri hanya dirumah saja mengurus anak dan sebagainya. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa setuju saja karena bukan hanya suami saja yang dapat bekerja dan mencukupi kebutuhan keluarga, artinya saling mendukung diantaranya. Menurut Paulus isteri harus tunduk kepada suami (Ef.5:33). Maksudnya adalah isteri harus tunduk, termasuk apakah suami berhak untuk putuskan untuk bekerja atau tidak, hal ini masih menjadi polemik dalam rumah-tangga kristen. Menurut Harry Blaimiries: “Norma kehidupan pernikahan bukan lagi berupa suami yang bekerja dan isteri yang diam dirumah. Sekarang para isteri pergi keluar untuk bekerja.” Seperti di Asia dewasa ini makin banyak kaum wanita terlibat dalam mencari nafkah untuk menunjang kebutuhan keluarga. George Masnick dan Mary Jo Bane mengatakan, pada tahun 1990 lebih dari 85 persen orang Amerika, adalah pasangan yang keduanya bekerja (dual-worker couples).
MAKNA PENOLONG YANG SEPADAN
1. LATAR BELAKANG KITAB KEJADIAN
Dalam bahasa Ibrani kitab kejadian disebut beresyit (Inggris: Genesis), artinya:‘pada mulanya’, yaitu kata pembuka kitab tersebut. Kitab Kejadian berbicara tentang permulaan langit dan bumi, terang dan kegelapan, dosa, dsb. Kitab Kejadian amat penting untuk memahami keseluruhan Alkitab, karena berbicara tentang relasi, antara Allah dan alam, Allah dan manusia, manusia dan manusia, manusia dan alam, dan manusia dengan dirinya sendiri.
Kitab Kejadian bukanlah mitos, bukan juga “sejarah” dalam pengertian modern berupa laporan objektif oleh saksi mata. Kitab ini sebenarnya menyampaikan kebenaran teologis tentang peristiwa-peristiwa yang pada umumnya digambarkan dalam jenis sastra simbolis (dengan kata lain, penulis kitab kejadian memakai tradisi sastra semacam ini melukiskan kejadian-kejadian zaman purba yang unik. Kejadian-kejadian ini tidak memiliki kesejajaran dengan pengalaman manusia biasa terbatas oleh waktu sehingga hanya dapat dilukiskan dengan lambang-lambang. Masalah yang sama timbul pada saat membicarakan akhir zaman. Pengarang kitab Wahyu, misalnya memakai gaya apokaliptik yang aneh sehingga tidak mudah dipahami. Ia menciptakan dunia dengan firman-Nya saja dan unsur-unsur pun terjadilah. Karya-Nya baik, seimbang dan utuh. Meskipun manusia memberontak, Allah memperlunak hukuman-Nya dengan murah hati, mendukung serta memelihara mereka dengan anugerah dan kesabaran. Jelaslah bahwa penulis Alkitab itu diberi petunjuk oleh penyataan Allah kepada Israel mengenai hakikat dunia dan manusia serta dosa yang mengakibatkan terpisahnya manusia dari Allah dan sesamanya. Ia telah dibimbing Allah kepada pemahaman yang benar tentang asal-usul dunia dan mengungkapkannya dalam bahasa zamannya. Lagi pula penulis menyusun tradisi sastra zamannya untuk mengajarkan fakta-fakta teologis yang benar tentang sejarah awal manusia). Pasal-pasal ini menegaskan kebenaran yang mendasar: penciptaan segala sesuatu oleh Allah; campur tangan Allah yang khusus dalam penciptaan manusia pertama; kesatuan umat manusia; keadaan dunia dan manusia yang semula diciptakaan baik; masuknya dosa melalui ketidaktaatan pasangan manusia pertama; dosa merajalela setalah manusia itu jatuh ke dalam dosa. Semua fakta-fakta kebenaraan ini adalah fakta dan kepastiannya menjamin bahwa fakta-fakta itu benar-benar nyata. Kitab Kejadian dilihat dari segi manusiawi adalah kejatuhan manusia dan dari segi Ilahi Kejadian adalah kedaulatan Allah – menjadikan dan memilih.
Penulisnya tidak disebutkan dalam kitab ini. Akan tetapi, kesaksian lain dalam Alkitab menunjukkan bahwa Musa merupakan penulis seluruh Pentateukh (yaitu, kelima kitab PL pertama) dan oleh karenanya juga Kejadian (mis. 1Raj.2:3; 2Raj.14:6; Ezr.6:18; Neh.13:1; Dan 9:11-13; Mal. 4:4; Mrk. 12:26; Luk.16:29,31; Yoh.7:19-23; Kis.26:22; 1Kor.9:9; 2Kor.3:15). Demikian pula para penulis Yahudi kuno dan para bapa gereja semuanya menyatakan bahwa Musa menjadi penulis/penyusun Kejadian. Karena seluruh sejarah dalam Kejadian terjadi sebelum kehidupan Musa, peranannya dalam menulis Kejadian adalah menyusun, di bawah pengilhaman Roh Kudus, semua catatan lisan dan tulisan yang ada sejak Adam hingga wafatnya Yusuf yang sekarang menjadi isi Kejadian. Tema kitab kejadian adalah Permulaan.
2. PENOLONG YANG SEPADAN MENURUT ALKITAB
A. Perjanjian Lama
Dalam Kejadian 2:15 manusia mendapatkan tugas untuk mengusahakan dan memelihara taman eden. Tetapi dalam pekerjaan ini manusia tidak hanya seorang diri. Ia mendapatkan seorang sesama manusia dari Tuhan Allah. Allah berfirman: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (ayat 18). Selanjutnya manusia harus memenuhi bumi dan menaklukkan bumi yaitu beranak-cucu dan bertambahlah banyak (Kej.1:28), Hawa harus menolong Adam untuk mengusahakan, memelihara taman eden, memenuhi dan menaklukkan bumi tersebut.
Amsal 31:10-31 menyatakan isteri yang bijaksana yang jauh berharga daripada permata. Isteri yang bijaksana adalah isteri yang memiliki kepandaian sorgawi dalam mengatur rumah-tangganya dengan baik, beribadat dan takut kepada Tuhan. Jadi, makna dari isteri yang cakap adalah isteri yang telah mengalami berbagai macam ujian, dan ternyata selalu berbuat hal-hal yang luhur, mulia dan baik. Karena isteri berfungsi sebagai penolong, maka dalam tulisan ini, isteri yang memiliki karakter mulia, luhur dan baik. Penolong sepadan adalah seorang isteri yang selalu atau sepanjang hidupnya, berbuat hal-hal yang mulia, luhur dan baik. Sepadan disini berarti cocok, sesuai/tepat, dalam arti, kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihannya sangat cocok untuk dipakai Tuhan bagi pembentukan karakter suami, agar sang suami ditolong dalam menyelesaikan tugasnya.
Menurut aturan yang normal kebanyakan laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan menikah, Tetapi tidak semua anak Tuhan dipimpin oleh-Nya melalui jalan yang normal ini. Pada hakikatnya, untuk tiap orang kristen yang sudah menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, tujuan utama kehidupannya di dunia ini adalah untuk melakukan kehendak Allah, bukan untuk menikah (bnd.Yoh.4:34). Bagi Yesus sendiri, melakukan kehendak Allah berarti tidak menikah selama hidupnya di bumi sebagai manusia darah daging. Tetapi ia merindukan hari pernikahan-Nya dengan mempelai perempuan-Nya (yaitu jemaat-Nya) kelak. Yeremia 16:1-9, disebutkan nabi Yeremia diperintahkan oleh Allah untuk tetap sendirian, namun ini yang dimaksud untuk menjadi tanda bahwa penghukuman Allah atas manusia sedemikian dekatnya sehingga tidak ada gunanya menikah. Lagipula, hidup yang lengkap adalah hidup yang mencapai kepenuhannya dengan persekutuan dengan sesama atau kelompok manusia.
Pada pembahasan ini tidak hanya relevan bagi para suami dan isteri, tetapi juga bagi setiap manusia yang memiliki identitas sebagai laki-laki atau perempuan. Memang Tuhan menciptakan manusia sebagai sexual beings (mahkluk seksual) namun tidak berarti manusia harus melakukan hubungan seks agar kita menjadi manusia yang seutuhnya.
B. Perjanjian Baru
Ada yang menganggap pernyataan Paulus dalam 1 Kor.7:1 bertentangan dengan Kej.2:18. Dalam Kej.2:18 LAI TB, TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."1 Kor.7:1 LAI TB, dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin. Pertanyaan jemaat Korintus yang Rasul Paulus jawab yaitu: “Salahkah jika seseorang menikah?” Jawaban ialah: “tidak” (ayat 1 dan 2). “Haruskah setiap orang menikah?” Tidak. Kelihatannya Kej.2:18 kontradiksi dengan 1Kor.7:1, namun kalau memahami konteks dan struktur kalimat dalam 1Kor.7:1 tidak akan melihatnya sebagai sesuatu yang bertentangan. Maksud Paulus, perlu memahami apa yang ditulis diatas bukanlah pertanyaan tentang pernikahan pada umumnya, melainkan yang ditanyakan adalah masalah hubungan seksual. Tampaknya ada sebagian orang di Jemaat di Korintus memandang negatif hubungan seksual itu. Mereka kuatir bahwa ikatan rohani mereka dengan Tuhan akan tercemari dengan aktivitas "daging" seperti hubungan seks ini, bahkan dalam ikatan pernikahan. Jadi jelas maksud Paulus masih mengacu kepada pernyataan-pernyataan sebagian orang di Korintus ketika ia mengatakan "Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak menyentuh perempuan". Istilah "bersentuhan" disini adalah hubungan seksual (seperti dalam Kol.2:21). Tidak kawin itu baik jika keadaan memang mengizinkan atau jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, menghendaki demikian atau mampu melakukannya. Maksud Paulus ‘adalah baik’, merupakan suatu anjuran atau nasihat. Supaya jemaat Korintus dapat memahami pernikahan dengan benar dan jangan terjerumus kepada situasi terjadinya pasangan yang tidak sah, oleh kerena itu Paulus menegaskan memilih tidak kawin. Menurut Paulus, membujang bukanlah mengenai keadan baik dan bukan pula mengenai keadaan jahat dan janganlah orang yang menikah memandang dia orang yang hidup pada tingkat yang rendah serta janganlah menyangka bahwa orang yang tidak menikah tidak melakukan kewajibannya. Keadaan melajang/membujang memungkinkan seseorang melayani Tuhan dengan cara yang khusus, menyeluruh tanpa dibebani dengan urusan-urusan rumah tangga. Tetapi dalam hal ini, Paulus tidak mengatakan bahwa hidup melajang adalah lebih baik daripada menikah, dan ia juga tidak mengatakan bahwa dengan hidup melajang pelayanan seseorang kepada Tuhan akan lebih dapat diterima oleh Tuhan.
Pernyataan, "Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin" tidak selalu atau secara logis membawa kepada kesimpulan "Tidak baik bagi laki-laki untuk kawin/menikah." Maksud Paulus menyatakan kebaikan dari hidup tanpa menikah/selibat, tetapi ia tidak merendahkan pernikahan dan seks dalam pernikahan itu. Hal ini terlihat dalam ayat-ayat berikutnya, di mana ia dengan tegas menjelaskan pernyataan, "Adalah baik untuk tidak kawin" dan meninggikan tujuan pernikahan. Dalam 1 Kor.7:2-7, ia menyatakan satu dari tujuan yang baik ini, "Tetapi mengingat bahaya percabulan," secara normal manusia harus menikah. Keyakinan ini didasarkan pada pandangan Paulus tentang rancangan dan tatanan ciptaan, menurut Kej.1-2. Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan (Kej.1:26-27), satu untuk yang lainnya, untuk saling melengkapi. Kesendirian itu ''tidak baik"; Allah menciptakan perempuan "sepadan dengan dia" (Kej.2:18). Karena itulah laki-laki dan perempuan dipersatukan dalam perjanjian nikah dan menjadi "satu daging" (Kej.2:24). Paulus mengenali konteks yang diciptakan dan ditahbiskan secara ilahi untuk keintiman manusia dan pengungkapan gairah seksual ini. Dalam percabulan yang meluas (yaitu, seks di luar perjanjian nikah laki-laki-perempuan) dalam masyarakat Korintus dan bahkan dalam jemaat (1Kor.5-6), Paulus menegaskan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah pengungkapan yang sah dari dorongan yang diberikan Allah menuju persatuan fisiko seks dalam pernikahan tidak boleh ditolak. Saling menjauhi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan bersama dan untuk sementara waktu (1Kor.7:5), bukan karena seks itu tidak berharga atau merugikan. Paulus menjelaskan selanjutnya supaya suami-isteri dapat berdoa karena ada sesuatu yang penting. Bagi Paulus, dijauhinya keintiman seksual dalam pernikahan untuk sementara waktu merupakan "kelonggaran, bukan perintah" (1Kor.7:6). Norma pernikahan adalah adanya hak suami/istri atas pasangannya dalam persatuan fisik.
Kelonggaran ini (sedikit waktu untuk tujuan berdoa 1Kor.7:5) nampaknya adalah untuk kepentingan jemaat Korintus, yang mungkm ingin menjauhkan diri dari kesenangan jasmani secara total. Paulus mengungkapkan bahwa hidup melajang bukanlah panggilan untuk semua orang (lihat ayat 7,17). Dorongan seksual adalah bagian alamiah bagi laki-laki dan perempuan. Bila seseorang tidak menikah, ada bahaya pencobaan untuk pencabulan, untuk itulah dikatakan dalam "baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri." sebagaimana Allah pernah mengatakan "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja." (Kej.2:18). 1Kor.1:1-7 disampaikan dengan maksud jauh dari menolak hubungan pernikahan dan hak-hak seksualnya, justru dalam perikop ini, Paulus memandang semuanya ini sebagai hal yang normal. Paulus juga pernah menulis kepada jemaat di Tesalonika : 1Tes.4:3; Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan. Dan orang yang sama ini menulis hal-hal yang begitu indah tentang pernikahan dalam: Ef.5:22-23; Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. 1Kor.7:1 tidak dapat dikontradiksikan dengan Kej.2:18. Paulus ingin agar jemaat dan pelayan Tuhan dalam panggilan apapun yang mereka terima melakukan tugas mulia itu dalam bertanggung jawab. Paulus menyatakan kehidupan selibatnya, yang memberikan kebahagiaan baginya dan karena itu diharapkannya untuk orang lain, adalah karunia Allah (1Kor.7:7).
Dalam Matius 19:12 Yesus berbicara mengenai keadaan membujang yang lain lagi macamnya, yang juga dapat terjadi dalam kehidupan seorang kristen: “Ada orang yang tidak dapat kawin (orang kasim) karena ia memang terlahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian (yang membiarkan dirinya menjadi orang kasdim - orang kasdim baik: laki-laki dan perempuan) karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.” Yang disebut dengan orang “kasdim” (eunuch dalam bahasa Inggris) oleh Yesus itu adalah orang-orang yang tidak sanggup melakukan hubungan kelamin secara normal. Yesus menunjukkan bahwa ada tiga penyebab keadaan demikian. Ada yang memang dilahirkan dengan cacat itu, ada yang menjadi demikian karena dikebiri, dan ada yang menjadi demikian karena memutuskannya atas kemauan sendiri. Ada pun yang lain adalah melakukan “oleh karena Kerajaan Sorga’.
3.EKSEGESE KEJADIAN 2:18-25
A. Terjemahan Harfiah
Ayat 18: Dan Tuhan Allah berkata tidak menyenangkan (sesuatu hal yang tidak baik) seorang diri manusia itu lalu Dia membuat penolong (suatu bantuan) menurut sepadan.
Ayat 19: Dan Tuhan Allah menciptakan (membentuk) dari tanah (negeri) itu semua mahluk hidup negeri itu dan dengan setiap makhluk-makhluk terbang (unggas) surga (langit) itu dan Ia membawa masuk ke arah manusia itu bagaimana ia beri suatu nama dan setiap siapa ia memanggil (memberi suatu nama) manusia itu hidup suatu nama dia (dirinya sendiri) nantinya.
Ayat 20: Dan manusia itu memberikan sebuah nama-nama kepada semua (masing-masing) binatang itu kepada mahkluk (unggas) surga (langit) itu kepada semua masing-masing mahkluk hidup (komunitas) untuk menemukan itu dan kepada Adam (manusia) ia tidak menemukan penolong (suatu bantuan) menurut sepadan.
Ayat 21: Dan Tuhan Allah menyebabkan (membuat) tidur Adam (manusia) dan ia tidur dan Ia mengambil satu (salah satu) tulang rusuk untuk menutup daging kalian dibawah sebagai gantinya.
Ayat 22: Dan Tuhan Allah membangun dengan tulang rusuk itu ketika ia mengambil dari tulang Adam (manusia) itu kepada perempuan (isteri) dan membawa masuk kepada Adam (manusia) itu.
Ayat 23: Dan berkata Adam (manusia) sebuah kejadian itu tulang dari tulangku dan daging dari dagingku kepada ia dipanggil perempuan (isteri) karena dari manusia (oleh alasan suami) kepada ia mengambil ini.
Ayat 24: Atas mereka manusia (melepaskan suami) ia meninggalkan dengan bapaku (nenek moyangku) dan seorang ibu dan ia melekat dalam perempuannya (isterinya) dan mereka jadi kepada satu daging.
Ayat 25: Dan mereka berdua menjadi yang telanjang (telanjang yang baik) Adam (manusia itu) dan perempuan (isterinya) dan tidak mereka bersifat malu.
B. Pendahuluan
Perbedaan dalam konsep dan kaidah sastra antara Kejadian 1 dan 2 juga ditemukan dalam cara yang berbeda untuk mengungkapkan penciptaan. Keduanya menggunakan istilah umum asa ‘membuat’, tetapi Kejadian 1 menggunakan kata bara ‘menciptakan’, sebuah kata kerja yang hanya digunakan dengan Allah sebagai subjek dan tidak pernah dihubungkan dengan bahan yang digunakaan untuk menciptakan objek. Kejadian 2 memakai istilah yatsar ‘membentuk’, istilah teknis untuk kegiatan seorang penjunan yang membentuk tanah liat menjadi bentuk yang dikehendakinya. Kejadian 1 Allah menciptakan manusia dengan firman-Nya, dalam Kejadian 2 dengan perbuatan-Nya.
Setelah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, Allah Bapa menciptakan dan membentuk manusia menurut gambar dan rupa-Nya, agar ia berkuasa atas hewan di bumi, ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara. Dan setelah menciptakan manusia, Allah berfirman, ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia’.
C. Tafsiran
Untuk menafsirkan Kejadian 2:18-25 struktur yang telah dibuat penafsir, yaitu: Sidney Greidanus membagi 5 bagian, yaitu: (1). Ayat 18. (2). Ayat 19-20. (3). Ayat 21-22. (4). Ayat 23. (5). Ayat 24-25.
Secara sederhana struktur Kejadian 2:18-25 dapat dibuat sebagai berikut:
Ayat 18 : Konflik ketika Adam sendirian
Ayat 19-20 : Ketagangan antara binatang dengan Adam sebagai mitranya
Ayat 21-22 : Keputusan Allah menciptakan perempuan
Ayat 23 : Hasil ciptaan dari tulang rusuk Adam
Ayat 24-25 : Kesatuan yang utuh
Ayat 18
Kata elohim (band.Kej.1:26), beberapa ahli berpendapat “Kita” adalah bentuk “pluralistis majestatis” (jamak untuk menyatakan suatu dalam suasana resmi). Hal itu berdasarkan kenyataan bahwa kata Allah dalam bahasa Ibrani elohim bentuknya jamak. Akan tetapi penggunaannya tunggal. Diandaikan bahwa karena Allah itu begitu agung dan kuasa. Bahwa keadaan Allah, tidak ada jenis kelamin; laki-laki atau perempuan atau tidak bentuk ganda sekaligus. Keaktipan Tuhan sangat jelas atas pernyataan kesendirian manusia itu dan mewujudkan seorang penolong yang sepadan.
Dalam ayat ini pembahasan kata AD*g>nnDalam Ibrani, ezer ditulis kebanyakan digunakan untuk menunjukkan nilai kemanusiaan lebih dari sekedar makna "pembantu". Kata ini mengandung arti "seperti pelayan bagi Tuhan". Tuhan memberi pujian kepada wanita melalui kata-kata ini. Kata-kata yang sama dipakai dalam Maz.115:9 : "Hai Israel, percayalah kepada TUHAN!--Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka". Bentuk ini selalu digunakan untuk menjelaskan tentang seseorang yang membawa pertolongan nyata. Ketika orang Ibrani kuno berbicara tentang ini, orang Israel mendengar bentuk ini dan menggunakannnya untuk mendeskripsikan kaum Hawa. Kaum pria lalu terpengaruh dengan persepsi ini. Kaum pria lalu berpikir hal serupa (konsep pembantu dan bukan penolong) tentang kaum wanita. Mereka berpikir "menjadi pembantu atau budak" merupakan karunia yang Tuhan berikan pada wanita.
Freedman bahkan mengatakan kata kedua dalam ungkapan Ibrani yang ditemukan dalam ayat ini sebaiknya diartikan setara dengannya. Jika memang demikian, maka Allah menjadikan bagi laki-laki itu seorang perempuan yang sungguh setara dan sungguh sesuai dengannya. Dengan demikian, kesendirian manusia akan lenyap. Pola pikir yang menegaskan kesetaraan penuh ini berlanjut dalam Kejadian 2:23 waktu Adam berkata kepada Hawa: "Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. la akan dinarnai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Maksud ungkapan dari kalimat tulang dari tulangku adalah "sanak yang sangat dekat", "salah satu dari kami" atau maksudnya "kesetaraan kami". Perempuan itu tidak pernah dirnaksudkan sebagai pembantu atau "rekan penolong" bagi laki-laki itu. Istilah mate (rekan) terselip ke dalam bahasa Inggris karena istilah ini sedemikian dekatnya dengan istilah meet (tentu) dalam bahasa Inggris, yang berarti "cocok dengan " atau "sesuai dengan" laki-laki itu. Istilah tersebut berasal dari kalimat serupa dengan yang pemah saya ungkapkan yang berarti "setara dengan". Maka apa yang Allah maksudkan adalah untuk menjadikan suatu "kuasa" atau "kekuatan" bagi laki-laki yang dalam segala hal akan "sesuai dengan laki-laki" atau bahkan "rnenjadi setara baginya".
Perempuan diciptakan untuk melengkapi pria, sehingga keduanya dapat mewujudkan karya pemeliharaan Allah bagi dunia ini. Kehadiran perempuan dalam hubungannya dengan pria pada awal penciptaan disebutkan sebagai ezer kenegdo (Kejadian 2:18,20 “penolong yang sepadan”). Maka selayaknya penolong yang sepadan ini memiliki kekuatan dalam segi-segi tertentu agar fungsi menolongnya terealisasi. Bila dalam Kej.1:27 kodrat perempuan adalah sebagai gambar Allah yang sama derajatnya dengan laki-laki, sekarang sebagai penolong bukan kodratnya yang disinggung, melainkan perannya dalam ikatan suami-isteri.

Ayat 19-20

Kata benda hm'ªd"a]h'(i ha adamah artinya: tanah dan ~d"²a'h' ha adam artinya: Adam (manusia). Binatang di padang dan burung berasal dari bahan adamah (Kej.2:19 “tanah”). Dari adamah juga ha adam manusia dibuat (Kej.2:7). Terlihat jelas permainan kata antara ‘adam’ dan ‘adama’. Adam adalah mahkluk yang berasal dari tanah (mahkluk tanah). Alkitab ingin menegaskan bahwa sekalipun asal-usulnya sama-sama tanah, kodrat keduanya berbeda sama sekali. Dalam Kejadian 2:18-20 lima kali muncul kata “adam” atau “manusia itu” bersama-sama dengan kata “adama” yang menjadi asal-usul binatang dan burung. Binatang bukanlah gambar Allah seperti manusia. Maka otoritas kepenuhan diri manusia tidak akan pernah didapati dari hewan apa pun. Tuhan membawa binatang dan burung, yang tadinya sudah Ia ciptakan (sebelum menciptakan manusia), kepada Adam, supaya diberi nama. Tujuan Adam menamai semua binatang adalah untuk mencari penolong yang sepadan. 1) Ayat 19 dimulai dengan kata sambung “lalu” yang menunjukkan hubungan ayat 19 dengan 18. 2) Ayat 20 menyatakan “....tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia“. Hal inilah yang menunjukkan binatang bukanlah pasangan yang sesuai untuk laki-laki. Menurut F.L Baker: “Mula-mula Allah menjadikan binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara. Memang binatang-binatang dan burung-burung ini lebih dekat kepada manusia, tetapi tidak sederajat dengan manusia”. Gordon J Wenham mengatakan: “Dua menjadi lebih baik darinya..... karena jika mereka jatuh satu keinginan mengangkat rekannya" (Pengkotbah 4:9-10; bnd.Amsal 31:10-31). Semua binatang dibawa dihadapannya, dan melihat masing-masing di dalam harapan yang akan membuat suatu rekan yang pantas untuk manusia itu. Digambarkan binatang-binatang itu berdua-dua dan manusia berkomentar, "Segalanya mempunyai mitranya tetapi 1 (Adam) tidak memiliki mitra." Lebih lanjut W S Lasor, dkk - keinginan berkawan: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (ayat 18). Ia tidak diciptakan sebagai makhluk yang sama sekali tidak memerlukan orang lain, tetapi sebagai makhluk yang berpasangan (“laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”, Kej.1:27). Dengan memberi nama terhadap binatang-binatang, Adam melaksanakan perintahnya sebagai wakil Allah (Kej 2: 19). Dalam kurun waktu (masa penantian) pemberian nama-nama binatang itu dan pada akhirnya belum dijumpai penolongnya maka Yongky Karman mengatakan dampak dari masa penantian tersebut, yaitu: “Penting artinya rasa butuh akan pasangan yang sepadan muncul dulu dalam diri Adam sebelum pasangan itu hadir secara nyata/real”. Alasannya kalau pasangan itu langsung diberikan tanpa Adam merasa butuh, mudah sekali pada suatu hari dia mengeluh ihwal isterinya mengingat Hawa manusia terbatas yang mustahil memuaskan keinginannya. Bisa juga Adam menyesali kehadiran Hawa sebagai pasangan yang sebenarnya tak diinginkan namun terpaksa diterima karena tak ada pilihan lain. Pada suatu hari dalam kekesalannya Adam bisa melemparkan kesalahan kepada Tuhan sebagaimana terbukti nanti (Kej.3:12).
Menurut Perjanjian Lama manusia terdiri dari “daging” (basar) dan dari “jiwa yang hidup” (nefes, Yes.10:18), meskipun manusia merupakan “debu” (afar,Kej.2:7;3:19, Mzm.104:29) ia toh diberi “nafas hidup” (nesyama, Kej.2:7) dan “roh” Allah (ruakh, Ayub 27:3). Menurut Priestercodex, manusia boleh dianggap sebagai “gambaran” (tselem; septuaginta:eikon; Vulgata:imago) dan “rupa” Allah (demut; septuaginta:homoiosis; Vulgata: similitudo) Kejadian1:26a. Menurut Charles Darwin (1859) bahwa manusia berasal dari binatang. E.Brunner berpendapat bahwa manusia sama sekali berbeda dengan binatang, Hewan memiliki daya pikir tetapi tidak memiliki akal budi, memiliki kemampuan bermain akan tetapi tidak berseni, binatang juga berkawanan tetapi tidak mengenal persekutuan. Paling utama, binatang tidak memiliki hati nurani dan tidak mengenal Tuhan, perbedaan itu dapat dilihat bahwa manusia memiliki rasio, kebebasan dan daya cipta manusia serta manusia memiliki kasih. Adam menamai setiap binatang, itu berarti ia memberi nama setelah menyelidiki semua binatang dengan teliti. Hal itu menunjukkan bahwa pada waktu itu semua binatang taat kepada Adam, artinya Adam memiliki pengetahuan dan pengertian tentang semua binatang dan memiliki kuasa yang dapat mengatur mereka. Semua binatang diberinya nama sehingga teori Darwin mengatakan manusia berasal dari binatang tidak dapat diterima, karena tidak ada diantara binatang dapat disamakan dengan Adam yang sedemikian berhikmat. Itulah juga yang membedakan manusia dengan binatang. Sepadan berarti seimbang dalam jenisnya artinya manusia harus menjadi satu daging dengan manusia bukan dengan binatang. Lebih dari itu, seperti yang dikatakan diatas, Yahweh berbicara kepada manusia, tetapi Ia tidak menyapa binatang-binatang.
Istilah “sepadan” merupakan penjelasan dari kata “penolong,” yang berarti “sepertimu” (Ibrani; “neged”). Ini berarti bahwa istri memiliki status yang sama dengan pria, dalam naturnya, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:27). Maka, seorang istri tidak boleh dianggap seperti “binatang” (Kej. 2:20). Jadi, Alkitab tidak merendahkan perempuan (istri), tapi mempertegas panggilan dan fungsinya sebagai penolong pria (suami). Laki-laki dan perempuan diciptakan dalam perbedaan fisik. Tujuan perbedaan ini adalah untuk saling melengkapi. Dalam perbedaan ini memberikan hasil untuk kelangsungan kehidupan, ini sudah didalam rancangan Allah: Bentuk fisik antara laki-laki dan perempuan, sudah bisa dibedakan. Dari perbedaan fisik tersebut laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang berbeda, Fungsi laki-laki : memberikan benih sementara fungsi perempuan: memelihara pertumbuhan. Secara umum fisik laki-laki lebih kuat dibanding perempuan, ini melambangkan fungsinya sebagai pelindung. Perbedaannya terlihat dari psikologi perempuan dianggap sebagai mahkluk yang lemah dari laki-laki: Adanya asumsi perempuan lebih tidak mampu melakukan pekerjaan formal dibanding laki-laki, Perempuan dianggap lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan ditempatkan menjadi nomor dua setelah laki-laki, pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya. Perempuan adalah pihak paling rentan mengalami kekerasan: perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh kekerasan paling banyak dialami perempuan.
Ayat 21-22
Tuhan Allah digambarkan sebagai salah satu tokoh dalam drama itu. Ia bagaikan seorang penjunan (2:7,19). Yang membentuk manusia dari tanah “menghembuskan nafas” kehidupan ke dalam lubang hidungnya dan “membangun” perempuan dari tulang rusuk laki-laki. Lalu Tuhan membuat Adam tidur nyenyak, ketika ia tidur, Allah mengambil salah satu rusuk itu, dibangun-Nyalah Hawa. Hal ini membuat kita memahami bahwa laki-laki dan perempuan satu tubuh, satu daging, dan satu darah saja. Apa yang kemudian Tuhan Allah lakukan, Dia tidak memberikan kepada Adam seekor binatang untuk menjadi pendampingnya yang sepadan, tidak juga menciptakan Adam kedua atau pria lainnya untuk menjadi pendamping Adam. Dan juga tidak menciptakan dua, tiga atau lebih wanita untuk pendamping Adam, tetapi Ia menciptakan hanya Hawa (perempuan pertama) untuk menjadi pendamping Adam. Hawa adalah pasangan yang sepadan dengan Adam: seorang pria dan seorang wanita. Kata kerja •rc,YIw: wa yitser bentuk qal waw consec imperfect 3 person masculine singular dari rcy yatsar, artinya: to form (membentuk), create (menciptakan, menimbulkan, membuat). Bahwa Tuhan membentuk baik binatang dan manusia itu dari produk yang sama. Menurut Dianne, dkk: Walaupun manusia dan binatang sama-sama makhluk hidup, namun rupanya binatang sebagai penolong yang pertama tidak bisa menjadi “penolong” yang sepadan. Sehingga Yahwe berusaha membentuk penolong yang sepadan dan pada kali yang kedua, Ia membentuk seorang perempuan dari sebuah tulang rusuk “manusia”, yang dibuat “tidur nyenyak”, supaya tidak ada yang menyaksikan karya penciptaan itu. Karya penciptaan tetap merupakan suatu misteri Ilahi.
Ternyata pergaulan dengan binatang tidak dijumpai terhadap kesepadanan. Menurut Dianne Bergant, dkk: “Usaha manusia saja gagal tanpa pertolongan Tuhan dalam memilih/menentukan pasangan dan syarat-syarat Tuhan berbeda dengan manusia dalam menentukan pasangan”. Tuhan sudah menetapkan isteri sebagai penolong yang sepadan bagi suaminya. Ini harus dipatuhi dan dijalankan, bila dilanggar akan berdampak buruk. Akhirnya banyak keluarga menghadapi masalah dalam rumah-tangga hingga kepada perceraian. Keberadaan keluarga (suami-isteri) di atas muka bumi ini tidak lepas dari campur tangan Allah. Allah sendirilah yang mengambil inisiatif akan adanya keluarga. Dimulai ketika Allah mengambil satu dari tulang rusuk Adam dan membentuknya menjadi seorang perempuan dan diberikan-Nya kepada manusia itu untuk menjadi isterinya - Kejadian 2:22 "Dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu diberikan-Nya kepada manusia itu." Saat itulah tercipta suatu lembaga yaitu keluarga. Lembaga inilah yang melahirkan generasi demi generasi yang terus berkelanjutan dan bertambah banyak, menyebar dan memenuhi bumi yang diciptakan Tuhan.
Ayat 23

Kata benda ~c,[, etsem common feminine singular absolute, artinya: Bone (tulang), ditujukkan kepada perempuan (isterinya) sebab ia diambil dari tulang Adam dan Kata benda rf'B' basar common masculine singular absolute, artinya: Flesh (daging) menunjuk pada Adam. Meskipun ada kesamaan bahan ciptaan dengan binatang dari tanah, tidak menunjukkan bahwa perempuan itu berbeda, walaupun sepertinya tidak sama. Karena Adam diciptakan dari tanah, berarti Hawa juga. Menurut D.Guthrie,dkk: “Kesamaan tekanan suara dari is dan isah (laki-laki dan perempuan) memantulkan penafsiran nama asali perempuan sebagai suatu bentuk yang diturunkan, dan karenanya ‘semacam dengan’ laki-laki (bnd ayat 18b,20). Dan manusia ini tunggal (“dia”) sekaligus jamak (“mereka”). Kemanusiaan yang satu hadir dalam bentuk pasangan laki-laki dan perempuan, bukan laki-laki saja, bukan perempuan saja. Dengan dijadikannya laki-laki dan perempuan sejak awal, jelaslah bahwa perbedaan jender bukan untuk saling dipertentangkan, melainkan sebagai pembeda identitas seksual dalam rangka jalan hidup manusia untuk menikah.
Kata kerja bana untuk menggambarkan Allah seperti arsitek yang merancang dan membangun. Dalam Perjanjian Lama, sering dipakai dalam konteks membuat sesuatu yang keras seperti kota, menara, mezbah, atau benteng. Sekarang kata bana dipakai bukan digambarkan seperti perempuan sebagai makhluk yang lemah gemulai. Perempuan juga makhluk yang kuat. Ia terbukti lebih memiliki daya tahan baik secara pisik maupun mental, perempuan juga lebih tahan stres, lebih cepat menuntaskan marah, lebih mudah mengombinasikan emosi dengan pikiran objektik, dan secara keseluruhan lebih sabar. Perempuan itu menjadi ibu semua yang hidup (Kej 3:20). Dibangunnya perempuan dari tulang rusuk Adam, Menurut Yongky Karman: “sikap yang wajar dalam pergaulan antar jenis kelamin adalah membuka diri dengan lawan jenis sambil melihat kemungkinan yang ada, sikap yang pasif yang dibuat-buat atau menutup diri, bukan sikap yang baik. Fakta bahwa Tuhan sendiri yang menghantarkan jodoh kepada Adam tanpa usahanya. Sekalipun laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah tidak berarti Allah sendiri berjender maskulin atau feminin dan lebih lagi tidak berjender ganda. Ayat ini Cuma hendak menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama penyandang gambar Allah namun tidak menyatakan terbalik bahwa Sang Pencipta mirip makhluk ciptaan-Nya dalam hal jender. Allah tampil untuk pertama kalinya diatas panggung sejarah manusia, peran-Nya adalah sebagai seorang “pengantara” yang mempertemukan seorang laki-laki dan perempuan. Hawa dihadapkan kepada Adam itu, sehingga ia dituntun oleh Tuhan sendiri, tak ubahnya seperti seorang ayah di zaman modern menggandeng putrinya yang menjadi pengantin menuju altarnya disebuah gedung gereja.

Kalimat manusia itu mengatakan, “Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku,.....”. Artinya keluarga itu ada dalam rancangan Allah akan melahirkan satu kesatuan yang sempurna. Oleh sebab di dalam keluarga seperti ini tidak akan terjadi saling melukai atau menghancurkan. Oleh sebab itu, jika menyakiti pasangan, hal itu berarti menyakiti diri sendiri. Karena pasangan suami isteri tidak lagi dua tetapi menjadi satu. Menjadi satu bukan berarti menghilangkan/mengabaikan perbedaan antara suami dan isteri. Perbedaan tetap ada. Perbedaan karakter, pola pikir, latar belakang, akan tetap ada. Justru di dalam perbedaan itulah saling melengkapi, saling membangun dan menguatkan dan menolong. Kemudian kedekatan itu membuat keluarga saling menghargai dan tidak mau melukai pasangannya.
Ayat 24-25
Dalam Kejadian 2:24 dikatakan :"sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging". Ayat ini menjelaskan moralitas suami-isteri, yaitu kebenaran tentang kesatuan seorang suami dengan seorang isteri. Monogami berdasarkan peraturan penciptaan Allah (Mal.2:15). Disini jelas ditekankan hakekat suami-isteri, ketika seorang laki dan seorang perempuan mengambil keputusan untuk menikah, maka mereka harus siap meninggalkan keluarga mereka masing-masing dan membentuk suatu keluarga yang baru. Semua keluarga; ayah, ibu dan saudara-saudari pengantin masing-masing harus menyadari betul hal ini, sehingga tidak ada keinginan untuk mencampuri urusan keluarga anak dan saudaranya tersebut. Namun harus juga dipahami bahwa yang dimaksud "meninggalkan" bukan berarti "memutuskan" hubungan keluarga. Bagaimanapun hubungan keluarga dengan orang tua dan saudara haruslah tetap terjalin dengan baik sebagaimana mestinya. Karna dapat dikatakan bahwa keluarga yang baru terbentuk itu adalah merupakan bagian dari satu keluarga besar dari pihak isteri dan bagian dari satu keluarga besar dari pihak suami. Hanya saja keluarga yang baru terbentuk itu adalah keluarga yang berdiri sendiri dalam urusan keluarga itu sendiri, tidak dapat dicampuri oleh orang-orang dari keluarga besarnya. Lain hal kalau sangat dibutuhkan untuk kasus-kasus tertentu misalnya terjadinya suatu persoalan suami-isteri yang mengarah pada perpecahan keluarga itu, maka dari pihak keluarga besar wajib memberi masukan dan arahan demi keutuhan keluarga itu.
Kata kerja vyaiê-bz"[]y:¥ ya’azab is qal imperfect 3 person masculine singular dari bz[ azab artinya: to leave; loose (meninggalkan, membiarkan, menyerahkan). Menurut Dianne Bergant,dkk: cerita ini mengemukakan mengapa laki-laki dan perempuan saling tertarik secara seksual dan menikah. “Meninggalkan” dan “mengikat” adalah istilah-istilah dalam perjanjian dan mengisyaratkan bahwa pernikahan disini dilihat sebagai hubungan yang bersifat perjanjian. Sebab laki-laki akan meninggalkan ayah-ibunya dan membentuk satu keluarga baru. Kata “meninggalkan” (Yer.1:16; 2:13, 17, 19:5:7; 16:11; 17:13; 19:4; 22:9) dan “bersatu” (Ul.4:4; 10:20; 11:22; 12:4; 30:20) dipakai dalam konteks perjanjian antara bangsa Israel dan TUHAN. Hal ini mengindikasikan bahwa pernikahan merupakan sebuah perjanjian yang sifatnya sangat mengikat. Suami harus meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan istrinya. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu (Kej 2:25). Bahwa laki-laki dan perempuan telanjang dan tidak merasa malu lebih sekedar suatu pengamatan bahwa mereka tidak berpakaian. Seperti akan jelas nanti, ketelanjangan mereka menjadi lambang hubungan mereka dengan Allah. Sampai saat itu, hubungan dengan Allah masih utuh, maka ketelanjangan tidak menyebabkan rasa malu. Hanya ketika hubungan itu retak, maka ketelanjangan mereka menjadi sesuatu yang memalukan. Menurut F.L Baker: “Hubungan antara manusia dan sesamanya manusia masih murni, seperti hubungan antara manusia dan Allah. Apabila hubungan yang kedua rusak, maka busuklah juga hubungan antara manusia dan manusia”. Setelah makan buah terlarang, pasangan mengenali ketelanjangan mereka, mengambil daun buah ara dan bersembunyi dan berdiam ketika mereka mendengar Allah (3:7-11).
4. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Istilah “penolong” (Ibrani: “ezer”) tidak berarti bahwa seorang istri memiliki status lebih tinggi dari seorang pria. Penolong berarti orang yang “mendukung” atau “men-support.” Men-support dalam hal apa? Dalam konteks kejadian, Hawa men-support Adam dalam tugasnya memelihara dan mengusahakan taman Eden. Dari pengertian ini, maka seorang istri adalah seseorang yang men-support dan menolong suami dalam tugas-tugasnya sebagai kepala rumah tangga, mungkin juga dalam pekerjaan. Men-support bukan berarti “memerintah” tetapi memberikan kontribusi dan tetap menghormati kepemimpinan sang suami (Ams. 31:10-31).
Tuhan menetapkan manusia, laki-laki dan perempuan menjadi pasangan yang utuh (monogami bukan poligami) dalam pernikahan. Menurut aturan normal kebanyakan laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan menikah. Tetapi tidak semua anak Tuhan dipimpin oleh-Nya melalui jalan normal ini. Pada hakikatnya untuk tiap orang Kristen sudah menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, tujuan utama kehidupan di dunia ini adalah untuk melakukan kehendak Allah, bukan untuk menikah (band.Yoh.4:34). Bagi Yesus sendiri melakukan kehendak Allah berarti tidak menikah selama hidupnya dibumi sebagai manusia darah daging. Tetapi ia merindukan hari pernikahan-Nya dengan mempelai perempuan-Nya (yaitu jemaaat-Nya) kelak.
Tuhan Allah berfirman: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia (Kej.2:18,20). Perempuan diciptakan sepadan dengan laki-laki. Kata “sepadan” dijelaskan lebih jauh, yaitu: penolong, bantuan (a helper), serekan (teman imbangan), setara dengannya, sepertimu, kesesuaian/kesamaan (sama seperti gambar dan kemuliaan Allah penolong yang tepat baginya). Penolong yang dimaksud bukan sebagai budak/pembantu melainkan sebagai permaisurinya. “Penolong”, tidak berarti “subordinate/seorang bawahan”, karena kata Ibrani sama seorang dipakai Tuhan sebagai penolong Israel. Kata sepadan tidak dijumpai dari binatang karena sudah berpasangan ketika Adam menamainya, binatang bukanlah gambar Allah seperti manusia. Maka otoritas kepenuhan diri manusia tidak akan pernah didapati dari hewan apa pun. Penolong sepadan adalah seorang isteri yang selalu atau sepanjang hidupnya, berbuat hal-hal yang mulia, luhur dan baik. Sepadan disini berarti cocok, sesuai/tepat, dalam arti, kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihannya sangat cocok untuk dipakai Tuhan bagi pembentukan karakter suami, agar sang suami ditolong dalam menyelesaikan tugasnya
Persoalan pernikahan terjadi ketika pernikahan dalam bentuknya poligami, maksudnya pasangan yang tidak sah (disamping pasangan yang sah) tidak diperkenankan. Oleh sebab itu rumah-tangga Kristen adalah pasangan monogami, antara laki-laki dan perempuan. Karena poligami, banyak masalah yang timbul melaluinya. Persoalan dalam rumah-tangga sekecil apapun haruslah diatasi, sebab darinya akan muncul masalah lebih besar lagi akan melanda rumah-tangga itu. Sehingga komunikasi adalah solusi terbaik, semakin sering terjadi komunikasi yang terbuka, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi sehingga masalah-masalah yang seharusnya terjadi dapat teratasi dengan sendirinya.
Dengan melihat pengertian kata sepadan, jelas bahwa isteri bukanlah budak atau pembantu. Seharusnya suami tidaklah memperlakukan isteri demikian oleh karena perempuan diciptakan bukan untuk berada dibawahnya (subordinate-seorang bawahan). Isteri bukan hanya melayani suami dirumah saja untuk melakukan apa yang diperlukan suami. Isteri diambil dari tulang rusuk laki-laki sehingga perempuan menjadi penolong bukan pembantu, tetapi penolong untuk melaksanakan perintah Allah yaitu: memelihara taman eden dan beranak-cucu. Untuk perintah Allah tersebut sangat dibutuhkan penolong untuk Adam.
Untuk menjalankan tugas dan kewajiban dalam rumah-tangga diperlukan kerjasama, baik dalam mengurus rumah-tangga itu sendiri maupun dalam mencukupi kebutuhan ekonomi rumah-tangga. Selayaknya laki-laki sebagai kepala/pemimpin rumah-tangga memenuhi kebutuhan rumah-tangganya selanjutnya dalam memenuhi kebutuhan tersebut, tidaklah hanya laki-laki saja, perempuan pun dapat menolong memenuhi kebutuhan itu. Kesepakatan terjadi antara suami dan isteri, suami pun berhak mengambil keputusan, apakah isteri harus bekerja atau tidak, oleh karena suami adalah kepala dalam rumah-tangganya. Penolong sepadan, bukan saja menundukkan diri dan mendukung suami dalam karier, usaha dan pelayanan, tetapi ia sendiri memiliki pekerjaan yang dapat menghasilkan uang (Amsal 31:16,18,24). Mungkin bagi seorang perempuan, bekerja dan menghasilkan uang tidak begitu sulit. Tetapi bagi seorang perempuan yang terfokus pada rumahnya (tidak mengabaikan pekerjaan rumah tangganya), dan mendukung kepemimpinan suami, serta memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang, tentu tidaklah mudah. Tetapi inilah yang dilakukan penolong sepadan. Itu sebabnya tertulis, "...biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang" (ayat 31).
B. Impilakasi
1. Upacara peneguhan perkawinan di depan umum dan dengan khidmat telah ditetapkan oleh orang-orang Kristen agar nikah yang sejati dan sah lebih dihormati dan dijunjung tinggi, dan agar antara kedua belah pihak tidak terjadi penipuan dan pendayaan, tetapi segala sesuatu berlangsung dengan jujur dan tulus ikhlas, dan agar gereja berdoa memohon damai sejahtera bagi pengantin. Pernikahan yang sah ditegaskan digereja dan mendapat pengakuan dari pemerintah.
2. Pernikahan Kristen hanya terjadi kepada pasangan suami dan isteri (monogami bukan poligami). Tujuan pernikahan adalah tolong menolong (penolong yang sepadan), artinya adalah penggabungan suami dan isteri menjadi satu kehidupan. Dengan sendirinya hal ini berarti monogami. (beristeri satu orang).
3. Setiap orang dicipta dengan kebutuhan berelasi intim dengan sesama. Oleh karenanya diluar relasi dengan Allah intimasi pernikahan adalah sesuatu yang mustahil. Pernikahan yang intim harus bersifat trialogis, yang menghadirkan Tuhan sebagai pusat komunikasi suami-isteri. Komukiasi yang sehat dan terbuka dalam rumah-tangga sangat diperlukan didalamnya karena banyak masalah teratasi dengan baik.
4. Isteri adalah penolong dalam rumah-tangga bukan sebagai pembantu atau budak. Selanjutnya isteri bukan pada status dibawah atau pun diatas laki-laki dalam rumah-tangga tetapi diambil dari tulang rusuk sebagai penolong laki-laki untuk bersama-sama melakukan perintah Allah dan beranak-cucu serta memuliakan Allah
5. Suami adalah kepala/pemimpin dalam rumah-tangga pengambil keputusan, termasuk memberikan keputusan isteri apakah boleh bekerja atau tidak.
6. Menikah adalah jalan hidup yang umum dan tidak menikah adalah bukan jalan hidup yang umum. Karena itu, keputusan untuk tidak menikah seumur hidup haruslah lahir dari pertimbangan yang matang dan tidak terburu-buru. Membujang/selibat tidaklah keputusan yang salah, tetapi keputusan yang sudah dipertimbangkan sedemikian, untuk lebih dapat berkonsentrasi penuh melayani Tuhan.
7. Tujuan pernikahan adalah melaksanakan perintah Allah yaitu beranak-cucu/bertambah banyak, bersatu dalam kesatuan yang harmonis dan mempermuliakan Allah.
8. Rumah-tangga yang baru adalah rumah-tangga yang sudah dapat dikatakan berdiri sendiri (dalam pengertian sudah menjadi keputusan rumah-tangga yang baru untuk menentukan arah rumah-tangganya, tetapi tidak menghilangkan kesatuan dalam rumah-tangga yang semula).






Daftar Pustaka
Yune Sun Park, Tafsir Kitab Kejadian, A Commentary on Genesis,(Malang,YPII,1968).
Walter C Kaiser,Jr., Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, (Saat, 2003).
Sutjipto Subeno,Indahnya Pernikahan Kristen, Sebuah Pengajaran Alkitab, (Surabaya,Momentum, 2008).
Yakub Susabda, Marriage Enrichment, Pembinaan Keluarga Kristen,(Bandung: Mitra Pustaka, 2004).
Julianto Simanjuntak, Surat Ijin Menikah, (Jakarta:Institut Konseling, 2006).
Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta:BPK, 2009).
Harry Blaimires, The Post Christian Mind, Pemikiran Pasca-Kristen, (Surabaya: Momentum, 2000).
Elisabeth Elliot, Let Me Be A Woman, (Penerbit: Tyndale House Publishers, 1976). Heuken, Persiapan Perkawinan, (Yogyakarta:kanasius).
Julianto Simanjuntak, 9 Masalah Utama Remaja, (Jakarta: Yayasan Peduli Konseling Indonesia/YAPKI).
Rita, Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993).
W.S Lasor,dkk, Pengantar Perjanjian Lama Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK GM,1982).
J.Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,2004).
F.L Baker, Sejarah Kerajaan Allah 1 Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK GM, 2007).
Stephen Tong, Membesarkan Anak Dalam Tuhan, (Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia,1991).
Waldron, Jim E., Is There A Universal Code Of Ethics?, Print India A-38/2, Mayapuri, Phase I, New Delhi-110064, 2001.
Derek Prince, Jodoh Pilihan Tuhan, Judul asli: God is a Matchmaker, (USA: Derek Prince Ministeri-International,1980).
J.Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus I, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,2003).
Sidney Greidanus, Preaching Christ From Genesis, Foundations For Expositoris Sermon, (Cambridge, William B Eerdmans Publishing Company, 2007).
Dianne Bergant,dkk, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Jakarta: Lembaga Biblika Indonesia Kanasius, 2002).
Gordon J. Wenham, Word Biblical Commentary Volume 1, Genesis 1-15, (Nelson Reference And Electronic,1798).
D.Guthrie,dkk, Tafsir Alkitab Masa Kini I Kejadian – Ester, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,1976).
R.David Freedman, "Woman, A Power Equel to a Man", Biblical Archeology Review 9 [1983]:56-58. Klooster, Fred H., Metode Penyelamatan Sesuai Dengan Alkitab, (Malang: Gandum Mas.1996). Theol.Dieter Becker, Pedoman Dogmatika Suatu Kompedium Singkat, (Jakarta: BPK GM, 1996).
Tata Ibadah Calvin,Th.van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, (Jakarta: BPK GM,2001).
Chong Kwong Tek Dan Tn. & Chua Wee Hean, Kekasihku Setelah Pernikahan, (Bandung, Lembaga Literatur Babtis, 1984).
Clyde M. Narramore, Liku-Liku Problema Rumah Tangga, (Bandung,Yayasan Kalam Hidup, 1985).




Sumber Website:
http://www.sarapanpagi.org/bible-tidak- ... .html#p1246. http://www.sabda.org/sabdaweb/biblical/Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Gandum Mas dan Lembaga Alkitab Indonesia. http://griimelbourne.org/node/63 http://www.gkri-exodus.org/page.php?XSER-Penolong-Yang-Sepadan http://juli2005.multiply.com/journal/item/58. http://senjatarohani.wordpress.com/ http://www.gsjagrogol.org/index.php/artikel/warta/148-istri-penolong-yang-sepadan-kejadian-218-25 http://mimbarbinaalumni.blogspot.com/2009/10/famliy-bgn-i-rancangan-allah-bagi.html

ISTILAH-ISTILAH
 Patriarch: (Yunani: pater-bapa + arkein-memulai) artinya: bapa leluhur.
 Patrilinear: (L: pater-ayah + linea-garis) patrilinear: menentukan garis keturunan melalui ayah.
 Polygamy: (Yunani: poly-beberapa + gamos- nikah) polygamy: pernikahan dimana yang seorang dapat memiliki beberapa patner.
 Monogamy: (Yunani:monos-satu + gamos-nikah) monogamy: pernikahan dimana seseorang dapat memiliki satu patner saja.
 Monogeny: (L: Mono-satu + genus-keturunan) monogeny: kepercayaan bahwa seluruh kaum manusia merupakan satu keturunan dari satu pasangan, yaitu Adam dan Hawa.
 Matrilinear: (L: mater-ibu + linea-garis) matrilinear: menentukan garis keturunan melalui ibu. Garis keturunan menurut ibu atau sistem kekeluargaan berdasarkan hubungan darah denga ibu.
 Uterinesiblings: yang dianggap benar-banar saudara kandung adalah anak-anak dari satu ibu bukan dari yang lain ibu sekalipun sebapak.
 Endogami: perkawinan diantara anak-anak seayah bukan seibu (contoh: Abraham). Abraham dan Sara yang se-ayah (Terah) namun tidak seibu sehingga keduanya boleh menikah (Kej.11:27-28), (Kej.12:10-20) pengakuan kepada Firaun. Abimelekh (Kej.20) terungkap sara adalah saudara kandung menurut garis keturunan ayah dan dalam hal itu ia tidak berdusta (Kej.20:12)
 Endogamy: pernikahan yang terbatas pada anggota-anggota sekelompok atau sesuku menurut penentuan adat.
 Incest: perkawinan diantara saudara kandung.




PENOLONG YANG SEPADAN
(SUATU STUDI EKSEGESE)
Kejadian 2:18-25
I. LATAR-BELAKANG MASALAH
A. Pendahuluan
B. Latar-Belakang Masalah
1. Rumah-Tangga Kristen Yang Gagal dan Masalah-masalah Yang Tidak Terselesaikan
2. Isteri Dijadikan Budak/Pembantu.
3. Suami-Isteri Sama-sama Bekerja.
II. MAKNA PENOLONG YANG SEPADAN
1. Penulis dan Latar Belakang Kitab Kejadian.
2. Penolong Yang Sepadan Menurut Alkitab
3. Eksegese Kejadian 2:18-25.
4. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
ISTILAH-ISTILAH










Penolong Yang Sepadan
Suatu Studi Eksegese
(Kejadian 2:18-25)









KARYA TULIS
Diususun oleh: Alpon Marulam Sihite
Sekolah Tinggi Theologi Injili Arastamar (SETIA)
Program Master Divinitas (M.Div)
Kerjasama GZD-Belanda

1 komentar: